Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengintip Koleksi Buku Para Selebritas Dunia

26 September 2018   00:03 Diperbarui: 26 September 2018   20:15 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
James Franco mejeng dengan buku karyanya (sumber: http://www.edmontonjournal.com/entertainment/celebrity/Nerd+Alert+Actor+James+Franco+holds+book/9253763/story.html)

Buku adalah sumber ilmu dan pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya, termasuk bagi sejumlah selebritas dunia.

Profesi mereka yang umumnya di bidang musik ataupun film kerap dicitrakan sebagai orang-orang super sibuk dengan jadwal manggung atau shooting yang padat di seluruh dunia, kehidupannya penuh hura-hura, party-goers - atau malahan menjadi bintang tamu pesta-pesta mewah dan citra hedonis lainnya yang melekat padanya.

Namun di tengah citra para bintang tersebut, ternyata sebagian dari mereka adalah pecinta buku. Beberapa dari mereka membaca buku sejak mereka belia. Sebagian dari mereka mengenal buku dan perpustakaan dari orang tua mereka, yang menanamkannya sedemikian rupa, membuat mereka mencintai buku dan kegiatan membaca buku. Bahkan beberapa dari mereka juga mampu merangkai kata dalam buku-buku karyanya.

Madonna, siapa yang tidak mengenal pesohor satu ini. Karirnya di dunia showbiz terbilang moncer. Di musik top, berakting dalam film juga markotop.

Tak mengira ia ternyata juga piawai menulis. Madonna menulis buku cerita dan audio book untuk anak-anak yang best seller. Ia juga menulis sejumlah artikel yang pernah menghiasi publikasi besar seperti Time, Rolling Stone dan Harper's Bazaar.  

Bintang serial televisi The X-Files, David Duchovny, adalah seorang aktor, penulis skenario, produser, penulis novel dan penyanyi sekaligus penulis lirik lagu. Duchovny sudah menulis tiga judul fiksi berupa novel, satu buku non fiksi dan terlibat dalam tiga judul audio book. Ketiga novelnya yang telah terbit berjudul "Holy Cow: A Modern-Day Dairy Tale" (Farrar, Straus and Giroux, 2015), "Bucky F*cking Dent" (Farrar, Straus and Giroux, 2016) dan "Miss Subways: A Novel" (Farrar, Straus and Giroux, 2018).

Pemeran Hermione dalam film seri Harry Potter, Emma Watson, bisa dibilang seorang kutu buku. Ia seorang pembelajar tangguh yang selalu haus pengetahuan.

Pada tahun 2016 lalu, ia pernah memutuskan cuti shooting film selama setahun demi mengamankan jadwal membaca buku.

Hal ini karena Watson mengikuti sebuah klub buku via Twitter bernama Our Shared Shelf yang jumlah anggotanya mencapai 200 ribuan orang. Setiap bulan para anggota klub memilih satu buku tentang kesetaraan gender untuk dibaca dan didiskusikan.

Saya pernah membaca buku berjudul "Journals" (Riverhead Books, 2002)  yang ditulis mendiang Kurt Cobain, vokalis dan gitaris band rock  berpengaruh Nirvana. Buku yang terbit setelah wafatnya sang artis  tersebut berisi kumpulan tulisan dan gambar mendiang Cobain, dimana ia  mendokumentasikan apa yang ia alami atau temui sehari-hari.

Sebenarnya  mendiang Kurt Cobain tidak berencana untuk menerbitkan buku itu semasa  ia hidup. Catatan itu nampaknya corat-coret curhatnya untuk mengisi  waktu luangnya ketika perjalanan dari satu venue konser ke venue lainnya. Kompasianer Eko Prabowo pernah menulis ulasan singkat mengenai buku ini, silakan membacanya di tautan ini.  

Membaca  buku tersebut, kita bisa mengenal kepribadian dan merasakan aura  kecerdasan mendiang Cobain. Lepas dari apa yang ia tulis, ia punya bakat  merangkai kata, bagus dan penuh makna. Begitu pula ilustrasi yang ia  buat dalam buku tersebut, yang sering surealis, bisa disebut sebagai artwork.

Nah, sebagian pesohor yang akan diceritakan dalam tulisan ini adalah sebagian kecil dari populasi selebritas dunia. Sebagai referensi utama tulisan ini adalah sebuah buku berjudul "My Ideal Bookshelf" (Little, Brown and Company, 2012) yang dikumpulkan oleh Thessaly La Force (editor) dan Jane Mount (ilustrator).

Buku tersebut tidak saja mengungkap tentang buku-buku apa saja yang telah dibaca para selebritas Hollywood, namun juga pendapat mereka tentang buku-buku yang ideal menurut mereka, yang telah mendefinisi mimpi-mimpi dan ambisi-ambisi mereka, yang menjadi lentera untuk memandu perjalanan karir mereka. Tanpa membaca buku, jalan hidup mereka mungkin akan berbeda.

Pengantar dari buku tersebut mengutarakan bahwa buku-buku yang dibaca para selebritas tersebut adalah buku-buku yang telah mengubah hidup mereka, yang berperan dalam membentuk karakter mereka seperti sekarang ini.

Mungkin saja mereka pernah membaca keseluruhan buku, sebagian mungkin tidak sampai selesai membacanya. Mungkin juga mereka belum ada waktu untuk membacanya di rumah atau di perpustakaan saking padatnya jadwal mereka: menulis naskah, shooting film, promosi film dan lain-lain yang kerap membawa mereka ke berbagai belahan dunia.

Sebagai panduan, tulisan ini akan memuat delapan subjudul yang disusun alpabetis, yang berisi cerita hubungan sang pesohor dengan buku-buku yang ia miliki atau ia baca sebagai berikut:

  • James Franco, artis multitalenta yang pembelajar dan banyak baca.
  • Judd Apatow, membaca buku komedi karena bercita-cita menjadi comedian.
  • Mira Nair, sutradara film pecinta buku yang jatuh cinta pada seorang penulis buku.
  • Miranda July, berkarya dengan iringan buku-buku yang ia baca.
  • Patti Smith, kerap menyematkan karya puisi di album musiknya .
  • Rosanne Cash, cinta buku berkat bimbingan sang ayah.
  • Stephenie Meyer, dari pembaca novel klasik ke penulis novel terkenal.
  • Thurston Moore, musisi yang nyambi menjadi editor buku dan mendirikan usaha penerbitan buku.

James Franco, artis multitalenta yang pembelajar dan banyak baca

Pesohor satu ini masih berada di puncak popularitas. Ia dikenal sebagai figur multitalenta meski lebih dikenal sebagai aktor. Selain itu ia juga seorang penulis naskah film dan sutradara. Sejauh ini ia sudah terlibat dalam ratusan proyek film dan film televisi. Saat ini ia masih sibuk di sejumlah proyek film.

James Franco mejeng dengan buku karyanya (sumber: http://www.edmontonjournal.com/entertainment/celebrity/Nerd+Alert+Actor+James+Franco+holds+book/9253763/story.html)
James Franco mejeng dengan buku karyanya (sumber: http://www.edmontonjournal.com/entertainment/celebrity/Nerd+Alert+Actor+James+Franco+holds+book/9253763/story.html)
Debutnya di dunia showbiz dimulai di tahun 1997 kala tampil di salah satu episode serial televisi "Pacific Blue". Debut layar lebar pertamanya kala turut membintangi film "Never Been Kissed" (1999) dengan casts antara lain Drew Barrymore, Jessica Alba dan David Arquette.

Perlahan tapi pasti, namanya mulai dikenal lewat film-film blockbuster seperti seri Spider-Man yaitu "Spider-Man" (2002), Spider-Man 2 (2004) dan "Spider-Man 3" (2007), lalu film drama terkenal "Eat Pray Love" (2010) dan "127 Hours" (2010).  Berkat akting apiknya dalam film "127 Hours", James Franco pernah menjadi nominator Aktor Terbaik dalam ajang Academy Awards tahun 2011, juga sekian banyak nominasi lainnya di berbagai penghargaan film internasional. 

Selebritas satu ini juga mampu mendayagunakan talentanya. Selain berakting di film, Franco juga piawai berakting di panggung teater. Ia pernah terlibat dalam dua drama panggung di tahun 2014 berjudul "Of Mice and Men" dan "The Long Shift". Karirnya juga merambah ke dunia musik dengan berkolaborasi dengan sejumlah artis. Franco juga seorang visual artist yang cakap di bidang fotografi, pembuatan patung dan seni instalasi. Sejumlah karya visual arts-nya pernah dibukukan.

Franco adalah penggemar karya prosa. Kala belia dulu, sang ayah memperkenalkannya dengan sebuah buku "A I Lay Dying" karangan sastrawan Amerika William Faulkner. Franco sungguh menyukai buku tersebut baik struktur, gaya bercerita dan penokohannya.

Tetapi ia justru menyebut penyair kenamaan Amerika Serikat, Tony Hoagland, sebagai guru puisinya yang pertama yang sangat ia apresiasi. Hoagland banyak mengenalkan karya puisi yang membawanya ke sebuah buku puisi berjudul "Tar" karya C.K. Williams. Ia tidak hanya membaca buku itu sekali tapi berkali-kali hingga tiga tahun lamanya.

Jangan tanya sebarap besar kegemarannya membaca buku. Ia biasanya membaca buku di sela-sela jadwal shooting film. Buku-buku yang dibaca termasuk berat, misalnya "The Iliad", buku puisi klasik masa Yunani kuno karangan Homer. Ketika shooting film "127 Hours" (2010), ia kerap meninggalkan lokasi shooting ke toilet hanya untuk membaca buku teks akademik!

Kesukaannya membaca memudahkannya untuk mempelajari karakter seseorang ketika menggarap film biografi. Misalnya ketika berperan sebagai aktor James Dean dalam film biopik televisi berjudul "James Dean", ia tidak keberatan membaca banyak buku-buku tentang James Dean selain menonton dan mempelajari film-filmnya.

Karena banyak membaca buku, James Franco juga terbilang sukses dalam pendidikannya. Ketika kuliah di University of California Los Angeles (UCLA), ia meraih IPK 3,5. Studinya berlanjut ke Columbia University, New York University (NYU), Yale University (program Ph.D) dan Rhode Island School of Design (RISD). Kemampuan akademisnya membuatnya dipercaya untuk mengajar di sejumlah universitas seperti UCLA, University of Southern California (USC), California Insitute of the Arts (CalArts) dan NYU.

Franco juga seorang penulis andal. Ia menulis artikel, cerpen, puisi dan tentu saja buku. Tulisannya pernah menghiasi The Wall Street Journal di kolom Arts & Entertainment dengan judul "A Star, a Soap and the Meaning of Art". Untuk karya cerpen, salah satu cerpennya pernah dimuat di Esquire berjudul "Just Before the Black". Darah menulisnya mungkin mengalir dari sang nenek dari pihak ayahnya bernama Marjorie yang  seorang penulis buku.

Franco membagikan sebagian kecil koleksi buku-buku idealnya sebagai berikut:

1. A Portrait of the Artist as a Young Man - James Joyce
2. A Street Car Named Desire - Tennessee Williams
3. As I Lay Dying - William Faulkner
4. Blood Meridian - Comac McCarthy
5. Cannery Row - John Steinbeck
6. Carver: Collected Stories - Raymond Carver
7. Collected Fictions - Jorge Luis Borges
8. Conversation ith Wilder - Cameron Crowe
9. Crossing the Water - Sylvia Plath
10. Don Quixote - Miguel de Cervantes
11. Donkey Gospel - Tony Hoagland
12. Golden State - Frank Bidart, George Braziller
13. House of Leaves - Mark Z. Danielewski
14. Jesus' Son - Denis Johnson
15. Ladies and Gentlemen - Lenny Bruce!!
16. Lolita - Vladimir Nabokov
17. Macbeth (The Arden Shakespeare) - William Shakespeare
18. Moby Dick - Herman Melville
19. On the Road: The Original Scroll - Jack Kerouac
20. One Hundred Years of Solitude - Gabriel Garcia Marquez
21. Pale Fire - Vladimir Nabokov
22. Reality Hunger: A Manifesto - David Shields
23. Swann's Way - Marcel Prouts
24. Tar - C.K. Williams
25. The Dream Songs - John Berryman
26. The Great Gatsby - F. Scott Fitzgerald
27. The Short Stories - Ernest Hemingway
28. The Sound and the Fury - William Faulkner
29. The Turn of the Screw and Other Short Novels - Henry James
30. The Zoo Story & Other Plays - Edward Albee
31. Twenty Thirty - Albert Brooks
32. Waiting for Godot - Samiel Beckett
33. White Building - Hart Crane
34. Who's Afraid of Virginia Wolf? - Edward Albee

