Mohon tunggu...
Nurul Anwar
Nurul Anwar Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Conten Writer | Fasilitator | Pekerja Sosial |

Menulis seputar Lifestyle | Ulasan | Refleksi | Opini dst.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review "Entrok" Bagian Tiga: Marni dan Kepongahan Rezim Orde Baru

28 Januari 2023   09:56 Diperbarui: 28 Januari 2023   10:08 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Militer tempo dulu (Alif.id)

 Telah disinggung dimuka bahwa orde baru dengan kedigdayaan kuasanya menyelimuti setiap sendi masyarakat, hegemoni kekuasaannya mencengkram dalam. Arif Budiman menyebutkan bahwa negara yang dibangun oleh rezim Soeharto dengan dalih pembangunan ekonomi telah melahirkan negara yang otoriter dan ditentukan oleh segelintir golongan birokrat yang hanya memikirkan rupiah. Sentralisasi pada masa orde baru kental terasakan. Seperti pemilu yang pada waktu itu hanya diperuntukan oleh partai bergambarkan pohon beringin dan berwarnakan kuning. 

Bisa kita sebut orde baru dengan ideologi pembangunismenya hendak memeratakan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat pada waktu itu. Namun faktanya, masyarakat tidak diikut sertakan dalam pembangunan, ia dijadikan objek tanpa diberi celah untuk bersuara, berdemokrasi dsbg. Gus Dur bilang dibalik kestabilan yang diciptakan orde baru dan dirasakan oleh masyarakat ternyata menciptakan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat dengan pemerintah. Ada jurang yang kian lama semakin curam. Jika begini, sama saja mengabadikan kekuasaan rezim orde baru. Dalih pembangunan tinggalah dalih, malah ia menjadi kedamaian dan ketentraman semu. Dalam ungkapan lain, orde baru telah menciptakan kedamaian yang mencemaskan.

Kekuatan sipil menggugat Soeharto (Hukumnas.com).
Kekuatan sipil menggugat Soeharto (Hukumnas.com).

 Ihwal tadi dapat kita saksikan dalam Entrok, serangkain tingkah pongah, latah PKI dst. Diakhir cerita Okky Madasari menceritakan Rahayu sebagai -kalau boleh saya sebut- seorang aktivis lingkungan. Waktu itu, ada sebuah lokasi yang hendak dibuat bendungan besar yang harus dibayar dengan menggusur pemukiman warga. Rahayu melawan kekuasaan, hingga akhir perjuangannya dia dicap sebagai PKI. Pada masa itu, dicap sebagai PKI adalah momok yang menakutkan. Beruntung, bangsa tidak terninabobokan oleh ketentraman semu orde baru. Bangsa melawan dengan kekuatan sipil sehingga pecahlah reformasi. Terima kasih, silakan Entrok kalian tuntaskan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun