Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dulu Ahok Berhasil Menunjukkan Kecerdasannya, Tapi Sekarang...

31 Agustus 2016   10:36 Diperbarui: 31 Agustus 2016   10:43 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah ditayangkan di Kompasiana artikel berjudul “Ahok dan Misteri Kudeta 6/3/16”. Isinya tentang adanya kejanggalan saat Ahok memutuskan maju lewat jalur independen. Dari kejanggalan itu timbul kecurigaan kalau keputusan Ahok itu hanya permainan saja. Akhirnya terbukti, Ahok tidak maju lewat jalur perorangan, tapi jalur parpol.

Sekalipun diduga rencana jalur independen itu hanya sandiwara, tetapi strategi Ahok ini patut diacungi jempol. Sebab dengan alasan mengumpulkan KTP untuk pencalonannha, Ahok dapat mencuri start kampanye tanpa perlu takut disemprit oleh Panwaslu. Strategi Ahok ini bisa diikuti oleh calom kepala daerah lainnya pada masa pilkada mendatang.

Jadi, kalau sekarang masih ada sejumlah pihak yang meributkan soal konsistensi Ahok, mungkin mereka kurang “piknik”. Sama saja dengan sejumlah netizen yang menyebut Yusril sebagai jongos parpol. Bisa jadi mereka melakukannya karena kenaifan. Padahal ketika media sedang ramai-ramainya memberitakan soal pencaguban Yusril, di Kompasiana sudah ada artikel yang mengatakan Yusril tidak mungkin nyagub. Dan terbukti, Yusril tidak akan nyagub.

Sekarang pertanyaannya, kalau dulu Ahok begitu mudah dan cepat memutuskan Heru Budi sebagai wakilnya, kenapa sekarang Ahok belum juga memutuskan bakal pendampingnya?

Jawaban pertama karena Ahok masih menginginkan Djarot sebagai calon wakilnya. Dengan bergabungnya Djarot, Ahok akan mendapatkan PDIP. Kalau pun PDIP maju dengan calonnya sendiri, setidaknya Ahok telah menguasao separuh dari mesin politik PDIP.

Kalau berhasil mendapat dukungan penuh dari PDIP, itu artinya ia telah menutup jalan untuk majunya Risma, calon pesaing terkuatnya. Dan sudah pasti, masuknya PDIP akan menjauhkan Ahok dari kemungkinan gagal nyalon. Jadi kerelaan Ahok untuk menunggu keputusan PDIP ini tidak lain dan tidak bukan demi kemenangan Ahok sendiri.

Jawaban kedua, terjadi tarik menarik yang kuat antara Ahok, Nasdem, Hanura, dan Golkar. Keempatnya mempunyak kekuatan tawar yang sama. Sebab kalau salah satu saja dari keempatnya menarik diri, maka koalisi “Ahok” bubar jalan. 

Benar, ketiga parpol itu sudah membangun kesepakatan dengan Ahok. Tetapi, setiap kesepakatan pastinya memuat pasal-pasal yang memungkinkan terjadinya pembatalan. Karena sangat tidak masuk akal kalau ketiga parpol itu menyodorkan cek kosong kepada Ahok. Istilah lawasnya tidak ada makan siang yang gratis. Buktinya koalisi ini sempat memanas dan saling ancam ketika Golkar mendesakkan pertanyaannya tentang cawagub.

Sayangnya, kali ini kecerdasan Ahok mendapat tantangan berat. Ungkapan-ungkapan Ahok kalau dirinya dekat dengan Mega dan Jokowi belum juga membuahkan dukungan PDIP kepadanya. Alih-alih memberikan dukungan, PDIP malah mengolok-olok Ahok dengan merilis simulasinya. Dalam simulasi itu, Ahok hanya menempati posisi cawagub. Tidak berhenti sampai Simulasi, PDIP pun mengejutkan publik dengan berhasil mengundang Ridwan Kamil dalam acaranya.

Emil memang belum tentu akan dicalonkan PDIP. Tetapi peluang Emil lebih besar ketimbang Risma. Pertama, tingkat resistensj warga Bandung jika Emil ditarik ke DKI lebih kecil ketimbang penolakan warga Surabaya kalau Risma didorong nyagub di DKI. Kedua, masa tugas Emil aksn berakhir pada 2018. Sementara, Risms baru setahun memulai periode keduanya sebagai Walikota Surabaya.

Emil bukan kader parpol manapun. Ia tidak ada bedanya dengan Ahok. Jadi, ketimbang mencalonkan Ahok, pastinya PDIP lebih memilih Emil. Tinggal apakah Emil disodorkan kursi DKI 1 atau DKI 2. Apapun itu pastinya PDIP akan menyandingkan Emil dengan kadernya sendiri.

Kemungkinan kader PDIP itu bukan Djarot. Karena Djarot sangat beraroma Ahok. Jadi sangat sulit mempertentangkan Ahok dan Djarot. Itu yang pertama. Kedua, nyaris tidak ada wakil yang bisa mengalahkan “boss-nya” dalam pemilu. Sebut saja Dede Yusuf di Jabar, Agus Al Wafier di Cirebon, Puspayoga di Bali, dan Jk saat Pilpres 2009. Ahok yang cerdas pastinya sudah menghitung-hitung soal kemungkinan ini.

Kecerdasan Ahok baru akan terlihat setelah ia dan calon wakilnya mendaftar di KPU. Tetapi, dari berbagai skenario, sepertinya Ahok akan melepas Djarot dan mencari calon pendamping lainnya. Di sini pun kecerdasan Ahok diuji oleh syahwat politil ketiga parpol pendukungnya. Satu saja dari parpol itu merasa dikecewakan, pencalonan Ahok pun bisa kandas terhempas seperti kapas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun