Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilgub DKI: Setelah Megawati Menjadi Penentu Arah Angin

8 Agustus 2016   14:50 Diperbarui: 8 Agustus 2016   15:03 2150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai 7 Agustus 2016 yang ditetapkan sebagai batas akhit penyerahan persyaratan calon gubernur perorangan, hanya Ichsanuddin Noorsy yang menyerahkan KTP dukungan. Ichsanuddin menyerahkan 600 ribu KTP yang dikumpulkan tim suksesnya sejak Oktober 2015. Jadi salah besar kalau mengatakan Ichsanuddin ujug-ujug nyagub.

Sekalipun sudah menyerahkan 600 ribu KTP dukungan, Ichsanuddin belum pasti dapat mengikuti tahapan pilkada selanjutnya. Karena dari 600 ribu KTP tersebut, sekitar 500 ribu KTP harus lolos verifikasi.

Tidak hanya Ichsanuddin  yang sudah mendaftar sebagai calon independen, tokoh-tokoh yang selama ini disebut akan nyagub lewat jalur parpol pun masih menunggu kepastian, sebut saja Sandiaga Uno, Sjafrie Sjamsoeddin, Tri Rismaharini. Bahkan Ahok bel tentu bisa nyagub. Tetapi bagi Ichsanuddin, keberhasilan atau kegagalannya tergantung pada kinerja t suksesnya sendiri. Sementara tokoh-tokoh lainnya sangat tergantung pada keputusan elit-elit parpol.

Pada Pilgub DKI 2017 ini, PDIP dan terutama Megawati tampil sebagai "hakim" yang akan memutuskan nama-nama calon gubernur. Dengan jumlah kursi di DPRD DKI yang dimilikinya, PDIP dapat mencalonkan jagoannya sendiri tanpa harus berkoalisi dengan parpol lainnya. Dan, kalaupun PDIP berkoalisi dengan Gerindra, maka Gerindra telah mengungkapkan kesediaannya hanya mengajukan kadernya sebagai DKI 2.

Sikap Gerindra ini pun pastinya bukan tanpa syarat. Gerindra pastinya hanya mau mengajukan kadernya sebagaj DKI 2 kalau calon DKI 1 yang diusulkan PDIP memiliki kans besar untuk menang. Sementara ini, kalau PDIP mengajukan Risma sebagai DKI 1, Gerindra akan menyandingkannya dengan Sandiaga. Tetapi kalau jagoan yang diusulkan PDIP bukan Risma, maka Gerindra akan maju dengan jagoannya sendiri, entah itu Sandiaga atau Sjafrie.

Tetapi ada kemungkinan Budi Waseso akan dicalonkan oleh PDIP sebagai DKI 1. Kans Buwas untuk memenangi Pilgub DKI lumayan besar. Setidaknya lebih besar ketimbang Adang Darajatun pada Pilgub DKI 2012. Berbeda dengan Adang, Buwas saat ini tengah berada di atas panggung. Popularitasnya melesat tinggi seiring denga maraknya pemberitaan terkait pemberantasan narkoba.

Seperti halnya Gerindra, parpol-parpol lainnya akan wait and see menunggu keputusan PDIP. Dalam Pilgub DKI kali ini, Demokrat, PAN, PPP, PKS, dan PKB tidak memiliki kader layak jual. Bahkan kelima parpol tersebut tidak menggelar ajang konvensi untuk menjaring cagub. Ke mana kelima parpol ini akan mengekor kalau PDIP-Gerindra tidak jadi berkoalisi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap raihan suara.  Dalam setiap pemilu, baik itu pileg, pilpres, maupun pilkada, tingkat elektabilitas calon lebih menentukan ketimbang parpol.

Di lain pihak posisi Ahok pun belum 100 % aman. Sebab ketiga parpol pendukungnya belum tentu akan memberikan tanda tangannya bagi pencalonan Ahok. Benar, Nasdem, Hanura, dan Golkar telah menyerahkan surat dukungannya. Tetapi belum jelas dukungan yang diberikan itu sebagai calon independen atau calon parpol. Dan kalaupun dukungan tersebut termasuk pencalonan Ahok sebagai cagub, adakah celah bagi ketliga parpol itu untuk menarik dukungannya.

Kemungkinan gagalnya Ahok untuk nyagub mulai nampak sejak intensnya komunikasi antara PDIP dengan Hanura. Hanura sangat mungkin hengkang untuk kemudian berkoalisi dengan PDIP. Tentu saja salah satu syaratnya PDIP tidak berkoalisi dengan Gerindra. Jika salah satu dari tiga parpol pendukungnya hengkang, secara otomatis Ahok gagal nyagub. Hal ini dikarenakan jumlah kursi ketiga parpol itu hanya 24 kursi (Nasdem 5, Hanura 10, dan Golkar 9). Sedangkan sesuai aturan parpol atau gabungan parpol baru bisa mencalonkan gubernur jika memiliki sekurangnya 22 kursi DPRD DKI. Sayangnya belum ada sinyal dari parpol-parpol lainnya untuk mendukung Ahok. Bahkan PDIP pun semakin melebarkan jaraknya dengan Ahok.

Situasi inilah yang membuat nilai tawar Ahok terhadap parpol menjadi rendah. Salah sedikit saja dalam "komunikasi" akan membuat pencalonannya gagal. Untuk meningkatkan kembali daya tawarnya, Ahom berupaya keras untuk mendapat dukungan dari PDIP. Karena dengan dukungan PDIP, otomatis Ahok dapat nyagub sekalipun tidak lagi didukung oleh Nasdem, Hanura, dan Golkar. Setidaknya masuknya PDIP dapat mengubah keseimbangan antara Ahok dan parpol pendukungnya.

Tanpa dukungan PDIP, nasib Ahok sama tidak jelasnya seperti Sandiaga, Sjafrie, Djarot, dan yang lainnya. Dan kini semua tokoh yang banyak disebut akan nyagub itu tengah menunggu keputusan parpol. Sementara keputusan parp baru bisa diambil setelah Megawati menentukan sikapnya. Dan, sialnya sikap Megawati iti baru akan diambil jelang batad akhir pendaftaran cagub, yaitu 21 Septembet 2016.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun