Menjelang tengah malam di minggu terakhir bulan Romadhon, Rangga menerima panggilan telepon. Dirga, sang adik yang tinggal di sebuah desa di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mengabarkan bahwa ayah mereka sedang dirawat di rumah sakit.
Dirga menceritakan kronologinya. Sore hari ketika ia pulang kerja, sang ayah mengeluh sesak nafas. Tanpa berpikir panjang, ia segera membawa ayahnya ke RSUD dr. Soeroto Ngawi menggunakan sepeda motor roda tiga yang ia pinjam dari warung sebelah rumah.
Sesampai di rumah sakit, tim IGD rumah sakit segera menangani sang ayah yang dalam kondisi tidak sadarkan diri. Mereka melakukan serangkaian prosedur medis yang diperlukan. Melihat kondisi sang ayah, dokter memindahkannya ke ruang ICU dengan sejumlah peralatan medis untuk menstabilkan kondisinya.
Istri Rangga yang sedang melipat pakaian di lantai kamar mendadak menghentikan kegiatannya. Merasa ada situasi yang serius, ia meminta suaminya untuk mengaktifkan pelantang suara di ponsel agar ia bisa ikut mendengarkan.
Selesai menerima telepon, Rangga dan istrinya segera berdiskusi.
"Mah, bagaimana ini? Ayah sakit keras. Kalian yang ke Medan saja ya, aku yang ke Ngawi," kata Rangga.
Sang istri menghela nafas panjang. Ia meletakkan pakaian yang tadi ia lipat di atas ranjang, lalu bangkit untuk meraih botol air mineral di atas meja dan meneguknya sekali.
Lebaran tahun ini, Rangga dan keluarga kecilnya sebenarnya akan mudik ke Medan. Lebaran tahun lalu mereka sudah mudik ke Ngawi. Mereka sudah sepakat, karena lokasi kampung halaman mereka yang berjauhan, maka agenda mudik Lebaran dilakukan secara bergantian.
"Mau gimana lagi, Pah? Kondisi ayah seperti itu. Kita harus ke Ngawi..." ujar istrinya.
"Maksudku, aku aja yang ke Ngawi," sahut Rangga.
"Enggak, Pah... Kita harus bareng-bareng. Aku juga nggak bisa bawa dua anak kecil ke Medan, Pah," kata istrinya.