Setiap tanggal 22 April kita memperingati Hari Bumi atau Earth Day. Biasanya ada aksi positif berkaitan dengan peringatan Hari Bumi, misalnya dengan menanam pohon, membersihkan sampah di gunung atau pantai, menanam pohon bakau di pantai, mengadakan pawai lingkungan hidup dan lain-lain.
Pada peringatan tahun ini, organisasi Earth Day Network (EDN) atau Jaringan Hari Bumi, menetapkan tema peringatan tahun 2019 yaitu "Protect Our Species" atau "Melindungi Spesies Kita". Tema tersebut dipilih untuk menyoroti fakta bahwa aktivitas manusia secara langsung terkait dengan kepunahan massal yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Tema Hari Bumi tahun 2019 ini merujuk pada buku berjudul "The Sixth Extinction" karya seorang wartawati lingkungan bernama Elizabeth Kolbert. Buku tersebut menggambarkan kepunahan massal spesies di Bumi yang disebabkan aktivitas manusia daripada penyebab alami.
Saya belum membaca buku itu. Bila menjadi rujukan tema Hari Bumi tahun 2019 ini, menurut saya buku itu sebaiknya disebarluaskan secara luas, diterjemahkan ke banyak bahasa termasuk Bahasa Indonesia agar lebih bayak manusia yang tahu dan sadar dengan apa yang terjadi dengan Bumi kita.
Sementara itu, mari kita tengok data dari The International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau Lembaga Konservasi Dunia yang rasanya relevan dengan tema Hari Bumi kali ini.Â
Lembaga internasional yang bermarkas di Inggris itu menginformasikan di laman IUCN Red List bahwa ada sekira 27.000 spesies berada di ambang kepunahan meliputi 40% hewan amfibi, 25% mamalia, 14% burung, 31% spesies ikan hiu dan ikan pari, 27% spesies krustasea (spesies udang dan kepiting), 34% tanaman berbiji terbuka dan 33% terumbu karang.
Lembaga tersebut mendata spesies dunia yang kini terancam punah yang disebut dengan "Red List of Threatened Species" atau Daftar Merah Spesies yang Terancam Punah. Daftar tersebut kini telah berkembang menjadi sumber informasi paling komprehensif di dunia tentang status konservasi global spesies hewan, jamur dan tumbuhan.
IUCN menyusun daftar spesies yang terancam punah dengan beberapa kategori misalnya "Least Concern" (LC) yang artinya spesies tersebut masih eksis. Lalu "Near Threatened" (NT) yang berarti mendekati ambang terancam dimana akan terancam jika tidak ada tindakan signifikan untuk menyelamatkannya.
Kemudian "Vulnerable" (VU) yang artinya spesies yang termasuk dalam daftar ini situasinya berada dalam risiko yang tinggi untuk punah di alam liar. Pada tingkatan berikutnya adalah "Endangered" (EN) dimana spesies berada dalam risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar.
Lebih lanjut, IUCN mendata spesies yang termasuk dalam "Critically Endangered" (CR) dimana spesies benar-benar berada dalam risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar. Tingkat yang cukup parah adalah kategori "Extinct in the Wild" (EW) dimana dinyatakan telah punah di alam liar tetapi masih eksis oleh karena upaya pembudidayaan, penangkaran, penangkapan atau pun pelestarian.
Jika tidak ada upaya pelestarian terhadap spesies yang termasuk dalam kategori CR, maka level berikutnya adalah "Extinct" atau spesies benar-benar punah di alam liar dan tidak ada upaya pelestariannya sama sekali. Spesies sudah masuk ke level ini apabila individu terakhir spesies tertentu telah mati.
Bila kita membuka daftar spesies dalam kategori "Extinct" atau telah punah sama sekali di Bumi, kita akan melihat beberapa spesies yaitu Christmas Island Pipistrelle atau Pipistrelle Pulau Christmas (Pipistrellus murrayi) yang termasuk dalam kategori mamalia.
Di kategori tanaman, daftar IUCN Red list memuat spesies bunga anggrek dengan nama latin Oeceoclades seychellarum. Anggrek tersebut hanya terdapat di pulau Mahe di negara kepulauan Republik Seychelles yang letaknya di lepas pantai Afrika Timur.
Kompas.com pada bulan Januari 2019 lalu pernah mengulas tentang sejumlah spesies hewan di Bumi yang punah dan terancam punah selama tahun 2018 saja. Artikel tersebut cukup menggugah hati.
Menurut artikel tersebut, spesies yang mendekati kepunahan antara lain burung Macaw Spix (Cyanopsitta spixii) yang pernah digambarkan dalam film "Rio". Burung ini juga pernah muncul dalam aplikasi games "Angry Bird". Burung berwarna biru terang ini dikonfirmasi sudah punah di alam liar pada September 2018 lalu. Menurut para ahli, salah satu penyebab kepunahannya karena deforestasi.
Spesies badak putih (Ceratotherium simum cottoni) diinformasikan sudah diambang kepunahan setelah satu-satunya badak jantan mati. Kini hanya ada dua ekor badak putih betina di Konservasi Ol Pejeta, Kenya.
Sudan, demikian nama badak putih jantan terakhir itu, disuntik mati pada 20 Maret 2018 lalu karena memiliki berbagai komplikasi penyakit. Usia badak putih jantan itu ketika disuntik mati sudah 45 tahun. Dua badak betina yang masih hidup itu adalah anaknya dan cucunya. (sumber: BBC.com)
Selain menginformasikan kabar buruk, artikel tersebut juga menginformasikan kabar baik. Pada November 2017 lalu, para ahli menemukan spesies orangutan baru di Sumatra Utara yang disebut dengan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Tetapi tetap saja ada kabar buruk yang menyertainya, yaitu habitat mereka di perbukitan Batang Toru kini terancam pembangunan industri dan pertanian.
Rusaknya habitat sejumlah spesies binatang dan tumbuhan membuat kelestarian hidup mereka terancam. Deforestasi yang masif, penambangan ilegal, perburuan liar merupakan aktivitas manusia yang mengancam keberlangsungan hidup spesies-spesies tersebut.
Sejumlah kegiatan di Hari Bumi 2019
Kathleen Rogers, Presiden EDN, mengatakan kepada VOA bahwa berita baiknya adalah bahwa laju kepunahan (spesies) masih dapat diperlambat, dan banyak dari spesies yang menurun, terancam dan hampir punah masih dapat pulih jika kita bekerja bersama sekarang untuk membangun gerakan global bersatu dari para konsumen, pemilih, pendidik, pemuka agama dan ilmuwan untuk menuntut tindakan segera.
Menurut saya tidak ada upaya besar tanpa upaya kecil/langkah awal. Di skala internasional dan regional, sejumlah program perlindungan satwa telah dilakukan di berbagai belahan dunia. Misalnya upaya perlindungan terhadap hiu kepala palu (hammerhead sharks) di kepulauan Galapagos di perairan Ekuador; upaya perlindungan badak di Afrika Selatan; juga upaya pelestarian penyu laut di kepulauan Anambas di Propinsi Riau.
Program sekala lokal misalnya di Bali, dimana Balai Riset dan Observasi Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pemkot Denpasar, nelayan, perguruan tinggi dan sejumlah komunitas di Denpasar mengadakan acara bersih-bersih pantai di Dream Island, Pantai Mertasari Sanur, Denpasar.
Kegiatan yang dilakukan pada 22 April 2019 itu memiliki satu agenda utama yaitu membersihkan pantai sepanjang satu kilometer. Mereka berjalan memungut semua sampah yang ditemukan di pantai, antara lain sedotan, styrofoam, botol plastik dan sampah lainnya. (sumber: Tribun News Bali)
Sementara itu di kota Surabaya pada Minggu (21/4/19) lalu, saat car free day di Jalan Raya Darmo, sekelompok mahasiswa pecinta alam memberikan ratusan bibit tanaman gratis kepada masyarakat. Bibit tanaman yang dibagikan adalah bibit tanaman buah dan tanaman perdu. (sumber: Times Indonesia)
Lingkup paling kecil peringatan Hari Bumi adalah individu atau keluarga. Misalnya keluarga kecil saya sepanjang akhir pekan lalu juga melakukan aktivitas untuk memperingati Hari Bumi. Kami menanam sejumlah tanaman di pekarangan kecil di rumah kami yang bertipe sederhana. Kami membeli sejumlah spesies tanaman untuk ditanam di beberapa pot.
Bukan langkah yang besar, tetapi kami berharap langkah kami dapat menginspirasi orang lain untuk berbuat hal serupa. Kami melihat semakin banyak orang punya rumah tetapi sebagian dari mereka tidak menyisakan satu area sedikitpun untuk tanaman.
Kalau pun ada, itu adalah tanaman artifisial. Jujur kami juga memiliki beberapa tanaman artifisial di area luar maupun di dalam rumah kami. Tetapi kami juga masih memiliki tanaman asli dimana beberapa diantaranya adalah tanaman produktif yang menghasilkan buah. Kami masih ingin menanam beberapa spesies tanaman lagi, kalau memungkinkan tanaman yang produktif.
Saya ingat dulu waktu SD pernah membaca sebuah komik yang menceritakan tentang kondisi masa depan Bumi yang telah rusak. Saya lupa judul komik itu. Semua tanaman di sekitar kehidupan manusia pada waktu itu serba artifisial. Suatu waktu, karakter dalam komik tersebut menemukan sebuah wadah berisi biji tanaman. Biji tanaman itu pada akhirnya bisa tumbuh menjadi tanaman. Sang karakter merasa takjub dan memberikan harapan.
Saya pribadi tidak ingin generasi anak-anak kita, cucu-cucu kita dan seterusnya kelak hanya mengetahui spesies flora dan satwa dari buku atau dokumentasi video oleh karena sudah punah. Kenyataannya, tidak perlu menunggu generasi anak-cucu kita. Sekarang ini pun kita bisa mendapatkan informasi tentang sejumlah spesies yang telah punah. Jangan sampai kepunahan demi kepunahan itu berlanjut ke spesies-spesies lainnya.
Rachel Carson, ahli biologi kelautan dan ahli konservasi memiliki sejumlah kutipan mengenai alam yang sangat relevan dengan kehidupan kita. Ia pernah mengatakan bahwa "In Nature, nothing exists alone" yang artinya di alam, tidak ada yang dapat eksis sendiri.
Ia juga pernah mengatakan bahwa "The more clearly we can focus our attention on the wonders and realities of the universe about us, the less taste we shall have for destruction". Kurang lebih bisa diterjemahkan seperti ini, semakin kita bisa memusatkan perhatian kita pada keajaiban dan realitas alam semesta tentang kita, semakin sedikit pula rasa (nafsu) kita untuk merusaknya.
Rasanya beberapa pendapat Carson yang ia sampaikan sebelum wafatnya di tahun 1964 itu masih relevan dengan kehidupan kita saat ini, apalagi dengan tema Hari Bumi tahun 2019 ini.
Bacaan:
Earth Day 2019 Look at Human Effect on Planet (VOA)Â
Earth Day Campaign by Earth Day Network
Play A Part In Protecting Species While You Travel For Earth Day - ForbesÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H