Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Polri "Save" KPK

25 Januari 2015   22:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi rumusannya bila sebuah isu berakhir dengan dua cara. Pertama, ditinggalkan karena bosan, contohnya isu penenggelaman kapal asing pencur ikan. Kedua, karena tergeser atau digeser oleh isu lainnya. Contohnya, kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang teralihkan oleh aksi teror Bom Bali 2 yang terjadi kurang dari 24 jam kemudian. Atau isu dicopotnya Hendarman Supandji dari jabatan Jaksa Agung (24 September 2010) yang tergeser oleh serangan teroris terhadap Polsek Hamparan Perak yang terjadi pada malam sebelumnya (23 September 2010).

Jika dilihat pada dua kasus diatas, Bom Bali 2 dan penyerangan Polsek Hamparan Perak, disimpulkan bila sebuah isu yang menyedot perhatian publik akan menggeser isu lainnya. Dan, sebuah isu akan menyedot perhatian publik bila mengandung unsur drama, ada yang menjadi korban, ada kejutan, ada kehebohan, dan lain sebagainya. Tapi, apa pun itu, sebuah isu tidak mungkin menggeser isu lainnya tanpa peran media.

Dalam kasus kekinian terjadi pula penggeseran isu. Isu tentang Ketua KPK Abrahan Samad yang melakukan pendekatan kepada PDIP untuk dijadikan cawapres bagi Jokowi tergeser oleh isu penangkapan Bambang Widjojanto oleh Polri sehari kemudian.

Jika menimbang bobotnya, isu pendekatan Samad kepada petinggi PDIP memiliki daya tarik lebih ketimbang penangkapan Bambang. Dalam lobby politinya, Samad diduga melakukan “jual-beli” atas kasus-kasus yang tengah ditangani KPK yang dipimpinnya. Sedang Bambang diduga mengarahkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan palsu pada sidang MK yang terjadi 5 tahun yang lalu. Tetapi, karena berlangsung lebih dramatis, isu penangkapan Bambang berhasil menelan isu pendekatan politik Samad.

Dramatisasi penangkapan Bambang, di mana wakil ketua KPK itu ditangkap ketika sedang mengantar anaknya dan ditangkap dihadapan anaknya yang lain berhasil menyentuh rasa kemanusiaan. Belum lagi Bambang yang secara tidak mungkin melawan digiring ke kantor Kabareskrim dengan kedua tangan terborgol. Kata “plester” yang diucapkan salah seorang anggota polisi yang membawa Bambang menjadi bumbu penyedap drama. Belum lagi, serentetan pernyataan dari pengacara Bambang yang mengungkapkan betapa sulitnya upaya pendampingan terhadap kliennya menambah cita rasa pendzolimana terhadap KPK.

Media yang baru sehari menyoroti lobby politik Samad beralih memusatkan perhatiannya pada isu penangkapan Bambang. Sejumlah pemberitaan penangkapan Bambang diturunkan. Sejumlah narasumber diwawancarai. Reaksi netizen di berbagai media sosial dijadikan acuan atas emosi  publik.

Lewat isu penangkapan Bambang, KPK yang sebelumnya mendapat sorotan negatif, berbalik menuai dukungan publik. Apalagi, dalam berbagai pidatonya, pimpinan KPK memposisikan diri sebagai pihak yang didzolimi. Bahkan, Samad yang tidak nampak batang hidungnya ketika isu lobby politiknya dibeberkan, mendadak keluar dengan pidatonya yang disertai linangan air mata.

Lebih dari itu, penangkapan Bambang oleh Polri telah menyelamatkan KPK dari ketersudutannya. Sebaliknya, atas drama penangkapan yang penuh drama itu, Polri menuai hujatan. Lewat peristiwa ini terbaca bila bangsa ini mudah terprovokasi oleh dramatisasi sebuah isu ketimbang bobot dari isu tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun