Senin lalu Populi Center merilis survei tentang elektabilitas Ahok. Katanya, elektabilitas Ahok meningkat tipis dari 49,5% pada Februari 2016, menjadi 50,8% pada April 2016.
Memang ada juga lembaga survei Kedai Kopi yang menyebut elektabilitas Ahok turun. Tetapi, kredibilitas lembaga survei ini patut dipertanyakan. Dan pernah saya tuliskan kelucuannya di Kompasiana.
Sebelum ngobrol-ngobrol lebih jauh, saya mau bertanya lebih dulu.
Saya beri tiga pertanyaan..
1. Menurut pengamatan, apa merek pasta gigi yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah teman-teman?
2. Menurut pengamatan, apa merek obat masuk angin yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah teman-teman?
3. Menurut pengamatan, apa merek rokok filter yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah teman-teman?
Saya yakin teman-teman akan mudah menjawab pertanyaan pertama. Untuk pertanyaan kedua dijawab dengan ragu-ragu. Dan, menjawab “tidak tahu” untuk pertanyaan ketiga.
Oke, sekarang bandingkan jawaban teman-teman dengan hasil survei ini
Apa artinya? Artinya, hasil survei sebenarnya tidak jauh-jauh dari pengamatan. Survei terkadang hanya sebagai alat untuk mempertegas hasil pengamatan tersebut. Karena brand awareness dan segala macamnya tentang rokok sulit diketahui hanya lewat pengamatan, maka tidak jarang produsen rokok besar melakukan survei dua kali dalam setahun.
Kembali ke survei Populi. Sebelum survei itu digelar pada 15 hingga 21 April 2016, Ahok diperiksa KPK terkait kasus Sumber Waras. Tidak hanya itu, nama Ahok pun tersangkut dalam kasus suap reklamasi di Teluk Jakarta.
Memang dalam kasus Sumber Waras belum ada seorang pun yang menjadi tersangka, Tetapi dalam kasus reklamasi, tersangkanya sudah ada. Sejumlah kolega Ahok pun turut terseret dalam kasus korupsi ini, sebut saja Ariesman Widjaja dan Aguan. Bahkan orang dekat Ahok, Sunny Tanuwidjaja, sudah dicegah ke luar negeri.
Pertanyaannya, dengan jepitan dua kasus tersebut, lazimkah bila elektabilitas Ahok merangkak naik?.
Sebagai perbandingan, ambil saja kasus korupsi yang menjerat Partai Demokrat. Karena kasus bailout Bank Century, Wisma Atlet, dan Hambalang, akibatnya elektabilitas Demokrat merosot. Merosotnya elektabilitas Demokrat ini kemudian terbukti dengan perolehan suaranya pada pileg 2014 yang jeblok. Sebab akibat serupa juga dialami oleh PKS yang elektabilitasnya sempat menurun tajam pasca dihantam kasus suap kuota impor daging sapi.
Nah, apakah “sebab-akibat” serupa tidak berlaku pada Ahok? Kalau tidak, artinya ada yang tidak lazim dengan hasil survei Populi ini.
Oke, elektabilitas Demokrat dan PKS ludes karena faktor gencarnya pembertitaan. Bisa dikatakan hampir tidak ada satu pun media arus utama yang berpihak kepada kedua parpol tersebut.
Hal ini berbeda dengan Ahok. Sejumlah media arus utama lebih cenderung menjadi corong propafanda Ahok. Tetapi, di sisi lain beberapa media arus utama pun gencar menyerang Ahok. Bisa dikatakan untuk dukungan media, antara yang pro dan kontra terjadi keseimbangan.
Tetapi, pertanyaannya, apakah peran media yang berpihak pada Ahok sangat signifikan dalam menahan gempuran opini ( bahkan balik menyerang) yang mengaitkan Ahok dengan kedua kasus tersebut? Jika jawabannya benar, maka lazim jika elektabilitas Ahok terangkat meski digempur oleh dua kasus yang serius ini.
Oke, naiknya elektabilitas Ahok bisa dianggap lazim. Saya setuju pendapat itu. Demikian juga sebaliknya, lazim kalau ada lembaga survei yang menyebut elektabilitas ahok turun pun. Kuncinya: Keterbelahan media.
Tetapi, ada satu kaitan yang menggelitik dari tingkat elektabilitas Ahok. Dan dari kaitan itu, kita bisa mengatakan kalau ada sesuatu dengan angka-angka pada rilis survei yang menguggulkan Ahok. Sebenarnya sudah saya tulis. Tapi, rencananya akan saya tulis secara terpisah.
(BERSAMBUNG)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI