Pertama-tama saya mengucapkan Selamat Ulang Tahun yang ke-11 untuk Kompasiana dan tim yang bekerja keras di dalamnya. Saya mohon maaf atas keterlambatan ucapan ulang tahun ini. Tetapi lebih baik terlambat dari pada tidak, bukan? ("Bukan..." Hmmm, kelakuan orang-orang yang duduk di kursi paling belakang..)
Mohon maaf lagi saya baru tahu kalau HUT Kompasiana itu jatuh pada tanggal 22 Oktober. Padahal saya sudah cukup lama bergabung. Sudah sekian tahun lamanya... Harap maklum.
Tentang tanggal lahir Kompasiana, bagi saya itu tanggal yang istimewa. Karena yang pertama bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional. Hari tersebut tidak saja diperingati oleh santri-santri dari penjuru Nusantara, tetapi juga masyarakat yang bukan santri.
Kalau para santri memperingatinya dengan sejumlah even misalnya tausiah, dzikir bersama, kirab, lomba-lomba dan lain-lain. Kalangan non santri sebagian ikut hadir di sejumlah even, sebagian ada yang di rumah saja mendoakan agar santri-santri di seluruh Nusantara dapat berperan dalam pembangunan bangsa.
Kedua, yang utama bagi saya pribadi, tanggal lahir Kompasiana itu sama dengan tanggal lahir ibunda saya. Jadi mulai sekarang saya punya semacam reminder atau pengingat setiap tahunnya, HUT Kompasiana mengingatkan saya pada ultah ibu saya. Atau sebaliknya, ketika ibu saya ultah, sekaligus juga mengingatkan HUT Kompasiana.Â
Kompasiana adalah sarana latihan menulis saya
Meskipun sejumlah tulisan saya pernah masuk koran lokal (dulu banget ketika saya masih lucu-lucunya, tidak banyak, segelintir saja), saya merasa kemampuan menulis saya masih kurang. Oleh karena itu saya harus banyak belajar biar tulisan saya semakin enak dibaca dan bermanfaat bagi pembaca dimanapun mereka berada. :)
Pada suatu waktu saya mengenal Kompasiana, tidak pakai lama saya pun memutuskan bergabung. Tulisan pertama saya yang saya unggah tentang politik. Cuma nangkring sebentar di halaman depan Kompasiana, seakan berkenalan dengan para Kompasianer yang telah bergabung sebelumnya.
Rupanya ada yang membaca tulisan perdana saya itu walaupun tidak banyak. Tulisan itu belum mendapat apresiasi sebagai tulisan "Highlight" atau "Headline", sekadar muncul lalu hilang ditelan oleh tulisan-tulisan lainnya. Di awal-awal saya bergabung, saya juga belum tahu tentang "pengakuan" tersebut.
Tulisan kedua masih tentang politik, tetapi kali ini lumayan ada perkembangan. Terpilih sebagai artikel "Highlight" atau kalau di jaman sekarang disebut dengan "Pilihan". Tetapi saya lantas mengevaluasi tulisan saya. Saya berpikir bahwa saya tidak punya kemampuan menulis di bidang ini, jadi saya memutuskan berhenti menulis topik politik.
Sebetulnya saya bisa saja mengembangkan tulisan saya dalam bidang politik asal rajin mengikuti perkembangan politik. Saya membaca tulisan sejumlah Kompasianer yang fokus pada topik politik, tulisan mereka terbilang bagus. Itu pasti karena mereka rajin mengikuti perkembangan politik. Tetapi saya memutuskan untuk tidak akan melanjutkan.