Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana Bikin Duit dan Dompet Saya Jadi Lengket

15 September 2015   09:21 Diperbarui: 15 September 2015   11:21 1823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan saya baru sadar kalau sejak kecanduan menulis, kebiasaan saya berubah. Biar tidak 180 derajat, tetap saja saya anggap sudah berubah. Dulu kalau lagi sumpek bawaannya ingin keluar rumah. Setelah kecanduan menulis, bawaannya kalau dapet ide ingin cepet pulang terus menulis.

Pernah suatu waktu penyakit lama kumat lagi. Pikiran kemrungsung lagi. Saya mulai keluyuran lagi. Pas lagi sumpek-sumpeknya saya inbox Elde, “Dab, ada kerjaan apa di Jerman?” Seperti biasa, beberapa menit kemudian Elde langsung membalas, “Kalau di sini banyak, Dab. Datang saja. Nanti juga dapat kerjaan.” Sekian lama kemudian Elde tayangkan tulisan yang isinya tips untuk mendapatkan pekerjaan di Jerman. Katanya, asal punya surat nikah, gampang dapat kerja. Dan supaya dapat surat nikah, tinggal kawin kontrak saja.

Diwejangi begitu, langsung saja saya mengobok-obok Facebook mencari akun-akun milik gadis Jerman. Ketemulah akun Stefanie Giesinger. Manis wajahnya. Jarang-jarang ada cewek Jerman yang manis begitu. Biasanya wajah orang Jerman itu kotak-kotak mirip pesepak bola Oliver Kahn atau Michael Ballack. Itulah kenapa Nokia kurang laris di Jerman, pasalnya Nokia pernah pasang iklan yang bunyinya, “Tidak ada sudut pada tubuh manusia.”

Sayangnya, jangankan ngajak Fanie kawin kontrak, fitur add friend-nya saja tidak saya temukan. Saran Elde ini rencananya bakal saya coba lagi di lain waktu. Beruntung yang saya mintakan saran itu Elde, coba kalau Jati Kumoro, bisa-bisa sarannya begini, “Gampang Dab, datang saja ke Gunung Kemukus, cari pesugihan..”

Nah, itulah Kompasiana, bukan cuma sekedar tempat nulis gratis, tapi juga hubungan antar Kompasianer yang tidak kalah asyik. Di Kompasiana, kalau cuma melulu soal tulisan pastinya akan membosankan. Itu juga yang pernah saya alami. Dulu saya cuma menulis dan berkomentar. Ogah rasanya kirim-kiriman inbox. Tapi, ternyata kirim-kiriman inbox itu jadi bumbu yang menggurihkan. Tidak jarang saya membuka Kompasiana hanya untuk membuka inbox lalu membalasnya. Setelah selesai urusan inbox, saya tutup Kompasiana lalu pergi entah kemana..

Sempat juga kepikiran, saya ini ketagihan nulis atau kecanduan Kompasiana? Kemudian saya buat blog di Wordpress. Saya nulis di sana. Hasilnya, biarpun isi otak dikeluarkan dan tulisan ditayangkan, tetap saja ada sesuatu yang berbeda: yang baca tidak ada, apalagi yang komentar.

Makanya, kalau ada yang bilang, Kalau ada yang bilang, “Ngapain sih nulis di Kompasiana. Capek iya. Dapet duit kagak.” Saya mah cuek saja. Yang penting hatinya. yang penting sekarang dompet saya tidak kedodoran lagi. Sudah lama, keluyuran malam bisa dihitung dengan jari. Pergi jauh dan blusukan di daerah orang sudah jarang dilakoni. Kebiasaan merogoh isi dompet buat jalan-jalan sudah berganti dengan menarikan jemari di atas keybord laptop. Duit keluarnya duit dari dompet itu licin seperti belut keluar dari liangnya, sekarang rasanya jadi lengket.

Itulah manfaat Kompasiana yang mungkin belum terpikirkan oleh siapa pun, termasuk penggagasnya sendiri. Belum tentu Pepih Nugraha pernah memikirkan ini. Belum tentu juga Jakob Oetama. Apalagi PK Ojong.

 

Sumber ilustrasi:

http://www.verskans.com/2013/03/all-ett-nylon-wallet-review/all-ett-nylon-wallet-billfold-money-2/

dan foto layar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun