Dari hitung-hitungan di atas, jelas kalau Sjafrie akan mendapat suara dari pemilih Foke-Nara dan sebagian pemilih Jokowi-Ahok. Dan, karena selisih antara Jokowi-Ahok dengan Foke-Nara hanya sekitar 8%, Sjafrie akan menang hanya dalam 1 putaran.
Pada Pilpres 2014 Prabowo-Hatta memetik 47% suara, sedangkan Jokowi-JK memanen 53%. Sampai saai ini pendukung Prabowo masih relatif solid. Siapa pun calon yang dijagokan Prabowo, para pemilih Prabowo pada Pilpres 2014 akan memilihnya. Paling hanya sebagian kecil pemilih Prabowo yang tidak akan memilih jago yang akan dipasang oleh Prabowo. Dan, pastinya jumlah pemilih Prabowo yang “menyimpang” angkanya tidak terlalu signifikan.
Dan ingat, salah satu strategi untuk menguatkan soliditas pendukung Prabowo adalah dengan terus melekateratkan Jokowi dengan Ahok. Hal ini bisa dibaca dari serangkaian pernyataan Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, dan lainnya. Dengan strategi ini maka sekitar 47% suara pendukung Prabowo-Hatta telah berada dalam genggaman Sjafrie. Sayangnya, gaya Dhani dan Ratna ini sebelas-dua belas dengan Fahri Hamzah yang tanpa kontrol. Akibatnya, serangan keduanya bisa jadi bumerang yang mematikan.
Di sisi lain, 53% pemilih Jokowi-JK akan terpecah antara memilih Ahok atau memilih jagoan yang diusung oleh PDIP. Dari 53% suara itu, Ahok akan mampu memakan lebih banyak suara pemilih ketimbang jagoan PDIP.
Dari pendekatan Pilpres 2014, dengan mengantongi modal sekitar 47% suara, peluang Sjafrie untuk menang dalam 1 putaran sangat besar. Kalaupun pilkada sampai harus digelar dalam 2 putaran, peluang Sjafrie untuk memenanginya tetap besar.
Dalam putaran kedua, Sjafrie yang sudah mengantomgi sekitar 47% suara akan berhadapan dengan Ahok. Sjafrie hanya butuh 3% plus 1 suara untuk memenangi pilgub. Dan suara itu akan dengan mudah didapat Sjafrie menginat tidak semua, bahkan banyak, pendukung Jokowi yang tidak menyukai kepribadian dan gaya kepemimpinan Ahok. Apalagi setelah Ahok terseret dalam berbagai kasus korupsi. Jadi, sekalipun digelar dalam dua putaran pemenangnya tetap saja Sjafrie.
Berapa sebenarnya suara potensial yang sanggup diaraih Ahok? Dengan asumsi peristiwa #TemanAhokNyolongKTP tidak pernah terjadi. Atau peristiwa itu hanya terjadi pada Anto dan bukan fenomena gunung es. Maka suara potensial yang bisa diraih Ahok adalah sejumlah KTP yang berhasil dikumpulkannya. Dari pengamatan, pengumpul KTP ini akan tetap mencoblos Ahok meskipun Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Masalahnya bagi Ahok, jumlah pendukungnya sudah relatif stagnan. Hal ini karena pengumpul KTP berasal dari lingkungan yang sama, seperti satu keluarga, satu kerabat, satu lingkungan hunian, satu pertemanan arisan, satu kantor, satu geng kongkow, dan lainnya. Katakanlah KTP yang berhasil dikumpulkan mencapai 1,2 juta. Kalaupun pendukung Ahok bertambah, pertambahannya tidak akan lebih dari 50%. Jadi, Ahok paling banter akan meraih 1,8 juta suara atau hampir sama dengan perolehan suara Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI 2012.
Kemudian, pada Pilgub DKI 2017 Jokowi-Ahok meraih 2.472.130 suara pada putaran kedua. Sedangkan Foke-Nara meraup 2.120.815 suara. Selisih keduanya hanya 351.315 suara. Lantas, pada Pilpres 2014 Prabowo-Hatta memperoleh 2.528.064 suara. Sementara itu Jokowi-JK menggaet 2.859.894 suara.
Maka, potensi suara Ahok yang berjumlah 1,8 juta suara akan berhadapan dengan potensi suara yang akan diraih Sjafrie, yaitu 2,1 juta plus dan 2,5 juta plus. Jadi, dari angka-angka ini pun Sjafrie tetap yang bakal keluar sebagai pemenangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H