Apakah serangan teroris seperti di Sarinah akan terulang lagi? Itulah pertanyaan dari seorang jurnalis BBC London kepada saya yang diajukan dalam suatu sesi wawancara pada Senin kemarin, 18 Januari. Saya tahu ini juga menjadi pertanyaan kita semua. Itulah yang tertulis dalam FB Luhut Binsar Panjaitan yang di-posting pada 19 Januari 2016.
Beritanya, sejak seminggu yang lalu Rusia mulai menggerakkan pasukannya mendekati perbatasan Suriah-Turki. Ditambah lagi dengan berita yang mengatakan Amerika bertekad akan menghabisi ISIS paling lambat akhir tahun 2016 ini. Dan informasi yang diterima PBNU pada Oktober 2015 lalu, ISIS merencanakan akan menginvasi Asia pada 2017. Bukan hanya itu, lewat dua rilis survei, diketahui ada sekitar 5% warga Indonesia yang mendukung ISIS.
Pertama, pasukan Rusia yang mulai menduduki daerah perbatasan Suriah-Turki. Penguasaan wilayah ini ditujukan untuk mencegah masuknya milisi ISIS ke Suriah. Sebaliknya, para petempur ISIS pun menjadi sulit keluar dari Suriah. Padahal, selama ini perbatasan Suriah-Turki yang panjangnya sekitar 800 Km itu dikenal sebagai pintu gerbang bagi mondar-mandirnya petempur ISIS. Dengan demikian, pasukan Rusia telah mengunci pintu gerbang Turki-Suriah.
Dikuncinya pintu gerbang Suriah-Turki bukan saja menyulitkan keluar-masuknya milisi ISIS, tetapi juga bisnis minyak curiannya. ISIS, menurut informasi intelijen Rusia, selama ini berdagang minyak hasil curian dengan Turki. Disebut-sebut, keluarga Presiden Turki Erdogan yang menjadi pembelinya. Mungkin lebih tepatnya bukan pembeli, tetapi tukang tadah.
Padahal, sebelum pintu gerbangnya dikunci pun, keuangan ISIS sudah melorot. Pasalnya, truk-truk pengangkut minyak milik ISIS telah dihancurkan oleh pasukan Rusia sejak November 2015 lah. Itu sebabnya beberapa hari yang lalu “pemerintah” ISIS memotong gaji aparatur “pemerintahannya” termasuk tentaranya sampai 50%.
Kedua, strategi Amerika yang menargetkan akan menyudahi perangnya melawan ISIS. Setelah masuknya pasukan Rusia dan ketegangan Rusia-Turki,.Amerika beserta NATO-nya sudah tidak akan main-main lagi dengan ISIS. NATO akan melancarkan serangan-serangannya ke basis-basis pertahanan ISIS. Gempuran juga akan didapatkan ISIS dari Rusia yang bermain single. Bisa diperkirakan dalam setahun ke depan petempur ISIS makin tersudut.
Dan, di antara milisi ISIS yang bertempur tersebut terdapat WNI. Mereka, WNI petempur ISIS ini memiliki dua pilihan; terus bertempur atau kembali ke Indonesia lewat Irak atau negara lainnya. Semoga saja mereka lebih memilih mati syahid di Suriah yang mereka sebut sebagai medan jihad bintang lima itu.
Tetapi, bagaimana dengan WNI calon petempur ISIS yang masih tertahan di Turki? Sampai kapan mereka tinggal di Turki? Pemerintah Turki yang terus-menerus dituding sebagai pendukung ISIS pastinya akan berupaya membantahnya. Salah satu caranya dengan mengusir warga asing yang diduga akan masuk ke Suriah, tentu saja termasuk WNI. Dan sudah barang tentu WNI yang dipulangpaksakan itu akan kembali ke tanah airnya, Indonesia.
Ada yang kembali dengan membawa kekecewaan setelah gagal berjihad di Suriah. Ada juga yang kembali dari pertempuran di Suriah akibat dasyatnya gempuran tentara lawan. Baik, WNI yang belum sempat masuk ke Suriah maupun WNI yang sempat bertempur dengan ISIS pastinya menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan Indonesia.
Ketiga, para warga Indonesia pro-ISIS yang kembali ke Indonesia ini sama seperti ikan yang dipindah dari sungai ke balong. Sebab, selain di Indonesia pendukung ISIS tidak mendapat perlakukan hukum, mereka pun bisa hidup bebas dan kembali bergaul dengan “komunitas” yang sama.
Dalam survei SMRC disebut terdapat 0,3% responden yang menyatakan ISIS boleh didirikan di Indonesia. Sementara 0,8% responden setuju dengan apa yang diperjuangkan ISIS. Angka tersebut terbilang kecil, tetapi tunggu dulu, menurut hasil survei tersebut, 4,4% responden memilih untuk tak menjawab. Wajar jika ada responden yang tidak mau menjawab apakah ia mendukung atau menolak ISIS, sebab pertanyaan itu mirip dengan “Apakah Anda pernah selingkuh?”. Menariknya, angka yang dikeluarkan SMRC ini sebelas-dua belas dengan hasil riset The Pew Research Center yang merilis 4% responden di Indonesia mendukung ISIS.
Keempat, dengan kekuatannya, pendukung ISIS di Indonesia akan menjadi bagian dari kekuatan ISIS yang akan menginvasi. Dengan jumlah pendukungnya yang lumayan besar tersebut, strategi perang gerilya ISIS akan lebih mudah diterapkan. Sel-sel bentukan ISIS diperkirakan akan melancarkan serentetan serangan yang berpotensi membuat limbung perekonomian, khususnya di sektor pariwisata.
Rencana ISIS tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Jumlah pendukung ISIS sebagaimana yang dirilis oleh dua lembaga survei di atas merupakan bahan baku yang di kemudian hari dapat ditempa menjadi petempur bagi ISIS.
Kemudian, kelima, serangan ISIS di Sarinah yang hanya menembaki anggota kepolisian bisa dianggap sebagai bentuk nyata dari ancaman yang pernah dilontarkan. Sebagaimana pada akhir Desember 2014 gembong ISIS asal Indonesia Abu Jandal al Indonesi melontarkan ancaman akan membinasakan TNI, Polri dan Banser NU. Dengan demikian, ISIS sudah memulai perangnya melawan aparat keamanan plus Banser NU sebagai bagian dari rencananya untuk menginvasi Asia.
Bagaimana dengan dana operasional ISIS untuk melancarkan aksinya di Indonesia setelah keuangan negaranya “bangkrut”? Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, kelompok teroris di Indonesia mampu membiayai operasinya secara swadaya dengan cara melakukan aksi perampokan. Belum lagi dengan para donatur yag bersimpati dengan ISIS. Ingat, menurut survei SMRC ada 1,1% responden yang dengan tegas tanpa takut menyatakan dukungannya kepada perjuangan ISIS.
Dengan kelima alasan di atas, sudah cukup bagi negara ini untuk bergegas merampungkan revisi UU anti-teorisme. Wewenang Polri dan BIN harus diperluas dan ditingkatkan. Tapi, pertanyaannya, apakah dengan revisi UU anti-terorisme sudah cukup membuat negara ini aman? Sebab jangan sampai UU ini senasib dengan UU ITE dan SK Kapolri tentang Ujaran Kebencian yang impoten saat menghadapi pendukung ISIS di dunia maya.
Sumber ilustrasi:
http://internasional.kompas.com/read/2015/07/23/12142831/FBI.Ancaman.ISIS.Lebih.Besar.dari.Al.Qaeda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H