Kemarin, 2 November 2015, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengatakan, dirinya mendapatkan informasi dari intelijen tentang kelompok Syiah di Tanah Air yang menjadi target serangan.
"Ada gimana ya, intelijen (menginformasikan) bahwa ada kelompok Syiah mau ditarget, jadi kita kumpul lagi untuk meniatkan atau mengantisipasi," kata Luhut.
Soal adanya ancaman terhadap penganut Syiah ini sudah sering saya tulis di Kompasiana. Ini berarti tulisan saya bukan asal ngarang. Padahal saya sama sekali tidak mendapat bocoran informasi intelijen. Jangan-jangan justru intelijen yang mendapat informasi dari Kompasiana.
Hanya dari pengamatan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, kita sudah bisa mengetahui adanya ancaman fisik terhadap penganut Syiah. Di dunia nyata banyak didapati selebaran, poster, spanduk atau media lainnya yang isinya hasutan untuk membenci Syiah. Sedang lewat dunia maya akun-akun yang terindikasi sebagai kader dakwah secara terus menerus melontarkan permusuhan kepada Syiah.
Di Bandung, MUI mendekati anggota geng-geng motor. Selain menggelar pengajian bersama, kebencian terhadap Syiah pun menjadi “mata pelajaran” yang diberikan MUI kepada anggota geng motor. Aparat keamanan, termasuk intelijen, seharusnya mewaspadai pendekatan MUI kepada geng motor yang dikenal brutal ini. Apalagi Jawa Barat menjadi propinsi dengan tingkat intoleransi tertinggi di Indonesia.
Belum lagi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang sepanjang 2015 ini kian gencar mendeklarasikan pembentukan cabang-cabangnya di berbagai daerah di Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah mendapat penolakan, namun deklarasi ANNAS tetap digelar.
Ada yang menarik dengan deklarasi anti-Syiah yang digelar Islamic Center, Masjid At Taqwa, di Cirebon awal April 2015 lalu. Pada deklarasi itu nama NU dicatut, seolah NU mendukung gerakan tersebut. Tentu saja keluarga besar NU protes keras. Bukan hanya sekedar protes, pada hari H deklarasi, NU menurunkan BANSER-nya. Akibatnya acara deklarasi pun batal. Lucunya, NU malah dituding telah menjual diri kepada Syiah.
Kebencian terhadap Syiah diperkirakan meningkat jelang dan pasca-kedatangan Syeikh Muhammad al-Arifi pada 17 Januari 2016. Ulama asal Arab Saudi ini akan menghadiri tabligh akbar di Masjid Istiqlal, Jakarta. Acara ini juga akan dihadiri oleh Muhammad Arifin Ilham dari Majelis Az-Zikra yang akan menjadi salah satu pembicaranya. “Promosi” tabligh akbar tersebut digeber besar-besaran oleh sejumlah situs online, tentu saja termasuk situs-situs yang dikelola kader dakwah Ikhwanul Muslimin.
Arifi dikenal sebagai provokator kerusuhan di Suriah. Pada 13 Juni 2013 Arifi menghadiri konferensi di Kairo, Mesir, yang kabarnya dihadiri lebih dari 500 tokoh agama dari 50 negara. Dalam konferensi itu diserukan kewajiban jihad ke Suriah. Pada konsferensi itu Arifi bersuara,
“Jika kalian sudah kehilangan harga diri dan kehormatan untuk membela saudara-saudara kita di Suriah, maka minimal kalian bebaskan rakyat Arab untuk bertindak membantu saudara-saudaranya di Suriah, dan kalian akan disiksa di kubur jika tidak membantu perjuangan rakyat Suriah saat ini.”
“Biarkanlah rakyat berangkat berjihad dengan senjata ke Suriah. Umat ini tidak akan pernah sabar atas aksi pembunuhan yang terus terjadi di Suriah secara membabi buta. Sebaliknya, umat ini akan merekrut para pemuda jihad dari setiap negara Islam untuk meraih kemenangan. Dan itu akan dimulai dengan jihad di tanah Syam,” serunya.
Seruan inilah yang kemudian disebarluaskan oleh media-media Islam di tanah air. Seruan ini juga yang dinilai berhasil menghasut banyak WNI untuk berjihad ke Suriah.
Sekalipun ucapan Arifi ini dibantah oleh sejumlah ulama Suriah, baik itu Sunni maupun Syiah. Bahkan statistik pun sudah dibeberkan di mana terdata 75% penduduk Suriah adalah muslim Sunni, sedang Syiah hanya 13%. Karenanya sangat tidak logis jika minoritas membantai mayoritas. Tetap saja ceramah provokatif Arifi lebih diterima sebagai kebenaran oleh sebagaian muslim.
Menariknya, salah satu pembicara pada tabligh akbar tersebut adalah Arifin Ilham. Sebagaimana diberitakan, pada Rabu 11 Februari 2015 tengah malam kampung zikir Az-Zikra yang berlokasi di Sentul, Kabupaten Bogor, didatangi 30-an pria yang berperilaku seperti preman. Mereka marah atas pemasangan spanduk anti-Syiah di lokasi itu. Menurut Arifin, menculik dan menganiaya salah satu aktivis masjid Az Zikra bernama Faisal. Beruntung, sekalipun berita penyerbuan tersebut disebarluaskan secara masif lewat media sosial dan situs-situs Islam, namun kejanggalan dari peristiwa tersebut pun lebih cepat menyebar. Tetapi, penting untuk digarisbawahi bahwa pernah terjadi upaya adu domba antara Sunni dan Syiah di Indonesia.
Melihat situasi ke dapan dan serentetan peristiwa yang pernah terjadi di tanah air, wajar jika kita mengkhawatirkan bakal berpindahnya konflik Suriah ke Indonesia. Ada kemiripan yang sama yang terjadi di Suriah sebelum terjadi konflik dengan yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Jika di Suriah diinformasikan adanya pembantaian oleh rezim Basyar Al Assad terhadap muslim Sunni, maka di Indonesia dikondisikan pemerintah tengah membinasakan umat Islam. Penkondisian ini bisa dilihat dari berbagai artikel yang disebarluaskankan oleh situs-situs Islam radikal, termasuk yang dikelola oleh kader dakwah.
Pertanyaannya, dengan dipublikasikannya ancaman serangan terhadap Syiah, apakah aparat keamanan, termasuk intelijen, mampu mencegahnya?
Sumber:
http://news.detik.com/berita/3086216/luhut-informasi-intelijen-syiah-jadi-target-serangan
https://www.islampos.com/diincar-syiah-geng-motor-bandung-perkuat-akidah-224672/
Sumber foto :
http://news.fimadani.com/read/2015/03/03/spanduk-syiah-bukan-islam-banyak-dipasang-di-yogyakarta/
