Sidang Kompasiana yang berbahagia.
Aa Gasa mau sedikit mengoceh-ngoceh. Kalau mengocek, Aa tidak bisa karena itu kerjaannya Alvaro Morata yang Aa pangging dengan Kang Ata. Kang Ata ini hebat kalau main bola. Lihat saja pas Kang Ata bawa bola setengah lapangan sendiri. Terus Kang Ata yang pemain Jeventus ini menggiring bola sampai jauh ke dalam pertahanan Bayern.
Hebatnya lagi, Kang Ata bawa bolanya sendirian. Padahal, lawannya ada 11 pemain. Tapi, berkat keahliannya yang mempuni, Kang Ata berhasil melewati tiga pemain lawan sekaligus, sebelum akhrnya mengoper bola ke Juan Cuadrado.
Masih terbayang bagaimana paniknya pemain Bayern semalam. Kepanikan pemain Bayern ini menjalar kian kemari. Sampai pendukungnya di bangku-bangku tribun pun ikut panik. Ini terlihat dari beberapa penonton yang meninggalkan bangkunya. Entah kemana perginya.
Bagaimana tidak panik, Kang Ata dan 10 temannya berhasil menguasai lapangan. Padahal, lawan Kang Ata ada 11. Sampai-sampai nih, Juventus nyaris menambah gol kalau saja tembakan Kang Ata dari di dalam kotak penalti tidak melayang di atas mistar gawang.
Aa sudah tahu kalau media memberitakan Juventus, kesebelasan Kang Ata, itu kalah 4-2 dari Bayern. Ya, biarkan saja media memberitakan seperti itu. Pastinya, itu bukan salah Jokowi. Lagian, dari hitung-hitunganya di atas kertas, sangat wajar kalau Juventus kalah. Lha, kan Kang Ata cuma main dengan 10 temannya, padahal lawannya ada 11.
Begitulah ketidakadilan dalam dunia sepak bola seperti yang Aa saksikan kemarin. Bayangkan, di Stadion Arena, markas Bayern, Kang Ata dan 10 temannya dikeroyok 11 pemain tuan rumah.
Tapi, yang ini bukan salah Jokowi. Salah bola, kenapa dia dibuat bundar nyaris sempurna seperti wajah mantan ibu negara.
Sebenarnya, Aa tidak sedang ngocehin bola, tapi soal SARA yang lagi ramai di dumay (dunia maya) dan duta (dunia nyata).
Bagini, kemarin-kemarin Aa dapat inbox dari teman Aa yang juga kompasianer. Isinya begini, “Mas, kalau begini SARA bukan?” Kemudian teman Aa itu mencopas bakal tulisannya yang mau diposting. Setelah dibaca dengan seksama, Aa jawab, “Itu bukan SARA, karena sesuai dengan fakta.”
Kalau ada media yang memberitakan ada ormas Islam yang berunjuk rasa mendorong pemerintah kota menutup gereja, itu bukan SARA karena kejadiannya memang begitu. Dan kejadian seperti itu memang harus diberitakan.