Masih ingat layanan masyarakat luar ruangan “Waspada Demam Berdarah” di masa Soeharto berkuasa. Pada iklan itu digambarkan jelas dengan jenis nyamuk penyebar demam berdarah. Gambar nyamuk itu mendapat ruang yang luas sehingga memudahkan masyarakat untuk mengenal jenisi nyamuk yang perlu dibasminya.
Sekarang komposisi iklan layanan masyarakat luar ruangan berbeda dengan masa Orba. Pada iklan “Waspada Demam berdarah”, misalnya, foto nyamuk penyebar demam berdarah mendapat porsi kecil, sedang foto pejabat daerah mendapat space yang jauh lebih besar. Untung saja masyarakat masih bisa membedakan mana yang harus dibasmi dari kedua makhluk yang fotonya ada dalam iklan tersebut.
Bandingkan juga kedua iklan “Keluarga Berencana” di bawah ini.
[caption id="attachment_344431" align="aligncenter" width="375" caption="Iklan luar ruanganpemerintah tentang Keluarga Berencana saat Orba Sumber http://masatifali.blogspot.com/2013/12/iklan-layanan-masyarakatmempromosikan.html"][/caption]
[caption id="attachment_344430" align="aligncenter" width="410" caption="Iklan luar ruangan pemrrintah tentang Keluarga Berencana sekarang. Sumber http://rosenmanmanihuruk.blogspot.com/2014/06/jangan-ragu-menuju-keluarga-berencana.html"]
Tentunya perbedaan komposisi iklan layanan masyarakat di antara kedua jaman itu ada penyebabnya. Pertanyaannya, kenapa sekarang ini mudah sekali menemukan foto kepala daerah dan wakilnya yang mendominasi ruang pada iklan-iklan pemerintah? Kemudian, apakah dominasi foto pejabat dalam setiap baliho, spanduk, billboard, dan lainnya itu ada hubungannya dengan pelkada langsung? Tidak hanya itu foto-foto kepala daerah pun bermunculan dalam ucapan-ucapan selamat.
Bisa jadi fenomena mejengnya foto kepala daerah dalam iklan-iklan pemerintah daerah memang ada kaitannya dengan pemilu langsung. Hal ini terlihat dari semakin masifnya iklan-iklan pemda yang menampilkan kepala daerah setiap menjelang pemilu kada. Iklan-iklan pemda itu menyerbu publik lewat koran lokal, radio, televisi lokal, dan tentu saja media luar ruangan.
Dalam pilkada langsung, rakyat menandai foto calon kepala daerah pilihannya dengan mencoblos atau mencontreng. Jadi pengaruh keterkenalan foto lebih besar ketimbang program-program yang ditawarkan dalam visi dan misinya. Maka tidak heran bila seorang kepala daerah yang maju lagi sebagai calon petahana akan jor-joran menggunakan wewenangnya untuk mempromosikan potret wajahnya. Apalagi tidak ada larangan bagi kepala daerah untuk menampilkan foto-fotonya di setiap iklan pemerintah yang menggunakan dana APBD.
Dan memang, jelang Pilkada Jabar Februari 2013 lalu Gubernur Jabar Aher yang kembali maju semakin masif tampil dalam berbagai media. Iklan-iklan Aher sebagai Gubernur Jabar kerap melintas di antara selingan acara. Aher pun tampil dalam sebuah program yang ditayangkan oleh TV One.
Dan, sekalipun si kepala daerah sudah memasuki periode keduanya, belum tentu produktifitasnya memajang foto menurun. Karena dalam beberapa kasus, dalam iklan pemerintah yang dipimpinnya si kepala daerah juga berpose bersama calon penggantinya, entah itu istri si kepala daerah, sekda atau pejabat pemda lainnya, pengusaha, atau lainnya
Masalahnya bagi warga, pemasangan iklan pemerintah itu bikin sepet mata yang melihatnya. Bagaimana tidak hampir di setiap sudut daerah foto-foto kepala daerah bisa dijumpai. Di Jawa Barat, misalnya, hanya dalam luas area tertentu masyarakat bisa melihat baliho bergambar Gubernur Jabar Aher seorang diri, Gubernur Jabar berdua dengan wakilnya Dedy Mizwar, Gubernur Jabar berpasangan dengan istrinya, dan istri Gubernur Jabar seorang diri. Jelas saja banyaknya iklan pemerintah Jabar ini membuat BT karena bisa dibilang sejauh mata memandang yang terlihat hanya baliho milik pemeritah Jabar dengan potret gubernurnya. Sampai-sampai Aher diselorohi sebagai gubernur sejuta baliho.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H