Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dokumen Hoax Ini Disebarluaskan untuk Meredam Goncangan Akibat Berita Tempo

17 Mei 2016   21:38 Diperbarui: 18 Mei 2016   10:34 3768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com

Sebelumnya, ada yang menarik dengan tabel “Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)”. Tabel ini beredar di kalangan wartawan sehari setelah Koran Tempo menurunkan berita “Agung Podomoro Seret Ahok” sebagai berita utamanya (Headline) pada 11 Mei 2016.

Tabel “Daftar Konstribusi ...” itu pun diunggah Kompas.com dalam berita ini. Kompas.com mengunggahnya pada 13 Mei 2016 atau 2 hari setelah berita Koran Tempo. Di bawah tabel sebelah kanan, Kompas mencantumkan “dokumentasi”. Dan, dalam keterangannya, Kompas.com menuliskan “Dokumentasi yang disebut berasal dari sumber di Agung Podomoro Land”.

 Kalau diperhatikan, tabel terebut terdapat beberapa kejanggalan. Pertama, di situ tertulis “yang Telah diterima Gubernur Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dari Agung Podomoro”. Hanya dituliskan “Gubernur” tanpa ada nama propinsi. Penulisan “Tjahaya” salah. Yang benar “Tjahaja”. Kemudian, terdapat kata “alias”. Untuk dokumen yang bersifat resmi menuliskan nama alias terlihat janggal, kecuali untuk kepentingan tertentu. Ditulis dalam tanda kurung (...) pun masih janggal. Selain itu hanya ditulis “Agung Podomoro” bukan “PT Agung Podomoro Land”.

Kedua, kalau benar dokumen itu berasal dari Podomoro sudah barang tentu Podomoro tidak akan mencantumkan “Komtribusi ini tidak memiliki payung hukum”. Karena dengan menuliskan kalimat itu sama saja dengan mengakui kalau pemberian dana kepada Gubernur Ahok tersebut bersifat ilegal.

Dengan banyaknya kejanggalan pada dokumen tersebut bisa disimpulkan kalau dokumen itu hoax. Jadi, tidak usah heran kalau Ahok dengan mudah membantah dokumen tersebut. Tidak ada yang alah dengan bantahan Ahok. Tetapi, masyarakat jangan terkecoh oleh beredarnya dokumen hoax dan bantahan Ahok tersebut. Sebab, beredarnya dokumen itu bisa ditenggarai sebagai upaya penyesatan informasi dari berita Koran Tempo. Dengan informasi itu perhatian publik teralihkan dari fakta-fakta yang sebenarnya.

Kalau membaca 2 berita Koran Tempo  ini dan ini didapat beberapa informasi yang perlu digarisbawahi.

Pertama, menurut Sumber Tempo di KPK, sekitar 8 jam Ahok ditanyai seputar dugaan permintaan Pemprov DKI kepada Podomoro Land untuk membiayai sejumlah proyek. Dan, sebagai timbal balik, pemprob DKI akan memberikan pemotongan kontribusi tambahan bagi Podomoro yang menggarap pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Kedua, pertanyaan penyidik KPK di atas diawali dengan ditemukannya dokumen saat KPK menggeledah kantor Podomoro pada 1 April 2016.

Ketiga, kepada penyidik komisi antirasuah, Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja membenarkan temuan KPK itu.

Keempat, selain memo permintaan Ahok, penyidik juga menemukan perjanjian 12 proyek pemerintah yang dikerjakan Podomoro. Salah satunya membanagun rumah susun sewa sederhana Daan Mogot, Jakarta Barat.

Kelima, Ahok tidak menjawab pertanyaan wartawan soal Pemprov DKI yang meminta Podomoro membiayai sejumlah proyek, salah satunya penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara.

Artinya, berita yang diangkat oleh Koran Tempo itu semestinya tidak lagi mengejutkan bagi Ahok, sebab sehari sebelumnya masalah itu sudah ditanyakan oleh penyidik KPK kepadanya. Dan bukan hanya oleh penyidik KPK, wartawan pun sudah menanyakannya begitu Ahok keluar dari gedung KPK. Dari berita Koran Tempo juga bisa disimpulkan kalau informasi tentang pertanyaan penyidik KPK sudah bocor ke wartawan, setidaknya sebelum Ahok keluar dari gedung KPK.

Dari berita Tempo itu jelas kalau bocoran informasi itu berasal dari materi pemeriksaan atas Ahok. Bukankah materi pemeriksaan beserta bukti-bukti pendukungnya sudah disiapkan beberapa hari sebelumnya. Dan, malam hari sebelum Ahok diperiksa, KPK sudah mengumumkan garis besar pertanyaan yang akan dicecar kepada Ahok. Sementara informasi pertanyaan tentang barter penggusuran Kalijodo dengan proyek reklamasi hanya diterima oleh Tempo.

Dari berita Tempo, memo permintaan Ahok dengan perjanjian didapat dari dokumen yang berbeda. Jadi, bukan dalam satu lembar sebagaimana dokumen .“Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)” yang diunggah Kompas.com. Dengan kata lain, “Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)” bukan memo permintaan Ahok yang ditemukan KPK saat penggeledahan 1 April lalu.

Menariknya, berbeda dengan Kompas,com dan sejumlah media lainnya, Tempo tidak mengunggah dokumen.“Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)”. Tempo hanya memberitakan adanya data yang beredar di kalangan wartawan. Artinya, Tempo tidak terpengaruh dengan data seperti yang diunggah Kompas.com.

Pertanyaanya, kalau dokumen .“Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)” hoax, kenapa kejanggalannya dibuat sedemikian vulgarnya? Begini, informasi sevalid apapun bisa diragukan kebenarannya kalau informasi tersebut ditandingi dengan informasi lainnya. Informasi tandingan tersebut pastinya harus serupa atau mirip dengan kejanggalan-kejanggalan yang sengaja ditampilkan secara vulgar.

Misalnya, Jati bercerita kalau Elde mengaku baru saja menemukan dompet berisi uang Rp 3 juta. Besoknya, Arke bercerita kalau Elde mengaku menemukan dompet berisi uang Rp 100 juta.. Tetapi, versi cerita Jati berbeda dengan versi Arke. Cerita versi Jati masuk akal. Sementara versi Arke tidak masuk akal karena sangan janggal dan kejanggalannya terlalu vulgar. Karena Jati dan Arke sama-sama bercerita tentang pengakuan Elde, maka orang akan menganggap pengakuan Elde mencla-mencle dan tidak bisa dipercaya. Ujung-ujungnya, cerita Jati pun tidak dipercaya lagi.

Begitu juga dengan berita permintaan Ahok kepada Podomoro yang dimuat Koran Tempo dengan dokumen yang diunggah Kompas.com. Tempo menuliskan kalau permintaan Ahok itu ditemukan dalam bentuk memo saat KPK menggeledah kantor Podomoro. Kompas.com pun mengatakan informasinya bersumber dari Podomoro. Tetapi, informasi yang dimuat Kompas.com terdapat sejumlah kejanggalan yang sedemikian vulgarnya. Motifnya jelas untuk membangun opini kalau informasi yang diberitakan Tempo tidak bisa dipercaya.

Kemarin, Kompas.com memberitakan (di-copas saja):

Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan tidak ada materi pemeriksaan terkait barter syarat reklamasi antara PT Agung Podomoro Land dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sebelumnya diberitakan dalam pemeriksaan tersangka Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, disebutkan bahwa Podomoro menggelontorkan ratusan miliar kepada Pemprov DKI untuk biaya sejumlah penggusuran tempat kumuh.

"Menurut penyidik, tidak ada keterangan seperti itu," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di kantornya, Jakarta, Senin (16/5/2016).

Walau demikian, Yuyuk mengatakan pemeriksaan Ariesman hari ini berkaitan terkait dugaan tersebut.

"Beberapa dugaan akan dikonfirmasikan kepada tersangka maupun saksi. Jadi ini untuk konfirmasi lagi apakah benar data-data yang sudah diperoleh KPK, dugaan yang sudah ada, itu dikonfirmasi lagi," tukas Yuyuk.

Lha, kan angka ratusan milyar itu asalnya dari dokumen hoax, bukan dari Tempo. Tempo hanya menyebut angka Rp 6 milyar. KPK yang ngawur atau berita Kompas.com yang ngaco?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun