Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan Tolikara Lagi, Tapi Rembetannya yang Harus Diwaspadai

22 Juli 2015   13:49 Diperbarui: 22 Juli 2015   13:49 2827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan lagi Kerusuhan di Tolikara yang menjadi perhatian, tapi rembetannya. Ya, rembetannya. Perhatikan saja, seruan untuk membalas dendam dengan membakar gereja pada saat perayaan natal nyaring terdengar di seantero dunia maya. Sampai-sampai Yayat Biaro, seorang anggota DPR RI, pun turut mengeluarkan kicauan provokatif lewat akun Twitternya.

Bagi kelompok-kelompok tertentu, peritiwa yang terjadi di Tolikara dipandang sebagai pembenar atas kebencian yang selama ini meraka lancarkan kepada umat Kristiani. Selain kepada umat Kristiani, kelompok-kelompok ini pun kerap kali meluapkan kebenciannya pada etnis China, penganut Syiah, dan pengikut Ahmadiyah. Bukan saja kepada kelompok minoritas, kepada Ormas NU pun tanpa henti mereka melampiaskan kebenciannya. Lihat saja ancaman ISIS yang akan membunuh Panglima TNI dan Kapolri serta akan membinasakan Banser NU.

Aksi balas dendam mulai dilancarkan sehari setelah peristiwa Tolikara. Sebuah rumah digerebeg oleh sekelompok ormas yang menduga rumah tersebut digunakan sebagai tempat ibadah. Berturut-turut pintu gereja di Purworejo dan di Bantul dibakar. Tidak heran kalau ada kelompok yang menuntut balas atas kejadian di Tolikara yang masih berada di lingkup wilayah NKRI, sedang peritiwa yang terjadi di Myanmar pun merembet ke tanah air dan berbuah peledakan bom di Vihara Ekayana pada 2013 lalu.

Pertanyaannya kemudian, bukan di mana ujung dan pangkal dari peritiwa Tolikara, tapi kapan puncak rembetan dari peristiwa tersebut.

Antara 2 sampai 9 Desember 2015 nanti akan digelar pilkada serentak di ratusan daerah, baik kota, kabupaten, maupun propinsi. Gelaran pilkada serentak ini menjadi sorotan BIN terkait adanya ancaman konflik. Untuk mengantisipasi konflik “produk” pilkada tersebut BIN dengan bekerja sama dengan Kemendagri berencana merekrut 1.000 personel intelijen. Di bulan yang sama atau beberapa hari setelah pilkada serentak dilangsungkan umat Kristiani menggelar perayaan natal 2015.

Seperti pada pilkada-pilkada sebelumnya, kerusuhan terjadi pada pilkada tingkat kota atau kabupaten. Sementara potensi konfikt pilkada tingkat propinsi sangat kecil. Konflik dengan kekerasan hanya terjadi di beberapa propinsi, seperti Aceh.  

Jika dicermati tahapan pilkada, maka 1 hari setelah hari pencoblosan, rekapitulasi suara dilakukan di tingkat kelurahan atau desa. Antara 3-4 hari kemudian diadakan rekapitulasi di tingkat Kecamatan. Setelah itu, selang 3-4 hari rekapitulasi suara digelar di tingkat kota/kabupaten. Maka pada 25 Desember rekapitulasi suara sudah selesai melewati tahap-tahapnya. Pemenang pilkada sudah diketahui. Dan seperti pada rusuh sebelumnya, kerusuhan banyak terjadi setelah pemenang pilkada diumumkan.

Masalahnya, kalau kerusuhan sebagai “produk” pilkada kemudian diseret ke dalam konflik bermuatan SARA. Terlebih lagi kalau ada calon kepala daerah atau wakilnya yang menganut agama minoritas di daerahnya. Apalagi kalau calon tersebut sebagai pemenang pilkada.    

Kalau pelaksanaan pilkada serentak 2015 saja telah mendorong BIN meningkatkan kewaspadaannya, maka dengan adanya peristiwa Tolikara dan seruan balas dendam dengan membakar gereja pada perayaan natal sudah seharusnya BIN bekerja lebih keras lagi.

Tetapi bukan hanya gereja yang harus dijaga, seluruh tempat ibadah dan situs-situs bersejarah keagamaan pun harus dijaga, seperti makam para wali. Bukankah masjid pun menjadi sasaran teror juga. Buktinya adalah pemboman masjid di Mapolresta Cirebon tahun 2011 lalu. Soal jumlah personel pengaman tidak perlu bingung. Bukankah Indonesia menganut sistem Hankamrata, pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun