Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Faktor Jokowi Sebabkan Bazar Tenda Besar Prabowo Sepi

5 Mei 2014   18:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kurang apa sih Prabowo Subianto? Partainya, Gerindra, masuk 3 besar parpol pemenang pemilu 2014 versi quick count dengan 11 % suara. Berbagai rilis survei pun menempatkan Prabowo sebagai capres terkuat kedua di bawah Jokowi. Dengan perolehan suaranya, Gerindra cukup didukung 2-3 parpol menengah untuk bisa mencapreskan Prabowo. Tapi, kenapa sampai detik ini belum juga ada parpol yang secara resmi menyatakan dukungannya Prabowo?

Tiga hari pasca pileg, 12 April 2014, Gerindra mulai menawarkan koalisi “tenda besar” untuk menampung banyak parpol. Lewat Fadli Zon. Gerindra memproklamirkan akan membagi-bagikan kursi kebinat bila ada parpol yang mau mendukung Prabowo. Lima hari kemudian Amien Rais menggalang poros yang dinamakannya Koalisi Indonesia Raya. Sekalipun Amien mengaku penggalangan koalisi itu tidak ditujukan untuk mendukung capres manapun, namun, dari nama dan dari pernyataan Amien yang kecewa dengan rencana Jokowi yang akan membangun kabinet kerja, tersirat bila koalisi tersebut diarahkan untuk mendukung Prabowo.

Gagasan Amien yang dialamatkan kepada parpol Islam in ternyata hanya ditanggapi oleh dirinya sendiri dan PKS. Dan, bila melihat latar belakang Amien dan PKS bisa diduga bila gagasan ini bertujuan “asal bukan Jokowi”. Sementara PPP yang sebelumnya mendukung Prabowo malah mengevaluasi dukungannya, sedang PKB justru semakin merapat ke PDIP.

Menariknya, sekalipun terkesan Prabowo sudah banting harga dalam bazar tenda besar, tapi faktanya tenda besar Gerindra tetap sepi peminat. Pengunjungnya pun hanya PKS yang diemohi oleh Demokrat dan PDIP. Mungkin karena murahnya harga yang ditawarkan sampai-sampai PKS pun berani menawarkan Aher yang namanya diduga tersangkut kasus korupsi Bank Jabar Banten untuk dipasangakan sebagai cawapres. Tidak hanya itu, melalui KSPI yang dipimpin kader PKS Said Iqbal dan juga dihadiri oleh elit PKS Indra, Prabowo mau tidak mau harus menyetujui tuntutan KSPI. Sialnya secara akal sehat tuntutan KSPI itu ngawur 2000 %, hasilnya, bukannya mendapat apresiasi, dukungan Prabowo tersebut justru mendapat comoohan.

Lima belas hari jelang batas akhir pengajuan capres-cawapres sepertinya nasib pencapresan Prabowo ditentukan oleh Golkar, Demokrat, dan PAN. Golkar rencannya baru akan menentukan capresnya setelah menggelar rapat nasional. Sedang Demokrat masih galau menentukan sikapnya. Hal ini terkait dengan ketidakjelasan konvensi, apakah pemenang konvensi yang sudah pasti tidak bernilai jual itu tetap akan dipaksakan atau Demokrat memilih

untuk mendukung capres lainnya. Di sisi lain PAN masih menunggu sikap “besannya” Demokrat. Sepertinya, PAN tetap mengekor keputusan Demokrat.

Muncul pertanyaan, apakah keenganan parpol mendukung Prabowo karena rekam jejak masa lalunya yang diduga terkait pelanggaran HAM berat? Ternyata, menurut survei Lingkaran Survei Indonesia hanya 27 % responden yang tahu bila Prabowo terkait isu pelanggaran HAM, dan 71 % sisanya menjawab tidak tahu. Jadi, jelas, keenggaan parpol mendukung Prabowo bukan karena rekam jejak masa lalunya. Buktinya, Amien yang diposisikan sebagai tokoh reformasi pun terkesan mendukung Prabowo.

Lalu, apa penyebab parpol-parpol itu masih bersikap wait and see? Sebabnya, bola sekarang ada di kaki Jokowi sebagai capres terkuat dengan eletabilitas di atas Prabowo. Amunisi Jokowi pun semakin lengkap setelah NasDem resmi mendukungnya. Dukungan NasDem kepada Jokowi sudah terlihat nyata dengan semakin gencarnya serangan udara Jokowi. Masalahnya, sampai detik ini Jokowi belum memutuskan cawapres yang bakal dipilihnya. Ada tiga kandidat kuat cawapres, Jusuf Kalla, Mahfud MD, dan Ryamizard Ryacudu. Pilihan Jokowi pada salah satu kandidat pastinya berdampak terhadap konstelasi politik.

Jokowi yang sudah merasa aman dengan dukungan NasDem sepertinya sedang memainkan waktu sekaligus memasang mata dan telinganya. Jokowi sepertinya baru akan mengumumkan siapa pendampingnya mendekati batas akhir pencalonan capres-cawapres. Itulah sebabnya PKB dan parpol lainnya baru akan menentukan sikap jelang 20 Mei. Sementara Golkar baru akan memastikan capresnya pada petengahan Mei. Dua parpol tersebut, PKB dan Golkar, sangat berkepentingan dengan cawapres pilihan Jokowi yaitu Mahfud MD dan Jusuf Kalla.

Lalu pertanyaannya, sampai kapan Prabowo “melajang”?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun