Kemudian, LSI mengatakan potensi kekalahan Ahok itu terlihat dari elektabilitas pasangan Anies-Sandi dan pasangan Agus-Sylvi yang kalau dijumlahkan hasilnya lebih tinggi dari pasangan Ahok-Djarot. Ini lucu, bagaimana LSI menggunakan parameter “Asal Bukan Ahok” dalam surveinya.
Apakah dalam surveinya itu, LSI meng-head to head-kan Anies-Sandi vs Ahok-Djarot, Anies-Sandi vs Agus-Sylvi, atau Ahok-Djarot vs Agus-Sylvi? Karena hanya dengan meng-head to head-kan itulah akan terbaca ke mana suara pemilih ketiga pasangan itu mengarah pada putaran kedua.
Jadi, dari tahun 2009 sampai sekarang ini, kalau membaca survei LSI stay cool saja. Tidak perlu dipikirkan sampai terbawa mimpi. Kalau bilang survei LSI ngaco, ngawur, tidak logis, dan lainnya, tinggal dijembrengkan saja di mana kengacoannya, kengawurannya, ketidaklogisannya.
Sederhananya, survei LSI yang dirilis pada 4 Oktober 2016 itu belum bisa menyatakan kalau Ahok berpotensi tumbang. Mungkin pada rilis-rilis LSI berikutnya potensi tersebut akan terbaca. Karenanya, Ahok tidak usah loyo, Agus tidak perlu jumawa, dan Anies tetap stay cool saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H