Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(Yogya X-File) Kalau Pernah Bertemu Alien, Apa Mungkin Diceritakan?

1 April 2016   08:52 Diperbarui: 1 April 2016   12:21 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber:x-files.wikia.com"][/caption]Bukan paras ayu yang bikin bahagia, tapi langit malam yang tak ditutupi oleh gumpalan awan. Di sana ada bintang kecil yang amat banyak menghias angkasa. Kalau dipikir-pikir, bintang itu mirip-mirip dengan si dia. Kalau bintang, yang terlihat cuma cahayanya saja, tapi bendanya entah ada di mana. Kalau si dia, yang ada cuma bayangannya saja, sedang raganya ada di kejauhan sana.

Saat memandangi langit malam, apalagi di tengah alam terbuka, terbayang betapa luasnya alam semesta ini. Entah berapa luas jagad raya yang kata para ahli terus mengembang ini. Bayangkan, setelah matahari, bintang terdekat dengan Bumi yang dinamakan Proxima Centauri jaraknya 4,2 tahun cahaya. Kalau cahaya yang berkecepatan 299.792.458 meter per detik saja membutuhkan waktu sampai 4,2 tahun, bayangkan bagaimana dengan skuter buatan 1970-an. Sebagai bahan perbandingan, untuk jatuh dari mata ke hati yang jaraknya sekitar setengah meter, cinta membutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.

Sewaktu, memikirkan keluasan jagad tidak jarang melintas satu pertanyaan, “Apakah di jagad yang begitu luas ini kita sendirian?” Lalu, “Apakah kita punya ‘saudara’?” Bayangkan, kalau di alam yang luasnya sedemikian ini kita sendirian, betapa sepinya kita. Dan, satu pertanyaan lagi, “Kalau memang ‘saudara’ itu ada, apakah jodohku ada di antara mereka?”

Seandainya kita tidak sendiri. Bagaimanakah rupa “saudara” kita itu? Miripkah dengan kita? Atau ....  Ah, seharusnya mereka juga punya media sosial semacam Facebook. Jadi, kita yang ada di bumi ini bisa terhubung dengan mereka, lalu saling berkirim foto-foto selfie. Tapi, sebelum muncul berbagai khayalan yang lebih norak lagi, ada satu pertanyaan yang paling penting, apakah “saudara” kita itu bisa bersahabat atau malah memusuhi kita?”

Sewaktu masih muda, kalau pas lagi suntuk bawaannya pengen mengasingkan diri ke pantai, biasanya pantai Parangtritis. Soalnya kalau ke pantai bisa sendirian. Beda dengan ke gunung yang harus ngajak teman-teman. Kalau ke Parangtritis biasanya berangkat selepas waktu Ashar, dan pulangnya keesokan pagi harinya. Sampai di pantai biasanya cuma duduk-duduk atau tetiduran di atas pasir. Kalau sudah tidak tahan, langsung cari penginapan kecil yang biasanya merangkap warung. Waktu itu cukup membayar Rp 5.000 semalamnya.

Pada masa itu di Yogya duit Rp 5,000 lumayan besar. Sebagai gambaran, kalau bawa uang Rp 1.000, kita bisa makan di warung dengan ayam dan minumnya air putih, tapi kalau lauk yang diambil telur, minumnya bisa es jeruk atau es teh.  

Di sekitar pantai Parangtritis banyak titik yang pas mantap untuk menyepi di malam hari. Tapi, pilih tempat yang tidak begitu jauh dari pemukiman. Bukan apa-apa, khawatir kalau terjadi sesuatu.

Hari itu tanggal 20 April 1997. Seperti biasaya, lepas waktu Isya suasana Parangtritis sudah sepi ditinggal pengunjungnya. Muda-mudi yang sampai lepas Maghrib masih nongkrong-nongkrong sudah tidak terlihat lagi. Sedang lapak-lapak penjual kelapa muda sudah sejak sore dikosongkan pemiliknya. Hanya di malam-malam tertentu, seperti malam minggu atau malam liburan lainnya, lapak-lapak itu buka sampai malam. Dagangannya pun bukan lagi minuman segar, tapi minuman hangat, misalnya, kopi, teh, sampai wedhang jahe, kadang dijual juga jagung bakar.

***

Suara seperti orang yang sedang bercakap terdengar. Baru saja kelopak mata membuka sedikit, cahaya yang menyilaukan menerpa. Reflek, kelopak mata menutup lagi sambil memalingkan kepala ke kiri..

Kepala terasa ditekan.  

Kemudian terasa ada benda tajam yang menusuk sisi kanan leher belakang..

Mata membelalak

Cahaya menyilaukan.

Sebuah ruangan yang serba putih.

Di antara cahaya yang menyilaukan terlihat dua orang berdiri di samping kiri. Wajah keduanya tidak terlihat jelas.

Terlihat sebuah garis tipis berwarna merah yang turun-naik menyala berkedap-kedip.    

***

Malam itu, dua hari setelah nyepi di Parangtritis, nafas terasa sesak. Beruntung sekitar pukul setengah delapan ada teman yang mampir ke kos. Ebes, begitu teman-teman memanggilnya. Tanpa membuang banyak waktu, ia mengantar ke Rumah Sakit Bathesda.

Sesampainya di rumah sakit dan setelah mendaftar, seorang perawat dengan tahi lalat kecil di atas alis kanannya datang menghampiri.

“Mari, Mas,” ucapnya..

Perawat itu melangkah menuju ruangan yang bersebelahan dengam tempat pendaftaran.

“Masnya naik sini,” kata perawat berkulit sawo matang itu sambil menepukkan tangannya pada ranjang.

Kemudian, sambil bertanya ini-itu, ia memeriksa tekanan darah.

Kurang dari sepuluh menit kemudian, “Masnya pindah saja,” katanya meminta untuk diikuti.

Saat mengikuti perawat itu, sekilas sempat melirik ke dalam ruangan yang dilewati. Di dalamnya terlihat ada monitor yang menampilkan garis tipis turun-naik yang berwarna hijau.

Di depan ruangan dengan pintu yang terbuka perawat itu berhenti lalu memutar badanya. “Mari, Mas,” ucapnya.

Ruangan yang dimasuki lebih sempit dari ruangan sebelumnya. Hanya ada satu ranjang di situ. Di belakang ranjang ada tabung oksigen.

“Naik, Mas,” kata perawat sambil menunjuk ranjang bersprai warna putih. Suaranya pelan, nyaris tidak terdengar

Kemudian dengan cekatan ia memasangkan alat bantu pernafasan yang terhubung dengan tabung oksigen. Dan, tanpa bicara lagi ia meninggalkan ruangan. Bahkan, sampai di pintu pun ia tidak menoleh ke belakang.

“Semoga masih bisa bertemu dengannya.”

Tidak lama kemudian seorang dokter berkumis tipis datang. Setelah bertanya ini-itu, ia mengeluarkan jarum suntiknya.

“Saya suntik, ya?” kata dokter berkumis tipis itu.

Hanya anggukan kecil sebagai jawaban.

Di saat ujung jarum suntik menembus kulit lengan kiri, bayagan mimpi ketika tertidur di pantai Parangtritis melintas.

“Jadi, yang menusuk leher dalam mimpi itu jarum suntik!”

Sekitar pukul dua dini hari perawat dengan tahi lalat keci di dahi kirinya datang. Satu-dua pertanyaan diucapkannya.

“Masnya sudah bisa pulang,” katanya tanpa senyum.

“Sekarang?”

“Iya,” jawabnya singkat. Hanya seulas senyum tipis yang diberikannya.

***

Entah kapan, tapi pastinya waktu itu sedang keramas mandi sore. Pas membasuh rambut bagian belakang, terasa ada benjolan sebesar biji lada di leher belakang sebelah kanan tepat di tepian garis rambut. Sebelumnya, benjolan itu tidak pernah ada!

