Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan featured

Terkena Demam Berdarah Dengue? Sari Kurma Bisa Membantu

13 Februari 2019   12:19 Diperbarui: 23 April 2021   08:56 10413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi dari tulisan Kompasianer Johanes Krisnomo yang berjudul "Bayi Nyamuk itu Bernama Jentik" tentang pencegahan penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau terkenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang belakangan mewabah di tanah air, saya merasa perlu membagikan pengalaman salah satu adik ipar saya yang terkena DBD akhir Januari 2019 lalu.

Pertama-tama saya pribadi merasa prihatin atas wabah DBD yang tercatat telah merenggut nyawa 188 jiwa. Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono, jumlah kasus DBD di tanah air tercatat 19.003 kasus (sumber). Syukurlah, saat ini menurut informasi trennya menurun. Semoga para pasien DBD bisa segera pulih.

Baru-baru ini adik ipar saya terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Ia terdiagnosa menderita DBD. Setelah perawatan selama empat hari di RS, ia boleh pulang tetapi tetap harus meminum obat-obatan dan harus kontrol ke rumah sakit. Sepulang dari rumah sakit, ia mulai mengkonsumsi sari kurma. Entah bagaimana, sepertinya sari kurma itu punya khasiat. Setelah dua hari mengonsumsinya sepulang dari rawat inap, ada peningkatan angka trombosit dalam darah yang sangat signifikan.

Jadi begini cerita lengkapnya, suatu hari adik ipar saya mengeluh demam tinggi yang tak berhenti terutama di kala malam, pusing, sekujur badannya lelah, perut mual, beberapa kali muntah. Ia memang amat kelelahan usai kerja keras bagai quda hingga tengah malam selama beberapa hari guna memenuhi tenggat waktu.

Beberapa hari berikutnya, karena nampaknya keluhannya tidak berkurang setelah mengalami penderitaan selama tiga hari, termasuk sudah memeriksakan diri ke dokter umum (oleh dokter ia diduga menderita typhus dan diberi rujukan periksa darah WIDAL), kami memutuskan untuk membawanya ke UGD Rumah Sakit (RS). Waktu itu sudah hampir tengah malam.  

Baca Juga: Menelaah Tata Logika Media Massa, Lebih Silent Killer mana DBD atau Covid-19 di Indonesia ?

Dari hasil pemeriksaan darah di RS ia terdiagnosa menderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau terkenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Trombositnya sangat rendah, 15.000 saja. Angka normal trombosit dalam darah adalah 150.000 hingga 450.000.

Terus terang kami was-was dengan kondisi adik ipar saya waktu itu. Dokter menginformasikan kemungkinan adanya pendarahan di gusi, BAB darah, muntah darah dan lain-lain. Hingga tiba di ruang rawat inap, adik ipar saya belum menunjukkan gejala tersebut. Tapi tetap saja kami was-was.

Kami melihat penanganan medis nampaknya sudah maksimal, tim medis di ruang rawat inap secara intensif memeriksa adik ipar saya dan memberikan sejumlah obat-obatan. Kami hanya berdoa untuk kesembuhannya.

Di hari pertama dirawat di RS ia hampir tidak bisa makan dan minum karena mual. Tetapi kami memaksanya makan dan minum air putih walaupun tidak banyak yang bisa masuk. Ini demi menambah nutrisi tubuhnya.

Hasil pemeriksaan darah di hari pertama itu sangat mengejutkan kami, angka trombositnya terjun bebas di angka 8.000 saja! Resep 10 kantong darah pun kami terima. Pengambilan kantong darah akan diambil sesuai instruksi tim medis. Terus terang kami pasrah, tetapi terus berupaya memaksa adik ipar saya untuk makan dan minum air putih walau sedikit.

Di hari kedua, hasil pemeriksaan darah menunjukkan jumlah trombosit naik di angka 25.000. Kami semua mensyukurinya, walaupun sebenarnya masih dalam kondisi kritis. Dokter memutuskan menunda transfusi darah hingga pemeriksaan berikutnya. Makanan dan minuman dari RS tetap dipaksakan masuk walau tidak banyak yang berhasil masuk karena masih mual.

