"Ya udah let's go masuk mobil. Kita coba cari ke atas," ajak Budi.
***
Mobil minibus 7-seater milik orang tua Budi melaju perlahan ke arah puncak bukit, melalui jalan berkelok dengan pepohonan tinggi yang rimbun di sisi kanan dan kiri. Lampu penerangan jalan cukup terang, membuat mereka mudah membaca rambu-rambu atau pun papan penunjuk arah.
Jalan itu sangat sepi, tidak ada satu pun orang lalu lalang. Hanya ada satu dua mobil yang berpapasan atau mendahului mereka.
Ada enam hotel yang mereka datangi, tapi semua kamar penuh terisi. Bahkan di satu hotel dengan jumlah kamar paling banyak di area itu tidak punya satu kamar kosong sama sekali. Area parkirannya dipenuhi dengan puluhan mobil dan bus dari luar kota.
Budi mengendarai mobilnya dengan perlahan di jalan yang agak menanjak ke arah puncak bukit. Biyan yang duduk di sebelah Budi menyisir sisi kanan kiri mencari hotel. Ketiga wanita muda itu duduk di baris kedua, saling berpelukan untuk menghangatkan diri.
Empat hotel berikutnya juga sama saja, kosong. Budi segera menjalankan mobilnya lagi semakin jauh, semakin mendekati puncak bukit.
Kali ini jalan yang mereka lalui benar-benar sepi. Mereka belum melihat satu pun hotel, juga tidak ada rumah warga seperti di ruas jalan sebelumnya. Di kanan kiri jalan adalah pepohonan yang tumbuh rapat dan tidak ada penerangan jalan sama sekali, membuat suasana jalan itu agak creepy.
"Kayaknya hotel tadi itu hotel paling ujung dan kayaknya bangunan terakhir. Kita balik turun aja, Bud. Kalau enggak ada hotel lagi, kita join sama teman-teman aja dehhh. Kita sewa extra bed, entar kita patungan," kata Biyan.
Budi diam saja. Pandangannya menyapu jalanan dan pepohonan di tepi jalan. Kabut tipis perlahan mulai datang.
Beberapa saat kemudian tampaklah secercah harapan.