Situasi geopolitik dunia beberapa bulan ini semakin memanas menyusul konflik Rusia-Ukraina yang pecah sejak awal tahun 2022 lalu. Hingga kini belum tampak tanda-tanda bakal terjadi perdamaian antara kedua negara tersebut.
Konflik Rusia-Ukraina belum reda, situasi di Asia Timur kini semakin tegang. Apalagi setelah Korea Utara melakukan uji coba peluncuran rudalnya ke Samudera Pasifik pada Selasa (4/10/22) lalu, yang membuat otoritas Jepang memperingatkan warga Hokkaido dan Aomori agar segera bergerak ke tempat-tempat perlindungan. (sumber: DW)
Kabar terbaru, Korea Utara kembali meluncurkan sepasang rudal jelajah strategis jarak jauh pada Rabu (12/10/22) lalu. Menurut informasi dari CNBC, kedua rudal tersebut punya kemampuan mengangkut hulu ledak nuklir.
Situasi geopolitik yang terjadi saat ini juga kompleks. Di balik negara-negara yang bersitegang, ada negara-negara lain yang secara tidak langsung terseret dalam pusaran konflik yang dikawatirkan akan memicu eskalasi konflik yang lebih luas.
Hmm... Rasanya dunia sedang tidak baik-baik saja. Pandemi COVID-19 saja masih belum selesai, datang ancaman resesi ekonomi global. Kini ditambah ancaman perang di sejumlah kawasan yang membuat kita auto ketar-ketir. Apalagi setelah membaca kabar dari Kompas TV baru-baru ini tentang latihan pasukan nuklir bertajuk "Steadfast Noon" yang digelar oleh sejumlah negara NATO.
Kedahsyatan bom nuklir
Beberapa waktu lalu ada sebuah unggahan di media sosial tentang prediksi durasi perang. Pendapatnya kurang lebih begini, kalau Perang Dunia I berlangsung selama empat tahun (yaitu tahun 1914-1918), lalu Perang Dunia II berlangsung selama enam tahun (yaitu tahun 1939-1945), maka perang berikutnya dengan bom nuklir hanya perlu waktu dua hari saja!
Apalagi bila sejumlah rudal berhulu ledak nuklir diarahkan ke sejumlah tempat atau negara secara bersamaan, bisa jadi perang akan selesai tidak sampai satu hari. Karena beberapa saat setelah diluncurkan, BOOMMM..., semuanya luluh lantak dalam sekejap mata.
Video berikut mungkin bisa menggambarkan tentang kedahsyatan ledakan bom nuklir. Video animasi realitas virtual (VR) 360 derajat ini dibuat berdasarkan peluncuran bom hidrogen Ivy Mike yang diledakkan di Kepulauan Marshall di tahun 1952. Dalam hitungan detik, pulau yang sebelumnya indah bak surga berubah menjadi pulau neraka. Â
Video lainnya menggambarkan bagaimana bila bom nuklir diledakkan tidak jauh dari kota. Bila itu terjadi, jutaan manusia bakal meregang nyawa. Bila ada yang masih selamat, kemungkinan akan menderita seumur hidupnya karena paparan radiasi.
Ancaman bom nuklir bukanlah fiksi
Ancaman nuklir yang merebak belakangan ini bukan bagian dari rencana supervillain Neutron yang cuma eksis di komik DC. Karakter itu memiliki kemampuan meledakkan nuklir dahsyat dari tubuhnya tapi juga sekaligus menyerap radiasi. Dalam komik, hanya Superman yang bisa menghentikan ancaman Neutron.
Juga bukan tentang Mahkizmo atau Nuclear Man, supervillain lainnya di dunia Marvel. Karakter yang mempunyai jurus "nuclear punch" itu adalah musuh Fantastic Four yang juga menjadi lawan Captain Marvel.
Ini tentang konflik antara manusia satu dengan manusia lainnya. Padahal bila perang nuklir terjadi, yang jadi korban ya manusia juga.
Sekali menekan tombol "launch", dalam beberapa detik dunia tidak akan sama lagi. Semua keindahan yang ada di dunia luluh lantak, seluruh gerlap seketika lenyap, setiap bahagia mendadak sirna. Mungkin tak ada senyum lagi karena tergantikan oleh wajah-wajah kusam tanpa ekspresi karena depresi.
Kota Hiroshima dan Nagasaki pernah diluluhlantakkan oleh bom atom ketika Perang Dunia II, meninggalkan duka yang mendalam dan derita yang berkepanjangan bagi warga di kedua kota tersebut. Para penyintas, yang disebut Hibakusha, menderita penyakit yang disebabkan oleh paparan radiasi.
Itu kejadian di masa lalu dengan teknologi jadul. Teknologi senjata nuklir masa kini diperkirakan jauh lebih dahsyat lagi yang bakal meninggalkan dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Bisa jadi saking rusaknya sendi-sendi kehidupan manusia pasca perang nuklir, untuk makan saja orang harus mengais-ngais tanah atau batuan, menadah air hujan untuk mengobati dahaga berkepanjangan... Amit-amitt...
Bila perang nuklir terjadi, rasanya tidak ada orang yang bisa lolos dari dmapaknya baik dampak langsung atau tidak langsung. Orang-orang yang hidup tidak jauh dari titik ledakan akan merasakan dampak langsung, sedangkan yang jauh dari titik ledakan ikut menanggung dampak tidak langsung. Hal ini karena adanya efek domino yang menyebar ke berbagai arah dan menyerang aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (atau disingkat ipoleksosbudhankam).
Indonesia sebetulnya berada di Asia Tenggara yang suasananya lebih adem ayem. Tidak ada konflik abadi di antara negara-negara di ASEAN. Bisa dibilang situasi negara kita relatif kondusif. Meski begitu, bukan tidak mungkin Indonesia mendapat getahnya, merasakan dampak ikutan akibat perang nuklir.
Rencana kontinjensi terhadap ancaman perang nuklir
Dilansir dari Kompas.com, pemerintah sedang melakukan stress test untuk menguji berbagai skenario untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang bakal dihadapi di masa mendatang, termasuk dalam menghadapi ancaman nuklir. Melihat situasi geopolitik yang terjadi saat ini, bukan tidak mungkin ada pengerahan senjata nuklir sehingga rencana kontinjensi tersebut menjadi sangat krusial.
Ini bukan bermaksud menakut-nakuti, akan tetapi berdasarkan gejala yang teramati di tengah menegangnya situasi geopolitik yang sedang terjadi. Kita sudah pernah menderita karena peperangan di masa lalu, jangan sampai kehidupan kita kembali ke masa itu lagi. Jadi isu ancaman nuklir ini sangat penting untuk diantisipasi.
Mengenai skenario kontinjensi ancaman perang nuklir, sejauh ini belum ada secuil informasi yang dibagikan. Kemungkinan informasi itu tergolong classified alias rahasia negara dan hanya segelintir petinggi negeri saja yang bisa mengaksesnya. Rencana kontinjensi itu juga mungkin belum matang dan akan dibahas lebih lanjut yang nantinya akan menjadi pedoman bila perang nuklir terjadi.
Tentang mitigasi bencana nuklir, sebenarnya pemerintah sudah memiliki instrumennya dengan konteks fasilitas nuklir. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir memerinci manajemen mitigasi kedaruratan nuklir di area fasilitas atau instalai nuklir, termasuk lingkungan di sekitar fasilitas atau instalasi tersebut.
Dalam dokumen Permen tersebut terdapat Bab V mengenai Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir. Dalam bab tersebut dijelaskan bahwa kesiapsiagaan dan kedaruratan nuklir dibagi menjadi tiga wilayah yaitu tingkat instalasi, provinsi dan nasional.
Ada sejumlah lembaga yang menjadi person-in-charge dalam hal kesiapsiagaan nuklir dan caretaker bila terjadi kedaruratan nuklir. Lembaga-lembaga tersebut adalah pemegang izin (untuk tingkat instalasi, yang nantinya juga menjadi ranah Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau BAPETEN), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD provinsi (untuk tingkat provinsi) dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB (untuk tingkat nasional). Ada uraian yang bersifat umum tentang apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak dalam hal kesiapsiagaan dan kedaruratan nuklir.
Dokumen tersebut bisa jadi menjadi salah satu rujukan dalam rencana kontinjensi terkait ancaman perang nuklir yang saat ini sedang digodog oleh pemerintah. Pasal yang relevan dengan ancaman ini mungkin Pasal 86 ayat 2 tentang Kejadian Khusus tentang sumber radioaktif atau bahan nuklir yang tidak diketahui pemiliknya dan lepasan zat radioaktif dan kontaminasi dari negara lain.
Apabila terjadi insiden khusus berkaitan dengan nuklir sebagaimana uraian dalam Pasal 86 ayat 2 tersebut, maka Kepala BAPETEN menjadi leader pelaksanaan tindakan penanggulanan. Namun, ia juga dapat berkoordinasi dengan BNPB dan/atau instasi terkait. Tetapi sekali lagi, konteks Permen tersebut adalah insiden nuklir yang terjadi pada fasilitas atau instalasi nuklir.
Apabila konteksnya perang nuklir dimana paparan radiasinya sampai ke wilayah Indonesia, kemungkinan Presiden bersama Panglima TNI dan Kepala BNPB yang akan memimpin tim penanganan bencana. Lingkup koordinasinya juga mungkin bakal luas tergantung skalanya. Permasalahan yang timbul juga pastinya akan sangat kompleks.
Bencana besar tsunami yang melanda Aceh akhir tahun 2004 silam mungkin bisa menjadi cermin. Ada berjuta masalah yang muncul setelah terjangan tsunami yang menelan korban jiwa hingga ratusan ribu manusia itu. Pasca musibah, ada banyak orang dengan kepakaran masing-masing yang dilibatkan untuk menangani para korban hingga membangun kembali provinsi tersebut secara bertahap.
Apabila negara kita mengalami dampak perang nuklir, akan ada banyak orang atau pihak yang akan dilibatkan dalam langkah penanganan dan pemulihan. Bisa jadi akan melibatkan asosiasi ahli nuklir untuk menakar level radiasi dan menentukan wilayah yang diisolasi. Mungkin juga bekerja sama dengan asosiasi ahli lingkungan untuk mengevaluasi dampak nuklir terhadap lingkungan hidup.
Untuk menangani para korban yang terpapar radiasi, perkumpulan rumah sakit mungkin akan berperan dalam memastikan ketersediaan fasilitas medis berkaitan dengan dampak nuklir. Termasuk dengan asosiasi profesional medis untuk perawatan warga yang terpapar radiasi. Asosiasi psikolog juga mungkin akan dilibatkan terkait penanganan dampak psikologis yang dialami warga, dan sebagainya.
Karena multi lembaga, saluran komunikasinya harus jelas dengan wewenang masing-masing pihak yang tegas. Dokumen rencana kontinjensi tersebut pastinya akan membahas semua aspek ipoleksosbudhankam dengan serangkaian SOP yang memerinci setiap langkah penanganan.
Harapan kita semoga perang nuklir tidak terjadi. Karena bila itu sampai terjadi, jutaan manusia bakal menjadi tumbalnya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H