Membaca tulisan salah seorang Kompasianer senior, Bapak Tjiptadinata Effendi yang berjudul "Jangan Membenci Walau Hati Kita Sering Dilukai" , saya tergerak untuk menuliskan hal serupa. Apabila tulisan Pak Tjipta, begitu saya menyapa beliau, sarat dengan pesan atau wejangan maka apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini adalah menerapkan apa yang disampaikan oleh beliau.
Setiap memasuki lingkungan atau komunitas baru, kita selalu ingin dapat mengenal orang lain. Sebagai "warga baru" tentu kita ingin kedatangan kita diterima. Tetapi bukan itu saja motivasinya. Hal penting dari semua itu adalah adanya pengetahuan atau wawasan baru dari orang lain yang kita kenal.
Pindah sekolah bagi seorang pelajar adalah punya teman baru dan makin banyak. Misalnya, semasa SD dulu saya tiga kali pindah sekolah tetapi saya merasa biasa saja. Tidak merasa kehilangan teman-teman lama. Malah saya merasa senang karena bakal mendapat teman baru.
Hal itu berlanjut ketika sekolah menengah dan kuliah. Ketika bekerja, saya sudah sekian kali berpindah tempat bekerja dan beragam bidang industri. Itu belum termasuk magang yang pernah saya jalani juga di beberapa tempat.
Mungkin Anda bertanya-tanya mengapa saya sering pindah tempat kerja? Saya kerap pindah tempat kerja karena ada situasi yang tidak dapat saya hindari. Tidak ada masalah apapun selama saya bekerja di setiap perusahaan. Saya keluar dengan baik-baik. Saya tidak nakal, malah selalu berusaha bekerja sebaik-baiknya di setiap tempat kerja.
Hikmah kerap berpindah tempat kerja membuat saya mengenal lebih banyak orang, berjumpa dengan orang-orang baru. Tapi bagi saya hal terpenting bekerja di tempat yang baru adalah wawasan baru. Termasuk mengenal lebih banyak lagi ragam karakter orang lain.
Ketika mengenal orang lain, beberapa dari mereka menjadi dekat, kadang menjadi sahabat. Tetapi kita tidak tahu bahwa suatu hari nanti hati kita akan terluka oleh karena sebuah situasi yang merenggangkan hubungan kita dengan seseorang. Tidak hanya merenggang, malah semakin jauh. Tidak ada hubungan spesial lagi seperti ketika dulu masih menjadi kawan dekat.
Pada level yang lebih tinggi, bagaimanapun dekatnya hubungan kita dengan orang itu, bisa saja terjadi perselisihan dimana ia berubah membenci kita lahir dan batin. Berpangkal pada sebuah persoalan yang tidak kunjung reda, situasi semakin meruncing. Awal mula persoalan bisa berawal di dunia maya atau di dunia nyata.
Seorang yang membenci diri kita tidak selalu identik dengan wajah seram dengan kata-kata penuh kebencian. Sering ia muncul bak seorang malaikat, baik hati, penyayang, suka menolong dan bertutur kata baik. Tetapi pada suatu hari, ia bisa berubah seratus delapan puluh derajat menjadi peneror hati kita, bahkan peneror kehidupan kita.
Misalnya di lingkungan kerja atau di lingkungan tempat tinggal kita, toxic person ini awalnya akan curhat kepada rekan kerja lain tentang masalah yang ia hadapi dengan diri kita. Pada tahap berikutnya, ia juga akan berbicara hal negatif tentang diri kita. Kemudian, ia melakukan provokasi agar orang lain juga mengikuti langkahnya, membenci diri kita.
Pada dasarnya, tiada orang yang terlahir sempurna karena setiap orang punya sisi baik dan sisi buruk. Tetapi orang-orang yang berkarakter toxic ini akan lebih banyak menceritakan sisi negatif seseorang yang ia benci kepada orang lain.