Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Senyum Guru Honorer Merekah di Tahun 2019 Ini?

4 Mei 2019   21:24 Diperbarui: 4 Mei 2019   21:29 3616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi guru honorer (sumber:TribunNews.com)

Tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tema peringatan tahun 2019 ini adalah "Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan".

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam pidato peringatan Hardiknas 2 Mei 2019 lalu mengungkapkan bahwa tema tersebut mencerminkan pesan penting Ki Hajar Dewantara terkait hubungan erat pendidikan dan kebudayaan dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang syarat nilai dan pengalaman kebudayaan guna membingkai hadirnya sumberdaya-sumberdaya manusia yang berkualitas, demi terwujudnya Indonesia yang berkemajuan. (sumber)

Namun tema tertentu yang ditetapkan setiap peringatan Hardiknas ibarat kumpulan kata-kata simbolis semata. Setiap tahun, peringatan Hardiknas selalu diwarnai isu yang sama, yaitu memperjuangkan kesejahteraan para guru honorer. Bahkan isu ini justru lebih terdengar ketimbang tema utama peringatan Hardiknas. Isu ini juga mengemuka pada peringatan Hari Guru Nasional pada 25 November.

Isu mengenai guru honorer ini tidak pernah kunjung usai walaupun telah beberapa kali terjadi kepemimpinan negeri. Di tahun 2019 ini, isu itu lagi-lagi mencuat dan mungkin akan muncul lagi di tahun-tahun berikutnya yang entah sampai kapan akan berakhir bila tidak ada terobosan dari pemerintah.

Sebelumnya, kita perlu memahami siapakah guru honorer itu? Mereka adalah guru non Aparatur Sipil Negara (non ASN) atau non Pegawai Negeri Sipil (non PNS) yang bekerja di sekolah-sekolah negeri dan swasta. Umumnya mereka telah bekerja bertahun-tahun lamanya, bahkan ada yang telah mengajar belasan dan puluhan tahun. Biasanya mereka disebut sebagai Guru Tidak Tetap atau GTT.

Ada tiga kategori guru honorer sebagaimana diulas oleh Teachin.id yaitu guru honorer Kategori 1 (K1), Kategori (K2) dan Kategori 3 (K3). Guru honorer K1 pada umumnya sudah diangkat sebagai CPNS / PNS dan memperoleh gaji dari APBN dan APBD. Jadi status guru K1 ini sudah cukup jelas.

Sedangkan guru honorer K2 sebagian sudah diangkat menjadi ASN, sementara sebagian lainnya masih menunggu kebijaksanaan pemerintah. Gaji Guru honorer K2 ini tidak berasal dari APBN/APBD tetapi dari sekolah tempat dimana guru K2 mengabdi yaitu sekolah negeri.

Kategori berikutnya adalah guru honorer K3 ialah guru yang memulai pengabdian setelah tahun 2005. Karena tidak termasuk K1 atau K2 maka kerap disebut dengan guru non-kategori. Guru K3 bertugas di sekolah negeri maupun swasta dan gajinya ditentukan sesuai kebijakan institusi sekolah dimana ia mengabdi.

Sebagian guru honorer mengikuti tes penerimaan CPNS namun hanya sebagian kecil dari mereka yang lolos.  Banyak juga dari mereka juga mengikuti ujian kompetensi tetapi harapan menjadi guru ASN belum jua terwujud. Hingga tak terasa usia pengabdian mereka pun sudah belasan atau puluhan tahun. Usia mereka pun sudah melewati 35 tahun, batas usia maksimal seleksi CPNS.

Isu utama guru honorer adalah kehidupan mereka kurang atau jauh dari sejahtera. Sejumlah keluhan mengemuka, antara lain gaji yang jauh lebih kecil dari Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK), serta tidak adanya tunjangan sebagaimana yang diperoleh guru yang berstatus ASN.

Jadi secara kondisi finansial, para guru honorer ini tidak secure. Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan hak yang sama dengan guru-guru yang telah menjadi ASN, misalnya tunjangan sertifikasi. Selama menjadi guru honorer, jaminan kesehatan dan hari tua pun tidak mereka miliki, tunjangan pensiun apalagi.

Padahal bila menengok beban kerja mereka tidak berbeda dengan guru yang berstatus ASN. Di Solo misalnya, sebagaimana dilansir oleh Solo Pos, ada seorang guru honorer bernama Ina yang digaji hanya Rp 250.000 per bulan. Bahkan bila sekolah tempatnya mengabdi tidak memiliki cukup dana, ia hanya menerima Rp 100.000 per bulan. Kadang pernah tidak digaji sama sekali.

Anda masih ingat dengan Nur Kalim? Ia guru asal Gresik, Jawa Timur yang pernah tenar karena video viral yang merekam perilaku buruk salah satu muridnya yang berani menantangnya. Sebagai guru honorer, kabarnya ia mendapat gaji sebesar Rp 450.000 per bulan. (sumber)

Jumlah guru honorer seperti Ina dan Nur Kalim di sekolah-sekolah negeri di Indonesia cukup banyak, angkanya 736 ribu orang! Angka ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada akhir tahun 2018 lalu. Dalam survei tersebut, terdapat temuan bahwa sekira 30 ribu guru honorer sudah tidak bekerja lagi di sekolah dimana ia pernah terdaftar. Demikian informasi dari Kompas.com.

Lalu mengapa ada guru honorer? Tribun News Kaltim pada 15 April 2019 lalu mengutip informasi yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bahwa peran guru honorer masih sangat dibutuhkan, yakni sebagai guru pengganti karena adanya guru pensiun, adanya penambahan sekolah baru, adanya penambahan ruang kelas baru, atau sebagai pengganti guru meninggal maupun mengundurkan diri.

Pada Juni 2018 lalu, sebagaimana dilansir oleh detik.com, Mendikbud mengungkapkan bahwa sektor pendidikan memang mengalami kekurangan guru PNS sehingga guru honorer sangat dibutuhkan. Tercatat kekurangan guru di sekolah negeri sebanyak 988.133 orang. Sedangkan, jumlah guru PNS yang telah pensiun mencapai 295.779 orang.

Pernyataan Mendikbud mengenai kebutuhan guru honorer tersebut sekilas logis karena berdasarkan pada data-data primer dari Kemendikbud. Namun di sisi lain, tertangkap kesan bahwa Kemendikbud kurang memiliki langkah strategis dalam manajemen tenaga kependidikan sehingga karut-marut isu guru honorer selalu mengemuka.

Bisa jadi ketika pihak sekolah sangat memerlukan guru baru untuk menggantikan guru yang memasuki masa pensiun, maka pihak sekolah merekrut guru baru sendiri yang diangkat oleh kepala sekolah. Sekolah memberikan gaji guru honorer sesuai kemampuan sekolah, bahkan terkadang ala kadarnya. Padahal banyak diantara gur honorer yang bergelar sarjana, bahkan ada yang telah berkeluarga.

Beberapa diantara mereka hidup bak gali lubang tutup lubang. Sebagian ada yang memiliki hutang dimana-mana karena gaji yang diberikan oleh pihak sekolah kurang memadai. Ada sebagian sekolah yang mampu menggaji guru honorer dengan gaji setara UMR / UMK tetapi itu tidak banyak, misalnya sekolah-sekolah negeri di kota-kota besar.

***

Baru-baru ini ada angin segar menerpa, membuat hati para guru honorer berbunga-bunga. Sebuah sistem rekrutmen ASN baru yang bernama Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Seleksi PPPK) memberikan kesempatan para guru honorer menjadi ASN meski usia mereka telah melewati batas maksimal ASN baru.

Bila guru honorer lolos seleksi ini, maka berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2018, gaji bulanannya akan sesuai dengan guru ASN / PNS. Selain gaji, terdapat pula jaminan hari tua, kesehatan, kematian, dan bantuan hukum sesuai sistem jaminan sosial nasional bagi PPPK. Seleksi PPPK akan dilaksanakan menjadi dua tahap. (sumber) 

Tahap pertama telah dilaksanakan awal Januari 2019 lalu diprioritaskan untuk guru honorer K2. Sedangkan tahap kedua akan dilaksanakan usai Pemilu 2019 ini yang diprioritaskan bagi guru honorer K2 dan K3.

Tetapi lagi-lagi langkah tersebut adalah mengurangi populasi guru honorer saja dan tidak membuatnya berhenti. Seleksi PPPK terkesan sebagai cara darurat mengurangi populasi guru honorer. Padahal yang diperlukan adalah sebuah mekanisme yang mampu mengurangi populasi guru honorer secara signifikan, bahkan menjadi nol, sekaligus juga menghentikan pertumbuhan populasi guru honorer baru di tahun-tahun mendatang.

Sejauh ini Kemendikbud belum memiliki mekanisme memadai semacam HR Information System (HRIS) yang mendata seluruh guru di seantero negeri baik guru ASN maupun guru honorer. Kita masih ketinggalan dengan negara Uganda yang sudah memiliki sistem yang disebut dengan Teacher Management and Information System (TMIS).

Pangkalan data guru di seluruh Uganda itu diluncurkan pada pertengahan tahun 2018 lalu. Sistem tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah setempat untuk penyusunan kebijakan, perencanaan dan manajemen guru. Terlepas dari segala problem yang muncul di sistem tersebut, upaya tersebut merupakan terobosan besar bagi negeri yang penduduknya tergolong paling sehat di dunia itu.

Persoalan tentang guru honorer di Indonesia saat ini merupakan sebuah situasi yang cukup rumit, tetapi bukan berarti tidak ada jalan keluar. Paling tidak Seleksi PPPK menjadi langkah awal mewujudkan harapan sebagian guru honorer. Selanjutnya, mungkin Kemendikbud bisa melakukan langkah-langkah berikutnya, misalnya melakukan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Uganda.

Apapun upaya yang dilakukan pemerintah, harapannya agar isu kesejahteraan guru honorer ini secara berangsur tidak lagi mengemuka dalam setiap peringatan Hardiknas ataupun Hari Guru di masa mendatang.  Sudah hampir 75 tahun Indonesia merdeka namun persoalan dalam bidang mendasar, yaitu pendidikan, belum juga usai.

Tetapi di tahun 2019 ini, kita semua berharap senyum guru honorer mulai merekah. Semoga...

Bacaan:

Dari 3 Juta, 1,5 Juta Guru Masih Honorer - Detik.com

Gaji Guru Honorer Kecil, Ini Penjelasan Mendikbud - Kompas.com

Guru Honorer dan Masalah Pendidikan Kita - Detik.com

Januari dan April 2019, Pemerintah Akan Rekrut P3K - Kominfo.go.id

A new era for Teacher Management in Uganda - Unesco.org

Rekrutmen PPPK Tahap Dua: Kabar Gembira untuk Guru Honorer - JPNN.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun