Sementara, Erdogan bukanlah politisi ingusan. Ia telah banyak makan asam garam. Erdogan tahu persis kalau situasi yang dihadapinya sangat tidak menguntungkan baginya. Ia tahu persis kalau gerakan milter tersebut bukan kudeta yang sesungguhnya. Tetapi ia tidak tahu tahu siapa dalang sebenarnya di balik aksi yang hanya menimbulkan kehebohan itu. Ia hanya bisa menuding kelompok Gulan sebagai dalangnya. Karena ketidaktahuannya itu Erdogan pun sama sekali tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh lawannya. Sementara lawannya dengan santainya tengah mengamati dirinya dan mereka-reka rencana susulan untuk menggulingkannya.
Situasi di lingkungan sekitar Erdogan pun pastinya sedang tidak kondusif. Hal ini dikarenakan timbulnya sikap saling mencurigai di antara mereka sendiri. Terlebih setelah ajudan Erdogan, Ali Yazici, mengaku terlibat dalam aksi kudeta tersebut. Pengakuan Yazidi tersebut telah mengisyaratkan adanya pendukung kudeta di lingkungan Istana. Pengakuan ini juga merupakan keberhasilan dari penentang Erdogan.
Selanjutnya, Erdogan saat ini sedang bergulat dengan opini yang menyebutnya gerakan kudeta tersebut sebagai “Operasi Bendera Hitam” atau operasi intelijen yang digerakkan oleh Erdogan sendiri. Ini juga merupakan keberhasilan dari skenario lawan Erdogan yang dengan sengaja melancarkan gerakan kudeta secara amatir. Keamatiran itu pun dengan sengaja dipertontonkan sehingga masyarakat awam langsung menuding gerakan tersebut sebagai Operasi Bendera Hitam.
Pascaa gerakan 15 Juli tersebut Erdogan merasa ada moncong senapan yang ditodongkan ke arah punggungnya. Picu senapan itu siap ditarik. Kemudian sebutir peluru akan meluncur deras sebelum menembus punggungnya. Celakanya, Erdogan tidak melihat siapa orang yang sedang mengarahkan moncong senapan ke punggungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H