“Masnya naik sini,” kata perawat berkulit sawo matang itu sambil menepukkan tangannya pada ranjang.
Kemudian, sambil bertanya ini-itu, ia memeriksa tekanan darah.
Kurang dari sepuluh menit kemudian, “Masnya pindah saja,” katanya meminta untuk diikuti.
Saat mengikuti perawat itu, sekilas sempat melirik ke dalam ruangan yang dilewati. Di dalamnya terlihat ada monitor yang menampilkan garis tipis turun-naik yang berwarna hijau.
Di depan ruangan dengan pintu yang terbuka perawat itu berhenti lalu memutar badanya. “Mari, Mas,” ucapnya.
Ruangan yang dimasuki lebih sempit dari ruangan sebelumnya. Hanya ada satu ranjang di situ. Di belakang ranjang ada tabung oksigen.
“Naik, Mas,” kata perawat sambil menunjuk ranjang bersprai warna putih. Suaranya pelan, nyaris tidak terdengar
Kemudian dengan cekatan ia memasangkan alat bantu pernafasan yang terhubung dengan tabung oksigen. Dan, tanpa bicara lagi ia meninggalkan ruangan. Bahkan, sampai di pintu pun ia tidak menoleh ke belakang.
“Semoga masih bisa bertemu dengannya.”
Tidak lama kemudian seorang dokter berkumis tipis datang. Setelah bertanya ini-itu, ia mengeluarkan jarum suntiknya.
“Saya suntik, ya?” kata dokter berkumis tipis itu.