Seketika itu pula ruangan menjadi hening. Tidak ada kiyai yang menjawab. Mbah Mustofa sampai mengulangi pertanyaannya tiga kali, para kiyai tersebut tetap hanya diam.
Kemudian ada kiyai yang balik bertanya, “Kalau pendapat Gus Mus sendiri bagaimana?”
Dengan mantap beliau menjawab, “Agama Islam adalah wasilah.”
Para kiyai kemudian ribut sendiri, “Lho, bagaimana bisa agama Islam adalah wasilah?!”
Sekali lagi, dengan mantap, Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri menjawab penuh kharisma,
“Karena ghoyyah-nya (tujuannya) adalah Allah.” Seketika itu pula, semua kiyai di ruangan tersebut kembali diam semua.
Karenanya, di berbagai kesempatan, Mbah Mustofa Bisri menasehati nahdliyyin untuk selalu menghormati umat beragama lain. Bagaimanapun juga, umat beragama lain pada dasarnya sama seperti umat muslim, yaitu sedang berusaha menuju-Nya. Semua pilihan orang lain harus dihargai, seperti diri kita ingin dihargai memilih wasilah agama Islam.
Nah, kalau saya merasa adem membaca kisah di atas. Tapi, bagi sebagian orang akan memrotesnya keras sebab menganggap Gus Mus telah menyejajarkan semua agama, atau Islam sama dengan agama lainnya.
Saking, mungkin, saking jengahnya dengan tudingan kafir dan lainnya, Gus Mus yang juga penyair ini pun meluapkannya dalam sebuah puisi.yang menurut saya kocak menggelitik, judulnya "Aku Harus Bagaimana ?"
Begini isi puisinya.
Aku pergi tahlil, kau bilang itu amalan jahil