Kita ambil contoh nasi yang menjadi bahan utama salah satu menu masakan di resto tersebut. Ada begitu banyak energi yang dibutuhkan sejak bibit padi menjadi beras hingga akhirnya dimasak dan dihidangkan di meja resto tersebut.
Terkadang konsumen tidak menyadari bahwa di balik sepiring nasi pulen yang terhidang di mejanya terdapat proses yang sangat panjang dan memerlukan energi untuk melakukannya. Sejak petani menyiapkan lahan, menanam bibit padi, menjadi beras hingga akhirnya menjadi nasi.
Sebelum petani menanam bibit tanaman padi, ada proses penyiapan lahan hingga siap ditanami bibit tanaman padi. Mereka menggunakan kerbau atau traktor moderen untuk untuk membajak sawah. Nah, proses itu memerlukan energi. Kerbau mendapatkan energi dari rerumputan yang ia makan, sedangkan traktor mendapatkan energi dari bahan bakar minyak.
Ketika lahan siap, bibit tanaman padi pun ditanam baik secara manual atau menggunakan alat. Masing-masing metode juga memerlukan energi. Bila ditanam secara manual, petani yang menanam melepaskan energi yang sebelumnya ia peroleh dari menu sarapannya.
Begitu pula dengan proses pengairan sawah dan pengendalian hama juga memerlukan energi. Selama proses pertumbuhannya, padi memerlukan energi matahari sejak tanaman berbentuk bibit hingga menghasilkan bulir-bulir padi yang membuat tanaman padi merunduk. Ketika padi telah menguning dan saatnya dipanen, kegiatan memanen juga memerlukan energi.
Para pemanen padi bergerak ke sawah berbekal energi dari asupan yang mereka makan. Mereka menyiangi tanaman padi, dikumpulkan, lalu dirontokkan, dibersihkan hingga menghasilkan butiran beras semuanya memerlukan energi.
Dari gabah menjadi beras lalu dikemas, baik dilakukan secara manual atau pun dengan mesin sama-sama memerlukan energi. Sampai di sini sudah berapa Joule energi yang telah dilepaskan demi mendapatkan sebuah produk yaitu beras?
Nah, ketika beras kemasan dipesan oleh sebuah resto, proses pengirimannya diangkut oleh kendaraan yang memerlukan BBM. Untuk memindahkan beras itu dari gudang toko ke kendaraan pengangkut perlu energi dari para kuli. Proses pengangkutan itu masih berlanjut hingga akhirnya beras kemasan pun sampai di dapur resto.
Prosesnya belum berhenti sampai di situ. Masih ada proses mencuci beras, menanaknya, hingga akhirnya terhidang di meja konsumen resto. Ada energi listrik untuk memompa air dari toren mal hingga ke dapur resto, atau pun energi listrik untuk menanak nasi dengan alat penanak nasi listrik (rice cooker).
Nah, aliran energi itu terjaga dengan baik hingga suatu hari seorang konsumen yang tidak menghabiskan makanan yang ia pesan menghentikan aliran tersebut.
Makanan sisa itu mengandung energi potensial dan energi kimia (dalam kandungan gizi atau nutrisinya) yang sayangnya terbuang percuma.