Seketika rekaman mimpi ketika teridur di pantai Parangtritis melintas..

Kalau hanya sekedar mimpi, bagaimana bisa ada benjolan tepat di posisi jarum itu menusuk? 

“Dua orang itu, ... siapa?”

Wajah mereka tidak begitu terlihat jelas. Hanya samar-samar. Sepertinya mereka memakai semacam masker atau sejenisnya. Bajunya? Tidak jelas mereka pakai baju apa dan warna apa.

Rekaman mimpi itu kembali diputar berulang-ulang.

“Tunggu mereka bukan hanya berdua  Tapi bertiga. Malah, bisa juga lebih.”

Paling tidak ada satu orang lagi yang berdiri di belakang. Dia yang memegangi kepala ini.

Ruangan dalam mimpi itu seperti ruang operasi. Ada cahaya lampu-lampu menyilaukan yang menggantung di langit-langit. Ada grafik berwarna merah menyala yang turun naik. Hanya itu yang terlihat dalam mimpi.

Dan, ketika jarum itu menusuk leher ... sakitnya luar biasa.

“Tapi, kalau cuma mimpi, bagaimana mungkin ada benjolan tepat di posisi jarum itu ditusukkan?”

Sampai sekarang, setiap kali memandangi langit malam, pertanyaan itu sering kali melintas. Sampai suatu saat terpikir kalau itu bukan mimpi, tapi kenyataan yang benar-benar terjadi.

“Kalau begitu .. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa jarum itu ditusukkan ke leher ini?”

[caption caption="brainberries.co"]

[/caption]Kalau dengan jarum itu mereka menanamkan sesuatu ke tubuh ini, pastinya sedikit banyak ada perubahan, misalnya, bisa terbang melayang melawan gravitasi, bisa mendengar suara ultrasonik seperti kalong, atau kebal bacok seperti Jaka Sembung. Nyatanya, jangankan kebal bacok, teman ada yang bersin-bersin saja, langsung hidung ini gatel-gatel. Malah, tingkat kecerdasan ini masih segitu-segitu saja, tidak bertambah. Kalau mau jujur, ada juga yang bertambah: ... lingkar pinggang.

Sebaliknya, kalau ada yang diambil, apa yang mereka ambil? Apa mereka mau buat kloningan dari DNA yang mengkodekan tubuh ini. Dan, rasanya jarum itu menusuk dari leher, mungkin sampai otak. Tapi, apa yang mau diambil dari otak ini? Sepertinya, tidak ada secuil pun yang diambil. Memori? Tidak juga. Buktinya, sampai detik ini semua ingatan tentang mantan masih membekas, termasuk mantan presiden.

Sebenarnya, ada satu pertanyaan yang paling penting, siapa sebenarnya mereka?

Mencoba berpikir skeptis seperti Dana Sculy, agen FBI dalam serial TV “The X-Files” jelas sulit. Bagaimana mau skeptis kalau faktanya ada benjolan tepat pada posisi jarum itu disuntikkan. Sekali lagi, itu faktanya. Sebuah fakta yang mutlak dan tidak bisa ditolak.

Mau tidak mau, pada akhirnya, percaya dengan apa yang diyakini oleh Fox Mulder, tokoh rekaan Chris Carter yang menjadi pasangan Scully. Mulder percaya adanya alien dan UFO. Ia sangat yakin kalau adik kadungnya menjadi korban penculikan alien.

Beda Mulder dengan kita. Kalau yang mengaku percaya pada alien dan UFO itu Mulder, dia malah digilai oleh pengidolanya. Coba kalau kita. Bukannya digilai, malah dibilang gila.Ketimbang dibilang gila, mending juga jangan pernah mengaku. Kalau pun didesak, katakan saja, “Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa.”

 Catatan:

Tulisan ini untuk menyambut rencana dipublikasikannya dokumen rahasia “The British X-Files” tentang mendaratnya UFO di oleh pemerintah Inggris pada tahun 2016 ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun