Telah disinggung dimuka bahwa orde baru dengan kedigdayaan kuasanya menyelimuti setiap sendi masyarakat, hegemoni kekuasaannya mencengkram dalam. Arif Budiman menyebutkan bahwa negara yang dibangun oleh rezim Soeharto dengan dalih pembangunan ekonomi telah melahirkan negara yang otoriter dan ditentukan oleh segelintir golongan birokrat yang hanya memikirkan rupiah. Sentralisasi pada masa orde baru kental terasakan. Seperti pemilu yang pada waktu itu hanya diperuntukan oleh partai bergambarkan pohon beringin dan berwarnakan kuning.Â
Bisa kita sebut orde baru dengan ideologi pembangunismenya hendak memeratakan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat pada waktu itu. Namun faktanya, masyarakat tidak diikut sertakan dalam pembangunan, ia dijadikan objek tanpa diberi celah untuk bersuara, berdemokrasi dsbg. Gus Dur bilang dibalik kestabilan yang diciptakan orde baru dan dirasakan oleh masyarakat ternyata menciptakan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat dengan pemerintah. Ada jurang yang kian lama semakin curam. Jika begini, sama saja mengabadikan kekuasaan rezim orde baru. Dalih pembangunan tinggalah dalih, malah ia menjadi kedamaian dan ketentraman semu. Dalam ungkapan lain, orde baru telah menciptakan kedamaian yang mencemaskan.
 Ihwal tadi dapat kita saksikan dalam Entrok, serangkain tingkah pongah, latah PKI dst. Diakhir cerita Okky Madasari menceritakan Rahayu sebagai -kalau boleh saya sebut- seorang aktivis lingkungan. Waktu itu, ada sebuah lokasi yang hendak dibuat bendungan besar yang harus dibayar dengan menggusur pemukiman warga. Rahayu melawan kekuasaan, hingga akhir perjuangannya dia dicap sebagai PKI. Pada masa itu, dicap sebagai PKI adalah momok yang menakutkan. Beruntung, bangsa tidak terninabobokan oleh ketentraman semu orde baru. Bangsa melawan dengan kekuatan sipil sehingga pecahlah reformasi. Terima kasih, silakan Entrok kalian tuntaskan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI