Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ricuh Rekapitulasi Pemilu, Ini Sebabnya

21 April 2014   23:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398112242256825821

[caption id="attachment_332674" align="aligncenter" width="582" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com | Ilustrasi/kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Pasca pileg banyak caleg yang ngamuk-ngamuk. Katanya, mereka dicurangi. Suara pemilih mereka pindah ke caleg lain, entah satu parpol entah ke parpol lainnya. Malah, Sutan Bhatugana pun tidak ketinggalan menuding kegagalannya masuk ke Senayan akibat kongkalikong. Tidak sedikit dari caleg-caleg gagal itu yang menuduh penyelenggara pemilu, khususnya KPPS bermain curang.

Sebagai Ketua KPPS yang memiliki jiwa korsa, saya wajib membela rekan-rekan satu korp saya. Saya perlu menjelaskan bagaimana kronologi pemilu dan kemungkinan terjadi kecurangan di dalamnya.

Begini penjelasan saya.

Surat suara yang diterima KPPS sehari sebelum hari-H dalam kondisi terkunci dan tersegel. Pada Hari-H, KPPS menunjukan kotak suara yang terkunci dan tersegel tersebut kepada seluruh anggota KPPS yang berjumlah tujuh orang, 12 saksi parpol, pengawas, dan masyarakat yang hadir. Jadi, kalau kotak suara tersebut sudah tidak tersegel atau bahkan terkunci, saat itu juga akan dipersoalkan.

Kemudian dihadiri saksi KPPS membongkar kotak suara. Kotak suara yang telah dikosongkan ditunjukkan kepada semua yang hadir. Kalau ada satu saja kertas suara yang tersisa pasti akan dipersoalkan. Setelah itu seluruh kertas suara dihitung dan disaksikan oleh saksi parpol. Setelah selesai, jumlah surat suara kemudian diumumkan. KPPS, saksi, pengawas mencatat jumah surat suara tersebut.

Lantas KPPS membagikan DPT dan mengumumkan jumlah DPT, jumlah pemilih lelaki dan jumlah pemilih perempuan. Itu semua dicatat oleh saksi dan pengawas pemilu.

Jadi, sebelum tahap pemungutan suara, semua data sudah diumumkan dan dicatat oleh KPPS, saksi, dan pengawas. Selain itu surat suara yang tidak dipakai sudah diberi tanda silang dengan spidol besar sehingga tidak mungkin lagi dipakah.

Setelah tahap penghitungan suara, KPPS mengumumkan jumlah pemilih DPT, jumlah pemilih yang menggunakan A5, dan jumlah pemilih yang menggunakan KTP atau identitas lainnya. Jumlah kertas suara yang digunakan, kertas suara yang rusak (karena salah coblos atau hal lainnya), dan jumlah kertas suara sisa diumumkan juga. Dan semua yang diumukan itu dicatat. Kalau ada perbedaan pencatatan, pastinya saat itu juga bisa dipermasalahkan.

Pada tahap pengihitungan suara, seluruh saksi dipersilahkan mendekati tempat penghitungan suara. Satu persatu kotak surat suara dibuka, mulai dari DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, dan terakhir DPRD Kabupaten/Kota. Saat mengeluarkan surat suara KPPS menunjukkan ke saksi dan pengawas kalau kotak-kotak suara tersebut kosong tidak bersisa.

Saat menghitung suara. Kertas suara dibuka lebar-lebar sehingga KPPS dan saksi dapat melihat dengan jelas apakah surat suara itu sah atau tidak. Jika dinyatakan sah, di mana terdapat lubang pada kertas suara. Semua jelas dan disaksikan. Kalau ada saksi yang mempersoalkannya, saat itu juga bisa dijelaskan dan penjelasan tersebut terbuka bagi semua pihak. Setelah penghitungan suara selesai saksi bisa mencocokkan data yang dicatatnya dengan data rekapitulasi TPS. Kalau ada perbedaan data antara yang dicatat saksi dengan data hasil rekapitulasi TPS, saat itu juga bisa dicokokkan. Apakah dengan mencocokkannya dengan data yang dimiliki saksi lain, atau jika dimungkinkan penghitungan suara bisa kembali diulang.

Setelah selesai tahap penghitungan suara, KPPS mengisi form C1 untuk KPU yang berhologram, untuk 12 saksi, dan untuk pengawas. Seluruh Form C1 ditandatangai oleh ketujuh anggota KPPS dan juga saksi. Dan, dalam satu Form C1 terdapat 7 tanda tangan anggota KPPS dan 12 tanda tangan saksi. Bila Form C1 yang diterima saksi terdapat perbedaan data, seharusnya saat itu juga bisa diklarifikasi. Mengingat pengisian Form C1 dilakukan pada hari itu juga dan faktor kelelahan, maka kemungkinan terjadi human error. Jadi kalau ada perbedaan data, kenapa saksi menandatangani? Mumpung masih ditingkat KPPS, adanya perbedaan data lebih mudah diklarifikasi.

Hasil rekapitulasi Form C1 berhologram per TPS selanjutnya dibacakan di kelurahan. Pada saat itu seluruh saksi parpol hadir dan mencocokkan Form C1 yang diterima dari saksi yang diterjunkan ke TPS dengan Form C1 berhologram yang diumumkan. Dan, kalau ada perbedaan saat itu juga bisa diselesaikan. Dan, jika dimungkinkan tidak menjadi soal bila petugas PPS membuka kembali kotak suara dan menghitung ulang suara.

Dari sini sangat jelas tergambar bila kecurangan hasil pemilu sangat sulit dilakukan. Ada belasan pasang mata yang menyaksikan dan mencatat. Ada beberapa kali tahap untuk mencocokkan perolehan suara. Jadi, kepada caleg yang ngamuk-ngamuk itu, termasuk Sutan Bathugana, sebelum menuding adanya kecurangan dengan modus pengalihan suara, sebaiknya Form C1 yang dipegangnya dicocokkan dengan Form C1 yang diterima saksi lain. Karena tidak menutup kemungkinan timses caleg-caleg ngamuk itu yang mengarang-ngarang cerita agar tidak kehilangan muka di depan caleg jagoannya.

Kalau terjadi penggelembungan suara dengan cara mencoblos kertas suara, sebelum atau sesudah tahap penghitungan suara, yang dilakukan oknum KPPS berarti para saksi, pengawas, Linmas, juga terlibat. Masa, dari dua puluhan orang tidak satu pun yang melihat apakah kotak suara masih terkunci dan tersegel atau tidak. Kemudian, masa dari dua puluhan orang itu tidak satu pun yang melihat sisa kertas suara yang diberitanda silang.

Kemudian, adanya tudingan pengalihan suara antar caleg. Ini pengalaman saya. Kamis 17 April 2009 kemarin saya menandatangani surat yang menyatakan adanya kekeliruan dalam pengisian Form C1. Suara caleg nomor 5 sejumlah 5 suara dari Partai S dimasukkan ke caleg nomor 6 dari Partai S juga yang sama sekali tidak mendapat suara. Di kecamatan timses parpol tersebut marah-marah dan meminta menghitungan ulang surat suara. Karuan saja permintaan tersebut ditolak oleh timses parpol-parpol lainnya. Alasannya sederhana, kenapa kesalahan tersebut tidak dikoreksi pada saat penyerahan Form C1 dari KPPS ke saksi parpol atau pada saat rekapitulasi suara di kelurahan.

Dan, ternyata dari belasan Form C1 yang kami tanda tangani hanya Form C1 yang diterima saksi Partai P itu saja yang bermasalah. Itu pun hanya kesalahan menempatkan angka pada kolom (Bahasa Cirebonnya ketlingsut). Kalaulah seluruh Form C1 yang kami tanda tangani bermasalah barulah penghitungan suara ulang bisa dilakukan. Jadi, memang timses parpol pun kadang mencari masalah yang mengeruhkan proses pemilu, lalu koar-koar teriak telah terjadi jual beli suara, penggelembungan, dan lain-lain.

Saya mendapat informasi ada Form C1 yang diterima Partai Gd yang suara yang diterimanya berselisih jauh. Dari 126 suara hanya tertulis 26 suara. Toh, timses Partai Gd itu tidak protes, karena timses Partai Gd membandingkannya dengan Form C1 yang diterima parpol lain dan juga dengan hasil rekapitulasi di kelurahan. Dan, ternyata hanya Form C1 yang diterimanaya saja yang bermasalah. Toh, ketidakcocokan data pada Form C1 yang diterima saksi Partai Gd tersebut tidak memengaruhi suara partai dan calegnya.

Jadi jelas, dari pengamatan dan pengalaman saya selaku ketua KPPS, potensi kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu itu ada. Tapi, mekanisme pemilu yang sedemikian terbuka potensi kecurangan sangat keci. Bila pun ada kecurangan itu harus melibatkan banyak pihak, atau dilakukan oleh penyelenggara yang bodoh. Bagaimana tidak bodoh, dengan banyaknya saksi mata, kecurangan pemilu pastinya akan mudah terbongkar. Dengan demikian, kericuhan proses penghitungan suara lebih kerena dipicu unsur ketidaksiapan caleg/parpol dalam menerima kekalahan..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun