Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

"In the End" dari The Cranberries adalah Album Pamungkas yang Penuh Memori

20 Mei 2019   13:27 Diperbarui: 20 Mei 2019   15:20 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: danstonmetal.com

Penikmat musik generasi tahun 1990an pasti tidak asing dengan nama besar The Cranberries. Ya, karya musik band rock alternatif asal Limerick, Irlandia ini telah menghiasi kehidupan mereka di tahun 1990an hingga awal tahun 2000-an.

Ketika sang vokalis, Dolores O'Riordan wafat pada awal tahun 2018 lalu, seketika fans The Cranberries bertanya-tanya, bagaimana nasib band yang telah eksis selama 30 tahun itu. Dolores seolah menjadi vokalis yang tak tergantikan. Ia telah melebur sempurna dengan musik The Cranberries. Setiap lagu yang ia nyanyikan adalah The Cranberries, bukan Dolores.

Bahkan ketika ia pernah mengeluarkan dua album solo pada masa hiatus band pada tahun 2003 hingga 2008, oleh karena masing-masing anggota menjalani proyek solo, citra Dolores sebagai vokalis The Cranberries rasanya susah untuk dilepaskan.

Jawabannya ada pada album "In the End" yang dirilis secara resmi pada 26 April 2019 lalu. Beberapa bulan sebelum album dirilis, tepatnya September 2018, tiga personil band yang tersisa memutuskan untuk bubar. Album "In the End", album kedelapan, menjadi proyek terakhir mereka.

Noel Hogan, lead guitarist band, dalam sesi tersebut juga menyatakan bahwa The Cranberries terdiri dari mereka berempat dan mereka tidak akan membuat musik tanpa Dolores. Jadi mereka akan meninggalkan semuanya. Kabar yang menyedihkan memang.

Sekadar informasi, sebelum Dolores wafat, The Cranberries sebenarnya sudah menggarap materi untuk proyek album terbaru. Vokal Dolores bahkan sempat direkam untuk keperluan demo. Sementara itu, band bersama label Island (Universal) juga sudah berancang-ancang menyambut peringatan 25 tahun album pertama "Everybody Else Is Doing It, So Why Can't We" dengan merilis edisi khusus album tersebut.

Para personil band yaitu Mike Hogan (bass, backing vocal), Noel Hogan (lead guitar), Fergal Lawler (drum) dan Dolores sudah melakukan remastering sejumlah materi yang belum pernah dirilis. Mereka juga menyusun materi bonus untuk dimasukkan ke dalam proyek spesial tersebut. Rencana awalnya, album spesial itu akan dirilis pada 7 Maret 2018. Namun karena kabar kematian Dolores, perilisan ditunda pada 19 Oktober 2018.

Proyek album edisi khusus itu nampaknya belum terwujud. Personil band memilih melanjutkan proyek album terbaru mereka. Pada September 2018 mereka menetapkan bahwa judul album terbaru mereka adalah "In The End". Album itu sekaligus menjadi album pamungkas mereka. Stephen Street, produser album-album awal mereka, dipercaya menjadi produser album ini.

***
Ketika mendengarkan album ini, ingatan kita seakan melayang kembali ke tahun 1990an, di masa-masa keemasan mereka. Banyak materi lagu dengan sound tahun 1990an yang diusung di album ini. Seluruh lirik lagu dalam album ini ditulis oleh Dolores. Demo musik mulai digarap bersama Noel Hogan selama tur musik mereka di bulan Mei 2017.

Pembuatan demo musik sempat terhenti lantaran Dolores menderita sakit yang membuat penampilan mereka di sejumlah tempat dibatalkan. Pada akhirnya, sebelas lagu demo bisa dirampungkan hingga beberapa jam sebelum kematian Dolores. Kelanjutan rekaman lagu demo itu sempat tidak jelas karena mereka masih dalam suasana duka cita. 

Hingga akhirnya proses produksi pun dilakukan pada April hingga Mei 2018. Vokal Dolores yang telah terekam dalam versi demo mengalami sejumlah pengeditan teknis, dengan tambahan vokal latar dari Johanna Cranitch.

Tembang "All Over Now" menjadi pembuka album sekaligus lead single. Lagu ini mengingatkan kita pada sound "Linger"  (album "Everybody Else Is Doing It, So Why Can't We?", 1994) dan "Animal Instinct" (album "Bury the Hatchet", 1999).

Lirik lagu ini terbilang simpel, menceritakan tentang seorang wanita yang sedang berselisih dengan seorang pria di sebuah hotel di London. Mungkinkah lagu ini berkisah tentang pertengkarannya dengan sang suami yang berawal di tempat itu?

John Meagher, pengulas musik dari Independent.ie justru menangkap makna seram pada lirik lagu itu yaitu pada kata "a Hotel in London". Dolores ditemukan telah tiada di sebuah kamar di hotel Hilton di kawasan Park Lane, London. (sumber)

Sebuah video musik untuk lagu ini dirilis pada 6 Maret 2019 yang dibuat dengan konsep animasi. Menceritakan tentang serang gadis yang mengenakan mantel berwarna kuning yang berjalan sendiri di tengah terpaan hujan, menyusuri alam liar. Perjalanannya yang mulanya landai semakin terjal dan penuh tantangan. Tetapi ia melihat ada harapan menyingsing di kejauhan sana.

Lagu kedua, "Lost" mengingatkan kita pada lagu "Zombie" dari album No Need to Argue" (1994) yang super populer tetapi dengan melodi yang lebih ringan. Intro lagu mengalun cukup lama, yaitu 30 detik sebelum Dolores mulai mengambil alih.

Saya merasakan vokal Dolores terdengar kurang bulat, kurang tegas. Hal ini bisa dimaklumi karena sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, keseluruhan vokal Dolores untuk album ini diambil dari demo yang melalui proses technical editing. Tapi overall lagu ini sangat indah.

Track ketiga "Wake Me When It's Over" juga memiliki aransemen musik yang terdengar mirip dengan lagu "Zombie" pada bagian refrain. Lirik lagu bercerita tentang seseorang yang tidak ingin terlibat dalam perselisihan, yang oleh karenanya minta dibangunkan ketika semuanya telah usai.

Penggalan liriknya cukup menggugah:"Fighting's not the answer // Fighting's not the cure // It's eating you like cancer // It's killing you for sure". Seakan menjadi pesan perdamaian untuk kita semua bahwa perselisihan itu bukan jalan terbaik karena akan menyiksa kita secara perlahan hingga akhirnya mati. Sebuah pesan yang relevan dengan situasi politik saat ini yang berimbas pada ekstrimisme sosial, politik dan agama.

"A Place I Know" adalah musik rock alternatif yang paling easy listening di album ini. Sebuah lagu dengan lirik sederhana yang mengangankan tentang kehidupan yang lebih baik di suatu tempat, meninggalkan masa lalu yang pilu.

Lagu kelima "Catch Me If You Can" adalah lagu yang paling tereksekusi dengan matang. Vokal Dolores tampil lebih tegas dan kuat. Intrumen musiknya juga lebih kaya dibandingkan dengan lagu-lagu lainnya.

"Got It" adalah salah satu lagu yang sederhana tetapi punya makna. Tentang proses kehidupan yang ibarat membalik lembar halaman, jadi tinggal menjalaninya saja.

Lagu berikutnya adalah "Illusion" yang terdengar folk yang dibuka dengan petikan gitar akustik. Tidak hanya musiknya, beberapa tarikan vokal Dolores terdengar Celtic di bagian pertengahan lagu. Lagu ini menceritakan tentang pasang surut kehidupan seseorang di sebuah kota pada tahun 1980an hingga suatu waktu yang merupakan kesimpulan dari perjalanan hidupnya ternyata hanyalah ilusi semata.

"Crazy Heart", lagu kedelapan, sepintas mirip dengan lagu "All Over Now". Lagu ini bermakna bahwa kadang kita bisa berperilaku kontradiktif dengan diri kita.

Track kesembilan adalah "Summer Song" yang terdengar paling fun sekaligus berlirik paling cheesy, tentang cinta-cintaan di musim panas. Dari judulnya saja sudah menyiratkan tentang keceriaan musim panas yang membahagiakan bila dinikmati bersama yang terkasih. Elemen musiknya bertempo cepat dengan sound. Lagu ini pas menjadi salah satu summer anthem.

Lagu berikutnya, "The Pressure" entah bagaimana terkesan misterius. Bila kita dengarkan dengan seksama, tone lagu ini sepintas mirip dengan lagu "Losing My Religion" dari R.E.M. Lagu ini berkisah tentang berbagai tekanan yang mendera seseorang hari demi hari. Beruntung ada seseorang yang memahami keadaan tersebut, membuatnya merasa lebih baik.

Mungkinkah lagu ini adalah ungkapan hati Dolores? Sebagai informasi, Dolores pernah begitu depresi sehingga berniat bunuh diri pada tahun 2013 dan 2014. Perceraiannya dengan sang suami, Don Burton, yang telah mendampinginya selama 20 tahun, membuat kondisinya fisik dan piskologisnya tambah runyam.

Tahun 2016 ia pernah mengungkapkan bahwa ia mengalami gangguan mental dan depresi. Sebelumnya di tahun 2015, ia juga terdiagnosa menderita bipolar disorder.

Sebagai lagu penutup adalah lagu bertempo sedang berjudul "In the End", yang selain menutup album menjadi lagu terakhir dari semua perjalanan karir musik The Cranberries, sejak mereka pertama kali bertemu dimana mereka tidak dapat bermain musik hingga menjadi salah satu band paling disegani di muka Bumi.

Lagu "In the End" dibuka dengan genjrengan gitar akustik disusul dengan vokal Dolores yang bernuansa muram. Selanjutnya lagu melantun, memainkan harmoni. Makna dari lagu ini adalah tentang hal yang dijalani atau diimpikan yang pada akhirnya justru bukanlah sesuatu ia jalani atau impikan. Semua yang bersifat duniawi akan terenggut, kecuali satu yaitu semangat.

Mendengarkan lagu ini hingga selesai membuat kita seakan tak percaya bahwa ini adalah akhir perjalanan band besar itu. Bagi fans garis keras, rasanya boleh-boleh saja meneteskan air mata atau berdiam diri sejenak di penghujung album, menilik masa lalu sembari menerawang masa depan. Hidup akan terus berjalan dan semuanya pasti mengandung hikmah.

Ilustrasi: danstonmetal.com
Ilustrasi: danstonmetal.com

Sampul album ini sungguh menarik. Awalnya saya mengira para model dalam sampul album adalah para personil band. Ternyata mereka adalah anak-anak yang masing-masing membawa instrumen, kecuali satu anak perempuan yang membawa mikrofon. Mereka berdiri di sebuah tempat rongsokan besi. Sampul album ini digarap oleh fotografer band Andy Earl, yang bekerja sama dengan perancang sampul album Cally Calloman.

Secara umum, album pamungkas The Cranberries ini mendapat apresiasi positif dari pengulas musik global. Mereka rata-rata memberi angka 4/5, menjadikan "In the End" adalah salah satu album terbaik The Cranberries.

Saya memberi rating untuk album ini 8,5/10 karena album ini punya kekuatan dari banyak sisi. Dari sisi musikalitas sudah pasti. Melodi musik mereka punya ciri khas dan mudah diidentifikasi. Semua lagu dalam album ini juga enak untuk dinikmati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun