Kabar tentang bocornya data pribadi di dunia maya menjadi pembicaraan di ruang-ruang diskusi. Ada yang khawatir, ada yang geram tapi ada juga yang menanggapinya dengan biasa-biasa saja.
Jujurly, saya kurang paham tentang alur data-data pribadi kita sejak diretas hingga dimanfaatkan oleh pihak tertentu dengan tujuan cuan. Saya juga kurang paham seberapa tinggi nilai ekonomi dari data-data pribadi saya.
Mungkin bukan data orang per orang, melainkan paket data yang bisa berisi ribuan bahkan jutaan data personal dari berbagai lapisan masyarakat. Kalau jumlahnya sudah segitu, mungkin data-data itu baru bernilai.
Para peretas data mungkin bisa memetakan sesuatu dari jutaan data personal sehingga menjadi sebuah informasi berharga. Mungkin digunakan untuk pemasaran, atau proyek tertentu? Yang jelas jutaan data personal adalah tambang bagi mereka yang paham cara mengolahnya dan memanfaatkannya.
Tapi yang dikhawatirkan dari peretasan data pribadi adalah bila data-data tersebut digunakan untuk menyerang figur tertentu. Nah, rasanya itu sudah terjadi. Sampai-sampai pejabat yang datanya diduga diretas dan disebarkan ke khalayak harus melakukan klarifikasi, bahkan ada yang ganti nomor ponsel.
Waduhhh... Data personal para pejabat saja berhasil dikuliti sama the so-called hacker, apalagi kita sebagai warga biasa? Bagaimana kalau itu menimpa diri kita atau anggota keluarga kita?
Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Saya pribadi tidak terlalu ambil pusing bila data personal saya tersebar ke mana-mana. Ya mau bagaimana lagi? Tidak ada yang bisa saya lakukan selain berharap data personal saya tidak termasuk bagian dari paket data yang bocor itu.
Ini seperti pasrah saja dengan keadaan karena memang tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita bukan warga Eropa dimana data personal warga sana diawasi secara ketat. Mungkin karena pemerintahan negara-negara di Eropa punya sudut pandang bahwa warga negara mereka adalah aset penting sehingga data-datanya mesti dijaga.
Sebagai informasi, kebijakan proteksi data di Uni Eropa adalah yang terkuat di dunia. Perlindungan data personal di Uni Eropa dianggap sebagai hak fundamental atau hak asasi manusia. (sumber: Council of the EU and the European Council)
Bagaimana dengan Indonesia? Ada kabar bahwa RUU Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP segera dibahas dan disahkan oleh DPR menjadi UU. Padahal RUU ini sudah dibahas sejak tahun 2020, tetapi entah mengapa belum jua disahkan.
Nampaknya bocornya data personal para pejabat yang terjadi beberapa hari belakangan menjadi momen agar RUU PDP segera dibahas dan disahkan. Mau menunggu korban siapa lagi?
Dipikir-pikir, RUU PDP ini seharusnya sudah eksis sebelum warga diwajibkan menyetor data NIK dan KK ketika melakukan registrasi nomor ponsel. Karena instrumen hukumnya belum ada, maka ketika data personal warga bocor tidak ada yang bisa dilakukan. Ini menyedihkan sekali.
Sepertinya masih perlu waktu lagi sebelum RUU PDP disahkan menjadi UU. Entah kapan... Tetapi semoga saja bisa disegerakan.
Nah, selama menunggu pengesahannya, kita mesti menjaga data pribadi kita baik-baik dan tidak membagikannya secara serampangan. Sebagian dari kita acap abai dengan hal yang terkesan remeh temeh ini.
Saya sendiri terpaksa berusaha menjaga data pribadi saya sendiri. Tidak dengan cara-cara yang sophisticated alias canggih, tapi yaahh sebisanya saja.
Minimal tidak memberitahu nomor ponsel atau pun email secara sembarangan kepada pihak lain. Lainnya, dengan memasang anti virus dan firewall standar di gawai saya, mengaktifkan verifikasi dua langkah dan sebagainya.
Mungkin tidak sepenuhnya aman tetapi paling tidak saya sudah berusaha untuk mempersempit pergerakan para peretas nakal yang berhati gelap. Tapi kalau ada yang tahu cara yang ampuh dan mudah diaplikasikan oleh banyak orang, sudilah kiranya berbagi di sini atau membalas tulisan saya ini dengan tulisan lainnya. Caranya dengan mengklik atau tap tombol "Tanggapi dengan Artikel" di bagian bawah halaman ini. Terima kasih sebelumnya.
Omong-omong, seandainya ada hacker yang berhasil menguliti gawai saya rasanya akan percuma saja. Profil saya ya biasa-biasa saja, bukan pejabat juga bukan tokoh masyarakat. Circle saya selain keluarga adalah teman-teman dan sejumlah orang yang berkasta warga biasa saja.
Saya memakai gawai ya seperlunya saja, untuk komunikasi yang paling utama. Selebihnya ya baca-baca informasi terkini, medsos, jeprat-jepret foto, membuat video singkat, menonton video, dan lain-lain yang lumrah dilakukan oleh masyarakat pada umumnya.
Jadi kalau ada orang yang meretas gawai saya, pasti mereka akan kecewa karena data personal saya sama sekali tidak seksi. Hacker mana saja yang meretas ponsel saya sudah pasti bakal kecewa.
Meski begitu saya cukup rajin menjaga data pribadi saya. Sudah sekian kali saya mengganti password email pribadi atau pun profil di platform lainnya. Apalagi sejak tahu dari laman haveibeenpwned yang menginformasikan bahwa email saya termasuk dalam daftar email yang pernah bocor yang berasal dari empat laman di mana saya menjadi member-nya atau pernah menjadi konsumennya.
Setelah mengetahui informasi tersebut, saya segera mengganti password email saya. Walaupun saya tidak pernah menerima email yang aneh-aneh atau email saya diambil alih orang lain, mengganti password bisa memperkecil peluang peretasan dan tentu saja membuat saya merasa lebih nyaman.
Ketika membuat tulisan ini, laman haveibeenpwned mengatakan bahwa data breaches terakhir yang memuat email saya terjadi pada November 2020. Setelah saya mengganti password email saya, dan mungkin ada upaya keamanan tertentu dari penyedia layanan email dan pengelola laman atau platform, tidak ada lagi data breaches terhadap email saya. Bisa dibilang email pribadi saya saat ini sepenuhnya aman.
Hal-hal seperti ini yang kurang dipahami oleh banyak orang khususnya para generasi baby boomers dan sebagian generasi X yang cenderung gaptek. Perlu konten edukatif dari lembaga terkait agar lebih banyak lagi warga yang aware dengan isu ini. Membuat konten video singkat layanan masyarakat di media sosial mungkin efektif.
Para lembaga atau institusi terkait juga memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan pencerahan pada masyarakat. Ya, seperti ketika pandemi Covid-19 melanda kita, ada banyak informasi yang beredar di masyarakat yang intinya menghimbau supaya kita jaga diri, jaga kesehatan, jaga imun, jaga iman dan sebagainya.
Setelah menjaga diri selama pandemi, kini kita punya tugas tambahan yaitu menjaga data pribadi. Waspadalah... Waspadalah...
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H