Semalam seorang teman men-share tautan https://www.facebook.com/pages/Front-Pembela-Islam-FPI/1547884878761095?fref=photo. Awalnya, saya cuma mesem baca “Memprivokasi”. Pas baca isinya, langsung deh ngakak.
Saya copaskan saja isinya di sini.
Pada even besar yang dihadiri ratusan ribu umat Islam, Parade Tauhid Indonesia, Jakarta, Ahad (16/8/2015) lalu, tertangkap oknum aparat yang menyamar sebagai provokator untuk mengganggu jalannya acara besar umat Islam itu. Hal tersebut diungkapkan oleh anggota tim khusus pengamanan Parade Tauhid, Aziz Yanuar, SH, Kamis (20/8/2015).
“Saat iring-iringan menuju arah bundaran HI, ada seseorang pakai atribut FPI sedang memaki-maki polisi dengan bahasa kasar bahkan mengancam dan berbuat kekerasan, orang tersebut menyekek leher aparat, tapi anehnya ketika dilerai oleh pasukan pengamanan parade, malah polisi itu mengatakan; “biar aja mas biar, gak apa-apa”, cerita Aziz.
Setelah itu, lanjut Aziz, tim pengamanan Parade Tauhid berinisiatif menangkap oknum tersebut. “Orang itu mengaku dari FPI Makasar Jakarta Timur, tapi ketika ditanya Kartu Tanda Anggota (KTA) FPI, dia tidak punya, ditanya siapa ketua FPI di daerahnya dia juga tidak tahu. Tapi kemudian tim menemukan KTA kepolisian di kaos kaki di bawah kakinya,” ungkapnya.
Menurut Aziz, dari tanda pengenalnya provokator tersebut bernama Paruliant. “Agamanya Protestan, pangkatnya Brigadir dari Polres Jakarta Pusat,” katanya.
Saat provokator tersebut ditahan tim keamanan, lanjut Aziz, kemudian datanglah komandan oknum tersebut berpakaian preman dari kepolisian, singkat cerita akhirnya orang tersebut dilepas oleh tim pengamanan.
Aziz yang juga anggota Pusat HAM Islam (PUSHAMI) ini mengatakan, tertangkapnya provokator ini menjadi pelajaran bahwa aparat tidak hanya bertugas mengamankan acara, mereka juga punya tujuan menggagalkan kegiatan khususnya acara umat Islam.
“Cara-cara licik tetap digunakan oleh aparat untuk memancing kekerasan dan kerusuhan, dan info semacam ini mesti disebarkan biar masyarakat terutama mereka yang anti kelompok yang selalu diidentikan dengan kekerasan itu tahu ada upaya seperti ini,” ujar Aziz.
“Dan tidak menutup kemungkinan juga kan, yang kemarin kerusuhan DPRD DKI waktu kasus demo Ahok itu ada orang-orang macam aktor polisi seperti ini,” tambahnya.
Dia juga berpesan, kedepannya setiap acara umat Islam harus lebih baik tim pengamanannya
Cerita serupa didapat juga di sini
Mari kita telanjangi, ungkap, singkap, sibak, ploroti bersama-sama cerita yang bikin ngakak ini,
Pertama, “ada seseorang pakai atribut FPI sedang memaki-maki polisi dengan bahasa kasar bahkan mengancam dan berbuat kekerasan, orang tersebut menyekek leher aparat”, Kalau cuma dimaki, diancam, bahkan dengan bahasa sekasar apapun polisi masih bisa berdiam diri. Tapi, kalau sudah mencekik, masa iya masih diam saja. Kalau pun polisi yang dicekik diam, kan ada teman-temannya. Masa iya polisi diam saja melihat ada anggotanya yang diserang secara fisik. Ini kejanggalan pertama dari kisah ini. Tapi nanti disibak lagi di akhir tulisan ini.
Kedua, Soal ditemukannya KTA di kaos kaki si intel penyusup. Ini lucu sanget, kalau Ipin dan Upin boleh ikut mengomentari. Masa iya sih ada orang menyamar untuk menyusup dengan membawa-bawa identitasnya. Kan bisa tuh KTA disimpan dulu di rumah atau dititipkan ke teman. Kemudian, apakah menyembunyikan KTA di kaos kaki itu aman? Pastinya tidak. Kan yang disusupi ormas Islam. Bagaimana kalau si penyusup diajak shalat.Bukannya waktu wudhu saja sudah harus melepas kaos kaki untuk membasuh kaki. Jadi, soal KTA ini lucu-lucu sanget lah.
Ketiga, si penyusup ternyata beragama Protestan. Kok aneh bingit, ini ada anggota Polri yang beragama Protestan yang disusupkan ke dalam ormas Islam. Memangnya, Polri sudah kehabisan intel muslim untuk menyusup ke lingkungan FPI?
Keempat, si penyusup tidak bisa menyebut tokoh di lingkungan yang disusupinya. Bukannya seharusnya selain memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang disusupinya juga disertai informasi tentang seluk beluk lingkungan yang akan dimasukinya. Ini sama saja ada yang menyusup ke kantor Kompasiana dengan mengaku sebagai karyawannya, tapi tidak mengenal Pepih Nugraha.
Kelima, si penyusup bertugas di Polres Jakarta Pusat dengan pangkat Brigadir. Artinya, lokasi kerja si penyusup tidak jauh dengan daerah yang disusupinya. Lha, kalau begini kan penyemarannya gampang terungkap. Bagaimana kalau si polisi bertemy dengan tetangganya. Nanti tetangganya bilang, “Abang kan polisi, kok sekarang jadi FPI?” Nah gimana tuh jawabnya?
Kalau membaca buku-buku intelijen, menyusup itu tidak gampang. Butuh persiapan yang cukup panjang. Karena si penyusup harus menghapus lebih dulu jejak-jejak masa lalunya hingga bisa tampil dengan identitas yang baru. Polisi yang mau disusupkan ke FPI pastinya harus bersih-bersih dulu dari identitas kepolisiannya. Ia kemudian tinggal dekat markas FPI, atau berkenalan dengan anggota FPI sebelum kemudian bergabung.
Tapi, kalau dipikir-pikir buat apa menyusupkan anggota ke FPI. Kan tinggal rekrut saja anggota FPI untuk dijadikan informan. Cara ini pastinya lebih efektif dan efisien. Walaupun belum tentu mudah.
Nah, kembali ke adegan “memaki-maki polisi dengan bahasa kasar bahkan mengancam dan berbuat kekerasan, orang tersebut menyekek leher aparat”. Kalau kata Aziz si pembuat cerita, aparat polisi yang disusupkan itu ditugaskan untuk memprovokasi. Lha, kalau memang skenario polisi untuk memprovokasi seharusnya begitu si penyusup mencekik, polisi yang diserang langsung melakukan perlawanan. Kemudian teman-temannya datang membantu untuk menangkap si penyusup. Dan ketika tim khusus pengamanan Parade Tauhid datang untuk melarai seharusnya dijadikan kesempatan untuk lebih membuat ricuh situasi. Tapi, faktanya kan tidak.
Lagi pula untuk menciptakan situasi rusuh pada Parade Tauhid bukanlah pekerjaan sulit. Bukankah Parade Tauhid diisi orasi-orasi panas yang mudah menyulut kekerasan. Lempar saja botol aqua ke panggung begitu Habib Rizieq berorasi.
Nah, ini yang menarik. Selain foto dan dongeng, ada videonya juga (di https://www.youtube.com/watch?v=Vp4f71BqvK0). FPI juga mengunggah video tersebut dalam FP-nya. Tapi coba perhatikan, orang yang dikatakan sebagai penyusup itu sudah disyut kamera sebelum dia mendekati aparat polisi berseragam Brimob. Mungkin karena dari sekian yang ikut parade hanya “si penyusup” itu yang berteriak-teriak. Pertanyaannya, kalau orang yang disyut itu dicurigai sebagai provokator yang disusupkan, kenapa aksinya tidak segera dihentikan. Kenapa dibiarkan dan malah pekik “Allahu Akbar-nya” disahuti oleh peserta lainnya? Lantas, kata Aziz kejadiannya ketika rombongan menuju Bunderah HI, padahal di video itu jelas terlihat lokasinya di sekitar patung Sudirman. Jauh juga ya jarak dari “lokasi syuting” video dengan “TKP”.
Dan yang lebih menarik lagi, coba perhatikan, wajah orang yang berteriak-teriak itu terlalu muda untuk polisi berpangkat Brigadir. Oke, katakanlah penyusup itu berwajah baby face. Tapi, coba perhatikan tinggi badannya. Dibanding dengan polisi berseragam Brimob, tinggi “si penyusup” itu terbilang pendek. Bahkan dengan sesama peserta parade lainnya. Apa mungkin dengan badan setinggi itu dia bisa diterima di kepolisian.
Pertanyaannya, apa iya ada intel polisi culun begini?
Entah siapa orang yang disebut sebagai penyusup itu, Tapi, dari video yang diunggah, semakin jelas keculunan dari dongeng Aziz ini. Dan, entah pula apa motif Azis, FPI, dan Arrahmah menyebarluaskan informasi yang berpotensi meningkatkan kebencian terhadap penganut agama Protestan ini. Tapi, itulah yang disebut dengan Parade Tauhid, isinya tidak lebih dari pameran hujatan, makian, hinaan, fitnah, penyebaran kebencian yang dipertontonkan oleh orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai muslim kaffah.
Oh ya, tambahan
Inikan ceritanya ada polri yang ber-KTA. Di KTA itu ada alamat tempat dia bertugas. Jadi jelas dia bukan intel atau informan atau apapun itu yg ditugaskan untuk menyusup. tapi jelas anggota Polri sebagai mana anggota Polri lainnya. Karenanya sangat tidak wajar jika ada anggota polisi yang mempunyai tinggi tubuh sependek itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H