Rencana pendongkelan Ustad Fahri Hamzah dari jabatannya sebagai wakil ketua DPR sedang jadi ramai dibincangkan. Ada banyak analisa yang memuncrat di media dan media sosial terkait rencana tersebut.
Analisa pertama, Ustad Fahri mau didongkel karena pembelaannya yang heroik kepada Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK. Analisa ini kurang tepat, bahkan bisa dibilang salah, mengingat rencana pencopotan Ustad Fahri sudah terhembus pada pertengahan September 2015 atau pasca Munas 4 PKS. Sementara kasus “Papa Minta Saham” baru dimulai setelah Sudirman Said melaporkan Setya Novanto pada 16 November 2015, atau sekitar 2 bulan setelah Munas 4 PKS.
Jadi jelas pencongkelan Ustad Fahri bukan karena pembelaannya terhadap Setya Novanto.
Analisa kedua, Ustad Fahri mau dicongkel sebagai aksi bersih-bersih loyalis Ustad Anis Matta. Ini yang ramai ditanyakan wartawan setelah Munas 4 berakhir. Dalam menjawab pertanyaan wartawan tersebut, semua elit PKS membantahnya.
Munas 4 PKS memang misterius karena ketertutupannya. Media tidak diperbolehkan mengakses jalannya munas. Ada hal menarik yang semestinya diperhatikan. Sebelum munas dukungan terhadap Ustad Anis untuk melanjutkan kepemimpinannya sangat kuat, bahkan menguat. Tapi nyatanya, Ustad Shohibul Iman yang terpilih sebagai Presiden PKS. Sementara elit-elit PKS yang selama ini dekat dengan Ustad Anis terpinggirkan dan hanya diberi posisi yang tidak strategis.
Pertanyaannya, apakah di atas Ustad Anis tidak ada lagi tokoh PKS yang lebih berpengaruh? Jawabnya ada, yaitu Ustad Hilmi Aminuddin. Maka sangat tidak mungkin membersihkan PKS dari loyalis Ustad Anis tanpa lebih dulu melenyapkan pengaruh Ustad Hilmi. Dan, perseteruan antara loyalis Ustad Hilmi dengan lawan politiknya sudah berlangsung sejak lama. Bibit-bibit sengeta itu sudah tercium sejak 2004 ketika dengan seenaknya Ustad Hilmi mengarahkan dukungan PKS kepada Capres Wiranto. Padahal sebelumnya partai memutuskan untuk mendukung Capres Amien Rais.
Dan, upaya penggusuran Ustad Hilmi sempat mencuat pasca dicokoknya loyalis Ustad Hilmi, yaitu Ustad LHI, oleh KPK pada Januari 2013. Namun dengan kesigapan yang tinggi Ustad Hilmi berhasil menempatkan Ustad Anis sebagai Presiden PKS menggantikan Ustad LHI. Barulah pada Munas 4, sepertinya upaya pembersihan terhadap Ustad Hilmi dan loyalisnya dilancarkan. Dan sebagai elit yang dianggap loyalis Ustad Hilmi, Ustad Fahri menjadi target untuk disingkirkan juga.
Jadi jelas pencongkelan Ustad Fahri bukan karena pembelaannya terhadap Setya Novanto, tetapi mungkin karena perseteruan di internal PKS.
Nah, yang paling konyol adalah analisa yang mengaitkan pendongkelan Ustad Fahri dengan pertemuan antara PKS dengan Jokowi. Apa hubungannya? Apakah kalau sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil ketua DPR, Ustad Fahri bakal duduk-duduk anteng di ruangan ber-AC gedung kura-kura? Jawabannya tidak!
Tanpa posisi apapun Ustad Fahri tetap Ustad Fahri. Ustad Fahri tetap akan bersuara lantang, nyaring seperti yang sekarang dilakukannya. Bahkan, seandainya di-recall pun, Ustad Fahri tetap Ustad Fahri. Di mana pun Ustad Fahri dia akan lantang bersuara, dengan atau tanpa jabatan. Bahkan jika benar menjadi gembel pun Ustad Fahri tetap akan berteriak-teriak. Dan, tidak ada seorang pun yang bisa mengatur Ustad Fahri untuk tidak bicara ini dan itu.
Jadi pendongkelan Ustad Fahri tidak ada kaitannya dengan upaya merapatnya PKS ke Istana. Dan, Istana pun paham soal itu. Karenanya tidak ada pesan Istana kepada pengurus baru PKS untuk mengendalikan Ustad Fahri..