Setelah berjalan cukup jauh, sebuah harapan muncul di depan mata. Sebuah jalan berbatu yang tampaknya bakal terhubung ke sebuah peradaban manusia. Pada waktu itu hari telah siang. Sebagai informasi, ransum dan minuman telah menipis dan bahkan ada yang habis. Salah satunya saya. Â
Nah ini, saya yang begitu stupid-nya, tidak membawa bekal makanan dan minuman yang memadai. Yahh, namanya juga pertama kali naik gunung. Malam sebelumnya, saya cuma berbekal air mineral satu cup yang saya beli di sebuah warung makan di desa di kaki gunung. Betul, satu cup yang volumenya nggak sampai 200 mililiter!
Sebelumnya saya sempat mengira kegiatan itu cuma naik ke puncak lalu segera turun, maksimal beberapa jam saja. Naik setelah Isya, malam itu juga turun. Ternyata perjalanan kami berlangsung sampai besoknya. Hehe...
Ketika perjalanan menuju puncak gunung, saya menyesap air mineral sedikit demi sedikit. Air mineral yang saya bawa habis seluruhnya menjelang waktu tidur di perut gunung yang dingin. Entah bagaimana saya merasa kuat-kuat saja padahal tidak membawa perbekalan yang cukup.
Oke kembali lagi, singkat cerita setelah melalui jalan yang beriku-liku kami menemukan jalan berkelok dan mendapati sebuah rumah. Tidak lama ada rumah-rumah lainnya, tentu saja membuat kami bersuka cita. Kami semua sangat lelah, kehausan, lapar, tapi beruntung kami semua solid dan bersemangat juang tinggi untuk kembali ke "habitat" kami.
Pada akhirnya rumah-rumah semakin banyak, ada ladang juga. Tapi jalanan masih naik turun. Jalanan turun tidak masalah, tapi ketika jalanan naik dalam kondisi yang luar biasa letih, lapar dan haus? Silakan dibayangkan sendiri.
Sore menjelang maghrib, kami sampai di sebuah desa dengan telaga dan sungai yang airnya jernih. Bak kesetanan, kami segera menampung aliran air telaga ke botol kemasan air mineral berukuran satu liter yang sudah kosong milik teman saya.
Karena botol terbatas, kami bergantian meneguk air yang menyegarkan itu. Saking sangat kehausan, saya tidak menghitung berapa liter air yang sudah masuk ke lambung saya. Setelah merasa tubuh kami cukup terhidrasi, kami membersihkan diri di telaga tersebut.
Kemudian kami berjalan lagi menyusuri jalan desa yang telah beraspal. Jalan itu membawa kami ke lokasi yang biasanya menjadi titik kumpul para pendaki gunung tersebut, termasuk teman-teman saya yang telah berpengalaman.
Kelompok saya sampai di tempat itu malam hari menjelang Isya. Kami berjumpa dengan teman-teman kami yang telah sampai beberapa jam sebelumnya. Jadi saya dan kelompok saya adalah kelompok terakhir yang sampai di titik kumpul itu.
Naik gunung itu hobi dan itu adalah hak