Di hari ketiga dirawat di RS B, angka trombosit naik menjadi 38.000. Lagi-lagi kami mensyukurinya. Hari itu masih dianggap sebagai masa kritis. Tetapi adik ipar saya sudah mulai bisa makan dan minum lebih banyak. Kali ini setiap makan selalu habis. Melihat kenaikan jumlah trombosit itu, nampaknya transfusi darah tidak diperlukan.

Di hari keempat, walau sudah makan dan minum lebih banyak daripada hari-hari sebelumnya, angka trombositnya hanya naik 2.000 saja. Jadi masih di kisaran 40.000 saja. Sebenarnya ia masih perlu dirawat lebih lama lagi. Hal ini sempat membuat kami khawatir karena peningkatan jumlah trombositnya kurang signifikan walaupun asupan makanan dan minuman lebih banyak dari sebelumnya.

Tetapi berdasarkan pemeriksaan fisik, tren peningkatan angka trombosit dan masa kritis yang sudah terlewati, maka adik ipar saya boleh pulang. Pihak RS menjadwalkan kontrol ke RS tiga hari setelah pulang.

Sepulang dari RS, adik ipar saya tiba-tiba minta tolong dicarikan sari kurma. Mungkin ia mendapat saran dari teman-temannya atau membaca di informasi di internet. Awalnya kami kurang sependapat karena sudah menerima obat-obatan dari dokter.

Baca Juga: Lebih Dekat Mengenal Teknologi Wolbachia, Bakteri Pengendali Nyamuk DBD

Saya pernah mendengar jus jambu merah lah yang lebih berkhasiat meningkatkan trombosit. Tetapi, saya juga ingat saya pernah mengikuti seminar kesehatan tentang DBD kalau buah kurma bisa membantu pemulihan pasien DBD.

Selang keesokan harinya, saya pun mencoba mencari sari kurma di sebuah gerai hipermarket. Ternyata sari kurma kemasan botol tersedia di sana. Hanya satu merek saja, tetapi tidak masalah yang penting sari kurma. Saya pun mengambil dua botol dari rak dan memberikannya ke adik ipar saya.

Sari kurma tersebut ia minum tiga kali sehari. Agar rasanya lebih enak, ia mencampurnya dengan madu. Ia juga makan makanan bernutrisi tinggi dan minum air putih yang banyak. Ia hanya makan makanan yang kaya akan protein seperti olahan telur ayam, daging ayam, bebek atau sapi dan ikan laut. Untuk minuman, awalnya hanya membatasi diri minum air putih dan teh manis saja, kini ia juga minum susu. Untuk sementara minum kopi absen dulu.

Hingga akhirnya jadwal kontrol di RS tiba. Pagi-pagi ia berangkat ke RS dan segera melakukan pemeriksaan darah di laboratorium RS. Hasilnya... Angka trombositnya sudah meningkat pesat, 264.000. Angka itu bahkan sudah melebihi batas normal minimal yaitu 150.000. Angka trombosit sebesar itu tercapai dalam tiga hari saja.

Angka hasil pemeriksaan laboratorium itu sebenarnya di luar perkiraan kami. Melihat tren kenaikan angka trombosit di RS yang hanya di kisaran maksimal 13.000 hingga 17.000, perkiraan kami angka trombositnya waktu kontrol di RS sekitar 100.000 saja. Jadi kemungkinan masih akan dilakukan kontrol lagi. Sesaat sebelum pulang dari RS, tim medis RS juga menjelaskan prosedur tentang kontrol kedua.

Jadi bisa dibilang adik saya sudah sembuh dari DB. Hal ini diperkuat oleh pendapat dokter spesialis penyakit dalam RS yang mengatakan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kondisi normal.

Kami pun memutuskan iadik ipar saya tidak perlu kontrol lagi. Maka, ia pun kembali beraktivitas. Namun walau sudah bekerja kembali, ia masih membatasi aktivitasnya.

***

Pada akhirnya, saya jadi tertarik mencari informasi mengenai sari kurma. Ternya ada artikel mengenai khasiat sari kurma di Kompas.com tahun 2010 silam. Artikel itu juga menceritakan tentang awal mula sari kurma diketahui berkhasiat tinggi mengobati DBD.

Seorang pemilik toko buku di Bandung bernama Ahmad Said Joban adalah sosok yang mempopulerkan khasiat jus kurma tersebut. Pada tahun 2005, seorang besan Said, panggilan akrabnya, terserang DBD. Said ingat kala kecil dulu ketika sakit, misalnya sakit panas, orangtuanya selalu mengobatinya dengan buah kurma. Pada waktu itu alat blender atau juicer belum ada. Orang tua Said merendam buah kurma ke dalam air hangat selama beberapa saat lalu dikocok-kocok. Air seduhan itu ia minum.

Ia pun memberikan jus kurma kepada besannya yang menderita DBD dan sembuh. Ia juga memberikan jus kurma kepada menantu, keponakan, sepupu, dan pamannya yang berturut-turut menderita DBD. Ada tujuh orang kerabat dekatnya yang terserang DBD dan semuanya cepat pulih kondisinya berkat jus kurma.

Bagaimana bisa sari kurma memiliki khasiat mengatasi DBD? Ada sejumlah penelitian mengenai khasiat sari kurma dalam terapi DBD. Salah satunya penelitian dari Miftahul Mushlih, Suci Fitrawati, Lillah dari STIKes Perintis Padang yang berjudul "Analisa Khasiat Sari Kurma Terhadap Jumlah Trombosit pada Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)". Penelitian tersebut dilakukan pada bulan April hingga Mei 2016 di Laboratorium  RSUD Petala Bumi Pekanbaru.

Pada dasarnya, sari kurma mengandung protein, serat, glukosa, vitamin dan zat  mineral  yang  penting untuk metabolisme tubuh. Menurut Habib & Ibrahim (2011) dalam Mushlih, Fitrawati, Lillah tesebut, buah kurma yang bernama latin Phoenix dactylifera kaya dengan protein, serat, glukosa dan vitamin seperti vitamin A (-karoten), B1 (tiamin), B2 (riboflavin), C (asam askorbat), Biotin, Niasin, asam folat dan terdapat zat mineral  seperti Besi, Kalsium, Sodium dan potassium.

Dari sumber yang sama, menurut Chao & Krueger (2007), kadar protein pada buah kurma sekitar 1,8 hingga 2%, kadar glukosa sekitar 72 hingga 88%, dan kadar serat 2-4%.

Setelah melakukan penelitian terhadap 40 orang pasien DBD, hasil  penelitian mereka menunjukkan bahwa sari kurma mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah trombosit pada penderita DBD. Angka trombosit pasien DBD yang diberi sari kurma menunjukkan peningkatan signifikan, lebih banyak daripada pasien yang tidak diberi sari kurma.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Denis Farida dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya pada tahun 2016. Lewat skripsinya yang berjudul "Penerapan Pemberian Sari Kurma Pada Pasien DBD dengan Masalah Keperawatan Perdarahan di Ruang Hijir Ismail Rumah Sakit Islam A.Yani Surabaya", ada pengaruh pemberian sari  kurma terhadap peningkatan jumlah trombosit. Seorang pasien DBD yang diberi sari kurma pada hari pertama jumlah trombositnya 35.000. Setelah dilakukan intervensi selama lima, hari jumlah trombositnya meningkat menjadi 130.000.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Giyatmo dari STIKES Muhammadiyah Gombong yang berjudul "Efektifitas Pemberian Jus Kurma Dalam Meningkatkan Trombosit Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di RSU Bunda Purwokerto" juga menunjukkan kesimpulan yang sama. Sampel penelitiannya lebih banyak lagi yaitu 60 orang pasien DBD, yang dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu 15-30 tahun, 31-45 tahun dan 46-60 tahun.

Nah, dari tiga penelitian tersebut ditambah pengalaman adik ipar saya, sari kurma atau jus kurma ternyata bisa membantu meningkatkan kadar trombosit dalam darah penderita DBD secara signifikan. Tetapi tentu juga harus diimbangi dengan konsumsi air putih yang cukup dan asupan bergizi agar pasien benar-benar pulih dari DBD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun