Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jurus Dagang Rumah Makan Padang dalam Menjaring Pelanggan Ini Patut Dicoba oleh Bank Syariah

14 April 2016   19:27 Diperbarui: 4 Mei 2016   16:35 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ATM Bank Syariah Mandiri (Dok. Pri)"][/caption]Setiap jam makan siang ruas Jalan Cangkring di Kota Cirebon, selalu dipenuhi oleh kendaraan yang diparkir. Tidak jarang parkiran kendaraan meluber sampai Jalan Tentara Pelajar yang ada di sebelah selatannya. Puluhan kendaraan itu ditinggal oleh pemiliknya untuk menyantap makan siang di sebuah rumah makan nasi Jamblang. Cukup hanya dengan melihat padatnya parkiran kendaran kita sudah tahu kalau bangku-bangku di dalam rumah makan tersebut sudah terisi penuh.

Situasi serupa juga terlihat pada parkiran sejumlah bank konvensional di Kota Cirebon yang nyaris dipenuhi oleh kendaraan nasabahnya. Sayangnya, “nasib” tempat parkir bank konvensional ini tidak dialami oleh parkiran bank syariah. Setiap harinya, area parkir bank syariah hanya diisi oleh dua-tiga mobil (itu pun dua di antaranya milik kepala bank dan kendaraan operasional bank) dan sederetan motor yang pastinya sebagian dari motor-motor itu milik karyawan bank yang bersangkutan. Jadi, dari parkirannya saja kita sudah bisa menerka seberapa ramai nasabah yang ada di dalam gedungnya.

Luarnya Sepi, “Dalamannya” Juga

[caption caption="Searah jarum jam dar kiri atas: gedung Bank BJB Syariah, gedung BRI Syariah, “dalaman” gedung Bank Syariah Mandiri, gedung Bank Syariah Mandiri. Foto diambil pada Jumat 8 April 2016 pukul 09.27-09.43 WIB (Sumber Dok Pri) "]

[/caption]

Seperti pada Jumat 8 April 2016 lalu, area parkir Bank Syariah Mandiri (BSM) yang berlokasi di Jalan Siliwangi, Cirebon, nampak sepi. Hanya terlihat sebuah mobil yang terparkir. Begitu juga dengan parkiran Bank BJB Syariah yang berada tepat di sebelah utaranya dan Bank BRI Syariah yang ada di seberangnya. Sebelas-dua belas dengan parkirannya, “dalaman” BSM pun sepi oleh nasabah. Hanya ada sepasang suami istri yang duduk berdampingan mengisi deretan bangku paling belakang..Sementara dua puluhan bangku lainnya kosong. Padahal saat itu waktu tengah menunjukkan pukul sepuluh siang atau waktu sibuk.

Sepinya parkiran BSM ini diakui oleh Warso, petugas parkiri BSM, saat ditemui di teras depan BSM.

“Iya, biasanya seperti ini,” kata Warso saat ditanya tentang situasi area parkir yang sudah dijaganya selama 5 tahun.. “Kadang-kadang ramai pating grudug,” imbuhnya dalam bahasa Cirebon dengan logat Bedulan yang kental.

Keterangan sedikit berbeda diutarakan oleh Yadi yang kebetulan saat itu tengah bertugas sebagai satpam BSM.

“Kebetulan saja sedang sepi,” ujarnya sambil memandang deretan kursi tunggu yang kosong. “Biasanya sih ramai,’ tegasnya.

Ternyata, menurut informasi dari sejumlah sobat kompasianer yang tinggal di beberapa kota di Indonenesia, “nasib” serupa pun dialami oleh parkiran bank-bank syariah di kota tempat tinggalnya..

Pertanyaannya, kenapa bank syariah di Cirebon dan di kota-kota lainnya kurang diminati masyarakatnya? Padahal, sekarang ini pelayanan, fasilitas, dan keamanan bank syariah sudah setara dengan bank konvensional. Apalagi, ada satu kelebihan yang hanya dimiliki oleh bank syariah, dan tidak mungkin dipunyai oleh bank kenvensional. Satu kelebihan itu adalah surga. Bukankah setiap orang ingin masuk surga. Sampai-sampai pada tahun 1990-an berseliweran di kaca-kaca mobil stker bertuliskan “Muda Foya-foya. Tua Kaya Raya. Mati Masuk Surga”. Tapi, kenapa bank syariah yang menawarkan surga ini masih saja sepi?

Jangankan Lawan Bank Konvensional, Dibandingkan Caleg Parpol saja Bank Syariah Kalah Greget

Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggiatkan kampanye Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS). Pertanyaannya, bagaimana bisa mencintai kalau tidak mengenali. Dan kurang dikenalinya bank syariah sudah pasti karena kurangnya promosi atau sosialisasi. Dalam soal sosialisasi, bank syariah masih kalah greget dibanding calon legislatif. Caleg, setahun sebelum pemilu sudah wara-wiri anjang sana-anjang sini sambil membawa dos-dosan kerudung, kaos, stiker, kalender, dan berbagai macam barang lainnya untuk dibagikan. Sedangkan, bank syariah hanya beriklan jor-joran di bulan Ramadhan saja. Selebihnya hanya sekali-dua kali muncul dalam bentuk iklan koran cetak.

Kalau dibandingkan dengan iklan bank konvensional,  iklan bank syariah hanya terasa bagaikan angin sepoi-sepoi. Apalagi kalau dibandingkan dengan iklan “Untung Beliung” BRI yang berhembus kencang di setiap jeda iklan program-program prime time stasiun televisi. Dari situ saja sudah terbaca jika untuk sosialisasi, bank syariah tidak mempunyai amunisi sebanyak bank konvensional..

Kurangnya iklan atau sosialisasi itulah yang menyebabkan bank syariah kurang dikenal oleh masyarakat. Kelemahan ini diakui oleh Kepala Bagian Perizinan dan Administrasi Dokumentasi Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) Janu Dewandaru,

"Memang benar mengapa bank syariah kurang dikenal di masyarakat karena kurangnya sosialisasi karena kurangnya dana. Ini faktanya," ungkapnya saat menyampaikan pemaparannya pada sosialisasi perbankan Syariah bagi Komunitas wartawan Kementerian Agama, di Bandung, Jawa Barat, 9 April 2011. (Sumber: Di sini )

Akibat dari minimnya dana itu, menurut Janu, iklan bank syariah hanya untuk momen tertentu saja seperti pada bulan Ramadhan.

"Di luar bulan itu bank syariah melakukan promosi secara gerilya yang memakan biaya sedikit, dengan langsung mendatangi calon nasabah," lanjutnya.

Tidak jelas apa yang dimaksud Janu dengan promosi secara gerilya. Apakah gerilya dari pameran ke pameran, dari perusahaan ke perusahaan, dari komunitas ke komunitas, dari masjid ke masjid, atau dari pintu rumah ke pintu rumah.

Apakah Tidak Ada Strategi Sosialisasi Lainnya Selain Beriklan?

Bagi yang lama berkecimpung dalam marketing research pastinya sudah tidak asing lagi dengan jawaban responden atas beberapa pertanyaan, seperti berikut ini.

“Dari mana pertama kali Bapak mengetahui produk ini?” Begitu kira-kira pertanyaan yang tertulis pada kuesioner sebuah survei. Atas pertanyaan tersebut, jawaban terbanyak adalah media, kedua teman atau kerabat, dan yang  ketiga adalah sales. Artinya, jumlah responden yang mengetahui suatu produk dari media lebih banyak dari jumlah responden yang mengetahuinya dari teman/kerabat dan sales.

Tetapi, ketika responden ditanya, “Siapakah yang paling mempengaruhi Bapak untuk membeli produk tersebut?”, jawaban terbanyak adalah sales, kedua teman atau kerabat, dan ketiga adalah media.

Jadi, menurut survei, media memang paling efektif untuk mengenalkan suatu produk  Media menjadi faktor paling efektif karena memiliki jangkauan paling luas dan bisa dilihat atau didengar oleh banyak orang. Tetapi, media tidak memiliki kemampuan untuk membujuk masyarakat mau membeli atau menggunakan produk yang diiklankan.

Teman atau kerabat. Setiap orang pasti punya teman atau kerabat, setidaknya orang tua. Teman atau kerabat ini pastinya punya pengalaman baik atau buruk dengan suatu produk. Pengalaman itu biasanya akan ditularkan kepada orang-orang dekat di sekitarnya. Sedikit banyak certa teman atau kerabat itu dapat mempengaruhi kita terhadap suatu produk. Strategi dagang ini dipraktekan oleh sejumlah perusahaan lewat program yang dinamai “Customer Get Customer”.

Lantas, bagaimana dengan sales? Sales, memiliki banyak keterbatasan, misalnya jumlah personel, keterbatasan waktu, keterbatasan ruang gerak, dan keterbatasan lainnya. Karenanya, seles tidak akan efektif untuk pengenalan suatu produk. Namun demikian, sales memiliki product knowledge yang tidak dimiliki oleh media ataupun teman/kerabat. Dengan product knowledge yang dimilikinya, sales mempu menjelaskan secara rinci tentang produk yang dijualnya. Selain itu, sales juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan produk yang ditawarkannya.

Sederhananya, iklan dan sosialisasi lewat media hanya efektif untuk mengenalkan produk, tetapi kurang mampu mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan layanannya. Mungkin itulah jawaban kenapa bank syariah masih kurang diminati meski di setiap bulan Ramadhan iklan dan sosialisasinya digenjot selama satu bulan penuh.

“Jika Anda Puas Beritahu Teman. Jika Anda kecewa Beritahu Kami”

Jelas untuk mengejar ketertinggalannya dari bank konvensional, bank syariah tidak bisa menggantungkan asa pada iklan dan tim salesnya. Untuk itu  bank syariah dapat memanfaatkan “teman”. Dan, “teman” yang paling potensial untuk diajak bergandengan tangan adalah masjid dan komunitas keagaaman Islam.

[caption caption="Hiasan pada rumah makan Padang (Sumber foto: blog.umy.ac.id)"]

[/caption]Jumlah “teman” bank syariah di Indonesia ini pastinya banyak. Untuk masjid dan musholah saja, menurut catatan Dewan Masjid Indonesia, saat ini berjumlah  850 ribu. Dan masjid bukan sekedar rumah ibadah bagi muslim, tetapi juga tempat berinteraksi antar sesama jamaah dan masyarakat di sekitarnya. Di situlah, baik secara sengaja maupun tidak, terbentuk komunitas-komunitas, ada majelis taklim, ada dewan kemakmuran masjid, ada remaja masjid, dan lain sebagainya.

Masalahnya, produk bank syariah tidak bisa disosialisasikan hanya dengan satu kali kunjungan. Untuk menyosialisasikan lebih dalam dari sekedar kuli, bank syariah membutuhkan tiga sampai empat kali kunjungan. Dengan asumsi satu masjid membutuhkan tiga kali kunjungan, artinya, dibutuhkan 2,5 juta kali kunjungan. Dan, itu baru masjid dan musholah, belum lagi komunitas keagamaan yang jumlahnya juga tidak sedikit.

Namun demikian, dengan strategi “Customer Get Customer”. bank syariah tidak perlu melakukan kunjungan sampai berjutaan kali itu. Caranya, dengan mengajak jamaah masjid maupun anggota komunitas untuk bekerja sama. Jamaah masjid dan anggota komunitas tersebut pastinya sudah menjadi nasabah bank syariah dan bersedia menyosialisasikan bank syariah. Kebersediaan ini pastinya timbul karena merasa puas dengan layanan perbankan syariah.

Jamaah masjid atau anggota komunitas pastinya memiliki banyak kelebihan ketimbang iklan maupun sales. Mereka dapat bertemu dengan teman-temannya kapan pun di mana pun. Bahkan, di era media sosial ini, teman bisa berkomunikasi kapan saja di mana saja tanpa harus bertemu muka. Terlebih, teman memiliki satu faktor yang belum tentu dimiliki oleh iklan atau sales. Dan, faktor itu adalah hubungan emosional. Itulah sebabnya ajakan seorang teman lebih mengena ketimbang pendekatan yang dilakukan oleh sales..

Sebenarnya, jurus dagang “gethok tular” ini sudah lama dipraktekan oleh rumah makan Padang. Lewat hiasan pada dinding yang bertuliskan “Jika Anda Puas Beritahu Teman. Jika Anda kecewa Beritahu Kami”, rumah makan Padang menghimbau pelanggannya untuk menyampaikan pengalamannya menyantap masakan tersebut kepada teman-temannya.

Malah,  tanpa perlu dipasangi hiasan “Jika Anda Puas ...”, pelanggan akan dengan senang hati menyampaikan pengalaman.tentang suatu produk. Jadi, bank syariah hanya perlu mendorong nasabahnya untuk membudayakan kebiasaan ini.

Karenanya sudah waktunya bagi bank syariah untuk menerapkan jurus “gethok tular” ini. Kalau strategi ini berhasil, bisa dipastikan jumlah nasabah akan meningkat tajam dan sudah barang tentu parkiran pun akan disesaki oleh kendaraan nasabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun