Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inikah Motif Saudi Eksekusi Mati Nimr? Dan, Ancaman pada Syiah di Indonesia yang Meningkat

7 Januari 2016   13:12 Diperbarui: 7 Januari 2016   14:43 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=" https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201024441769003&set=a.4844184398254.1073741826.1706215493&type=3&comment_id=10201024782537522&reply_comment_id=10201024860339467&ref=notif&notif_t=photo_reply"][/caption]Banyak yang bilang kalau Arab Saudi sengaja memancing perang terbuka dengan Iran. Misalnya, pakar isu Timur Tengah, Matthew McInnis yang mengatakan mustahil Saudi tidak menyadari eksekusi mati Nimr Al-Nimr akan memicu kecaman dan reaksi keras.

"Saudi tentu menyadari hal ini akan memicu berbagai reaksi," sebut McInnis yang kini bergabung dengan American Enterprise Institute ini kepada The Daily Beast.

Mantan analis Pentagon ini pun pun mengaitkannya dengan meningkatnya pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah, termasuk di Saudi sendiri.

Sependapat dengan McInnis, mantan anggota CIA yang juga pakar isu Timur Tengah pada Brookings Institution, Bruce Riedel, menyebut eksekusi terhadap Nimr bertujuan memberi isyarat pada Iran.

"Saya mencurigai mereka (Saudi-red) mengharapkan reaksi Iran. Salman (Raja Saudi saat ini) adalah seorang pengambil risiko," cetus Riedel.

http://news.detik.com/internasional/3111083/arab-saudi-sengaja-memancing-krisis-dengan-iran

Sepertinya pendapat kedua pakar itu salah besar. Memang benar,  Iran bereaksi keras atas eksekusi mati Nimr. Sampai-sampai pemimpin spiritual tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut kematian Nimr sebagai martir dan Kerajaan Saudi akan menghadapi pembalasan-Nya. Tetapi, apakah Iran akan menyerang Saudi? Sepertinya, tidak.

Iran tidak mungkin melakukan aksi bodoh yang akan menimbulkan masalah besar bagi negaranya. Sikap Iran ini sama persis dengan Rusia yang tidak akam menyerang Turki secara militer. Menyerang Turki atau Saudi sama saja dengan menantang negara-negara NATO berperang..Jadi, sangat tidak mungkin jika Saudi sengaja memancing Iran untuk menyerang negaranya. .

Lantas, siapa yang dipancing Saudi?

Nimr ditahan sejak Juni 2011, jadi hampir 4,5 tahun Nimr ditahan atas tuduhan memantik perang sektarian, melakukan teror, dan melecehkan pemimpin negara-negara Teluk.

Pengaruh Nimr di antara komunitas Syiah di Saudi sebenarnya terbatas. Namun, Nimr memiliki basis dukungan yang sebagian besar merupakan anak muda di Al-Awamiyah, yang penduduknya dikenal sangat militan. Militansi pendukung Nimr inilah yang menjadi ancaman bagi Saudi. 

Sementara itu, keluarga kerajaan Arab Saudi saat ini ttengah mengalami konflik internal. Sejumlah pangeran Saudi mendesak pemakzulan Raja Salman. Selain itu para pemilik darah biru Kerajaan Saudi Arabia (KSA)  pun menolak Mohammed bin Nayef (Pangeran Pertama dan sekaligus Menteri Dalam Negeri) yang dipandang arogan dan ekstrim serta Mohammed bin Salman (Putra raja yang juga sebagai wakil putra mahkota dengan jabatan Menteri Pertahanan Saudi).yang dianggap korup dan merusak sistem negara.

Sederhananya, penguasa KSA tengah menghadapi dua ancaman pemberontakan, rakyat yang termarjinalkan dan para pangeran yang berebut kekuasaan. Jika kedua ancaman ini bersatu, hembusan revolusi ala Arab Spring bisa menerpa Arab Saudi.

Sampai saat ini dua kekuatan yang mengancam KSA itu belum menyatu dan menguat. Karenanya, sebelum ancaman yang dihadapinya bertambah kuat dan sulit dikontrol, KSA mengambil inisiatif untuk bergerak lebih dulu. Caranya dengan memancing kemarahan pendukung Nimr. Dan jika pendukung Nimr terpancing, penguasa KSA akan melibasnya dengan tuduhan yang sama dengan yang dialamatkan kepada Nimr: terorisme.

Demikian juga kepada para pangeran KSA yang mengincar kekuasaan kerajaan, penguasa KSA akan menangkapi para pangeran dengan tuduhan bekerja sama dengan kelompok teroris. Dengan menggunakan stempel “terorisme” penguasa KSA mendapat legitimasi dunia internasional untuk melakukan berbagai tindakan.

Penguasa KSA seperttnya sudah menyiapkan skenario ini matang-matang. Jika nantinya terjadi pemberontakan bersenjata sebagaimana yang terjadi di Libya dan Suriah, penguasa KSA sudah siap menghadapinya. Hal ini terbukti dengan dibentuknya aliansi militer anti-teror yang beranggotakan negara-negara berpenduduk mayortas muslim. Penguasa KSA sepertinya berpikir sekarang ini merupakan waktu yang tepat untuk menggebuk lawan-lawan politiknya. Itulah kenapa pembentukan aliansi militer anti-teror terlihat terburu-buru. Hal ini disebabkan penguasa KSA takut kecolongan karenanya harus mendahului aksi lawan-lawannya.

Kalau pun kedua kekuatan yang mengancamnya tidak juga terpancing untuk bergerak, penguasa KSA tetap akan menangkapinya dengan berbagai tuduhan. Jika demikian, ke depan akan banyak rakyat dan pangeran yang ditangkap.

Sikap Iran dalam kasus ini menarik untuk diamati. Banyak yang mengatakan Iran terprovokasi oleh Saudi. Tapi, bisa jadi Iran justru memanfaatkan insiden eksekusi mati Nimr untuk memprovokasi perlawanan terhadap penguasa KSA. Provokasi tersebut tidak harus menyulut konflik berdarah, karena yang dikehendaki Iran hanya melemahnya kekuatan Arab Saudi. Iran bisa memerankan dirinya sebagai penghubung antara para pangeran dengan pendukung Nimr. Jika berhasil Iran akan menjadi “Bunda Putri” di tengah kerajaan KSA.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Secara langsung Indonesia tidak terpengaruh dengan eksekusi Nimr. Namun demikian pemerintah tetap harus mewaspadai kelompok-kelompok yang menunggangi insiden ini untuk mengelorakan kebencian terhadap penganut Syiah yang buntutnya berupa ancaman serangan terhadap penganut Syiah.

Informasi intelijen tentang adanya ancaman serangan terhadap penganut Syiah pernah diungkapkan oleh Menkopolhukam Luhur Panjaitan pada 3 Desember 2015 lalu. Informasi intelijen ini tidak salah mengingat ujaran kebencian terhadap Syiah terus meningkat selama 2015. Ujaran kebencian ini akan meningkat menjelang dan pasca kedatangan ulama Saudi Muhammad Al Arifi pada pertengahan Januari 2015.

Promosi ajakan untuk mendengarkan tausiah Arifi sudah disebar secara masih lewat berbagai media online dan jejaring sosial. Beruntung, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah memantau rencana kedatangan pendukung kelompok teroris Jabahat Al Nusro ini.

Selain kedatangan Arifi, BNPT pun seharusnya mewaspadai beredar luasnya provokasi-provokasi artikel-artikel hoax yang memfitnah keji penganut Syiah. Dalam seminggu ini saja beredar isu hoax terkait Syiah, pertama disebutnya Anis Baswedan sebagai penganut Syiah, kedua dihukum gantungnya penyair Irak oleh polisi Iran gara-gara syairnya yang memuliakan Sunni, padahal yang terjadi sebenarnya adalah digantungnya pembunuh bayaran di Iran. Ketiga berita hukuman mati terhadap pengedar narkoba yang dipelintir menjadi hukuman terhadap penganut Sunni.

Sumber ilustrasi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun