"Istriku, Nava dan Kesya ada di lobi depan. Mereka semua berdoa buat kesembuhan Ayah. Sehat lagi ya, Yah... Mereka kangen banget sama Ayah...," lanjut Rangga yang membiarkan air matanya mengalir lagi dari kedua matanya.
Dirga menatap mereka dari jendela kamar dengan perasaan sedih. Ia melipat lengan kirinya di dadanya, sedangkan jemari kanannya menutup bibirnya dengan rapat. Ia sedih, tetapi ia ingin menyembunyikan kesedihannya di tengah lalu-lalang tim medis di area ICU.
***
Rangga mengantar istri dan kedua anaknya ke rumah ayahnya agar mereka bisa beristirahat dengan nyaman. Kedua anaknya yang masih balita juga butuh mandi dan ranjang yang nyaman setelah perjalanan jauh yang mereka tempuh.
Setelah membersihkan diri, ia segera kembali ke rumah sakit untuk menemani Dirga yang sudah 24 jam di rumah sakit. Mereka berdua sama-sama belum tidur sejak malam sebelumnya.
Mereka duduk di selasar rumah sakit sambil menikmati mie ayam dan es teh manis. Sudah lama mereka tidak merasakan momen seperti itu. Sebelum Rangga merantau ke Jakarta sepuluh tahun silam, mereka kerap makan berdua di warung desa atau pun di tengah kota. Waktu itu Dirga masih sekolah.
"Kamu ingat kan kalau Ayah selalu mengingatkan kita agar bekerja dengan jujur?" tanya Rangga kepada adiknya.
"Ya, Mas. Aku tidak pernah lupa dengan kata-kata Ayah," jawab Dirga yang baru saja menghirup tehnya.
"Kamu sekarang bekerja di bank. Tempatnya uang, kan? Uangnya orang banyak tapi. Awas, jangan sampai kena sihir uang-uang kertas yang kamu lihat setiap hari di mejamu," kata Rangga.
"Nggak akan pernah, Mas. Almarhumah ibu juga sering mengatakan pesan yang sama. Ada temanku yang berkali-kali ngajak muterin uang-uang itu. Ada juga yang bikin kredit fiktif. Sinting memang," ujar Dirga.
"Bagus. Rejeki kita tak akan kemana kalau kita berusaha amanah dalam bekerja. Contohnya ya Masmu ini. Ketika kamu telepon kemarin, Mas usaha nyari tiket ke sini dan semuanya habis. Bahkan rental mobil juga kosong. Kalau Masmu ini tidak memegang teguh kata-kata ayahmu, mungkin Masmu nggak akan dapat pinjaman mobil dari teman Mas. Ndilalah pas Mas telpon Arbi, ternyata dia bolehin Mas pakai mobilnya. Tahu kan Arbi? Yang hobi nyanyi itu?" tanya Rangga.