Judd Apatow, membaca buku komedi karena bercita-cita menjadi komedian

Mungkin nama pesohor ini rada asing di telinga Anda. Tetapi bagi para pecinta film-film komedi seperti "Bridesmaids" (2011), "The Five-Year Engagement" (2012) atau "The Big Sick" (2017), Judd Apatow sudah tidak asing lagi. Ia adalah salah satu figur komedi berpengaruh di Hollywood, sebagai produser, penulis naskah, sutradara, aktor and pernah juga menjadi stand-up comedian.

Judd Apatow dan buku-buku (sumber: https://www.houstonpress.com/film/judd-apatow-s-second-act-7438668)
Judd Apatow dan buku-buku (sumber: https://www.houstonpress.com/film/judd-apatow-s-second-act-7438668)
Sebenarnya ia mengakui bukan pembaca buku yang kutu buku. Tetapi ia membaca sejumlah buku yang menurutnya bagus. Kala ia masih kecil ia punya cita-cita menjadi seorang komedian. Jadi, ia membaca buku "The Last Laugh: The World of Stand-Up Comics"  (Morrow, 1975) karya Phil Berger dan "Born Standing Up: A Comic's Life" (Simon & Schuster Ltd, 2007) karya Steve Martin. Kala remaja, ia pernah membaca novel thriller / horor berjudul "Firestarter" (Viking Press, 1980) karya Stephen King yang menjadi buku terakhir yang ia baca hingga beberapa tahun lamanya.

Apatow sadar pada dasarnya ia tidak bisa melawak dan bukan anak yang nge-hits juga. Tapi di dalam benaknya ia tahu apa yang ia inginkan: meniti jalan di dunia komedi. Oleh karena passion-nya itu, ia belajar pada sejumlah komedian yang telah berhasil seperti Howard Stern, Harold Ramis dan Jerry Seinfeld.

Pertemuannya dengan aktor Owen Wilson pada tahun 1997 membuatnya ingin membaca buku lebih banyak lagi. Wilson ternyata adalah seorang yang suka membaca. Salah satu buku yang direkomendasikan Wilson kepada Apatow adalah "A Fan's Notes: A Fictional Memoir" (Modern Library, 1997) karya Frederick Exley, yang kemudian menjadi buku terfavorit Apatow. Buku itu merupakan buku semi-autobiografi tetapi termasuk dalam kategori fiksi. Buku itu pernah diangkat menjadi karya film yang dirilis pada tahun 1972, disutradarai oleh Eric Till.

Selain membaca buku, Apatow juga menulis buku bertema komedi yaitu "I Found This Funny: My Favorite Pieces of Humor and Some That May Not Be Funny at All" (McSweeney, 2010) dan "Sick in the Head: Conversations About Life and Comedy" (Random House, 2015).

Judd Apatow memiliki daftar buku yang menurutnya layak untuk dibaca oleh setiap orang, berikut daftarnya:

1. A Death in The Family - James Agee
2. A Fan's Notes: A Fictional Memoir - Frederick Exley
3. Adultery & Other Choices - Andre Dubus
4. Among the Missing - Dan Chaon
5. Born Standing Up - Steve Martin
6. Cathedral - Raymond Carver
7. Do I Have to Give Up Me to be Loved by You? - Jordan Paul and Margaret Paul
8. Flappers and Philosophers - F. Scott Fizgerald
9. If You Want to Write - Brenda Ueland
10. I'll Sleep When I'm Dead: The Dirty Life and Times of Warren Zevon - Crystal Zevon
11. Monty Phyton's Big Red Book - Eric Idle, Graham Chapman, John Cleese, Michael Palin, and Terry Jones
12. Seize the Day - Saul Bellow
13. Shot in the Heart - Mikal Gilmore
14. The Marx Bros. Scrapbook - Groucho Marx and Richard J. Anabile
15. This Boy's Life: A Memoir - Tobias Wolff
16. What is the What - Dave Eggers
17. When Things Fall Apart: Heart Advice for Difficult Times - Pema Chodron

Mira Nair, sutradara film pecinta buku yang jatuh cinta pada seorang penulis buku

Mira Nair adalah seorang sutradara kenamaan kelahiran India yang kini bermukim di New York City. Film-filmnya kerap menampilkan budaya India. Sejumlah film Nair yang terkenal antara lain: "Salaam Bombay" (1988, nominator Academy Award 1989 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik), "Monsoon Wedding" (2001), "Vanity Fair" (2004) dan "Amelia" (2009). Terakhir di tahun 2016 lalu ia menyutradarai film biopik "Queen of Katwe".

Mira Nair (sumber: http://lukwangule.blogspot.com/2013/06/the-reluctant-fundamentalist-kufungua.html?m=1?pr=63907&lang=fr)
Mira Nair (sumber: http://lukwangule.blogspot.com/2013/06/the-reluctant-fundamentalist-kufungua.html?m=1?pr=63907&lang=fr)
Nair adalah seorang pembaca buku, terutama buku-buku sastra. Minatnya pada sastra tumbuh kala bersekolah di sebuah sekolah Katolik Irlandia di kota itu. Ia ingat mulai menyukai sastra Inggris kala mengikuti kelas sastra yang gurunya adalah seorang suster legendaris bernama Suster Joseph Catherine, satu-satunya guru sastra di sekolah tersebut.

Nair ingat pada pertemuan pertama kelas sastra tersebut sang suster membahas tentang onomatopoeia, yaitu penulisan kata-kata atas suatu suara (misalnya, "hahaha" untuk menuliskan tertawa, atau "guk guk" untuk suara anjing). Sejak itu ia mulai senang dengan karya-karya William Shakespeare, William Blake dan John Keats.

Oleh karena ia bersekolah di sekolah yang berkaitan langsung dengan budaya Inggris, Nair justru terlebih dahulu mengenal para sastrawan Inggris tersebut daripada sastra India. Ia baru mengenal karya puisi Urdu dan Hindu beberapa waktu kemudian yang menurutnya luar biasa.

Tetapi Nair remaja lebih menyukai karya-karya Dylan Thomas, salah satu sastrawan Inggris. Kala berusia 15 tahun, ketika keluarga Nair telah pindah ke Delhi, ia memesan 21 buku karya Thomas langsung ke Inggris. Menurut Nair, karya-karya Thomas memandunya lebih jauh lagi untuk mencintai kata-kata, membuatnya larut dalam imajinasi yang membuatnya mampu melintasi samudera untuk menjadi dirinya sendiri.

Sebagai seorang pecinta buku, Nair berpendapat sebuah ruangan bukanlah ruangan bila tidak terdapat buku. Nah, berkat buku pula ia bertemu dengan sang belahan jiwa. Ketika sedang menggarap film "Mississippi Masala" (1991), salah satu buku yang menjadi referensi film tersebut yang berjudul "From Citizen to Refugee: Uganda Asians Come to Britain" (Frances Pinter, 1973) membawanya bertemu dengan sang penulis buku tersebut, Mahmood Mamdani.

Entah mengapa kala membaca buku tersebut, ia merasa telah mengenal Mamdani. Pertemuan pertama dalam rangka riset filmnya tersebut nampaknya merupakan cinta pada pandangan pertama, hingga akhirnya berlanjut ke ikatan janji sebagai pasangan suami-istri sampai kini.

Sekadar informasi, Nair dulu pernah diminta untuk menyutradarai film "Harry Potter and the Order of the Phoenix", tetapi ia lebih memilih menggarap film "The Namesake" (2006) yang didasarkan pada novel karya Jhumpa Lahiri berjudul sama (Mariner Books, 2004). David Yates yang akhirnya terpilih menjadi sutradara film kelima seri Harry Potter tersebut.

 "The Namesake" menjadi salah satu film terbaik Nair. Film itu menerima sejumlah nominasi di sejumlah even penghargaan film dan masuk dalam sepuluh besar film terbaik tahun 2007 antara lain versi USA Today dan The Christian Science Monitor.

Sejumlah film Nair biasanya didasarkan pada sejumlah buku yang ia baca. Ketika melakukan riset untuk proyek filmya, ia tentu harus membaca lebih banyak buku. Jika kita menengok sejumlah koleksi bukunya, ada banyak buku-buku puisi di sana. Berikut daftar sebagian koleksi buku-bukunya:

1. A Suitable Boy - Vikram Seth
2. Collected Poems - Dylan Thomas
3. Eveing Ragas - Derry Moore
4. From Citizen to Refugee: Uganda Asians Come to Britain - Mahmood Mamdani
5. Geoffrey Bawa: The Complete Works - David Robson
6. Good Muslim, Bad Muslim: America, the Cold War, and the Roots of Terror - Mahmood Mamdani
7. Guru Dutt: A Life in Cinema - Nasreen Munni Kabir
8. Henri Cartier-Bresson in India - Henri Cartier-Bresson
9. Henri Cartier-Bresson: Photoportraits - Henri Cartier-Bresson; Andre Pieyre De Mandiargues (Editor)
10. I Write what I Like - Steve Biko
11. Light on Yoga - B.K.S. Iyengar
12. Midnight's Children - Salman Rushdie
13. One Hundred Years of Solitude - Gabriel Garcia Marquez
14. Parsis: The Zoroastrians of India - Sooni Taraporevala
15. Poems by Faiz - Faiz Ahmed Faiz, diterjemahkan dari Bahasa Urdu ke Bahasa Inggris oleh Victor G. Kiernan
16. Privacy - Dayanita Singh
17. River of Colour: The India of Raghubir Singh - Raghubir Singh
18. Sea of Poppies - Amitav Ghosh
19. Shah of Shahs - Ryszard Kapuscinski
20. Swami on Rye - Maira Kalman
21. The Americans - Robert Frank
22. The Democratic Forest - William Eggleston
23. The Namesake - Jhumpa Lahiri
24. The Peacock's Egg - W.S. Merwin & J. Moussaieff Masson
25. The Reluctant Fundamentalist - Mohsin Hamid
26. Things I didn't Know I Loved - Nazim Hikmet

Miranda July, berkarya dengan iringan buku-buku yang ia baca

Artis Miranda July mungkin satu diantara segelintir selebritas yang punya segudang kesibukan. Ia sutradara film, sutradara video musik, penulis skenario film, penyanyi, bintang film, penulis dan seniman. Semua pekerjaannya ia jalani dan nikmati saja.

Miranda July sedang membaca buku (sumber: https://www.smh.com.au/entertainment/books/miranda-july-on-avoiding-predictability-finding-reality-in-fiction-and-the-total-shock-of-motherhood-20160303-gn9bn0.html)
Miranda July sedang membaca buku (sumber: https://www.smh.com.au/entertainment/books/miranda-july-on-avoiding-predictability-finding-reality-in-fiction-and-the-total-shock-of-motherhood-20160303-gn9bn0.html)
Orang-orang kerap bertanya mengapa ia melakukan banyak hal yang berbeda. Ia mengatakan bahwa semuanya berjalan secara alamiah saja. Ia ingat kala drop out dari University of California, Santa Cruz,  setiap orang bertanya kepadanya apa yang akan ia lakukan.

Meyakini dirinya sebagai artis, July kerap kembali pada semangat seniman Laszlo Moholy-Gany dalam buku Moholy-Nagy yang ditulis Richard Kostelanetz. Moholy-Gany mengatakan bahwa kita semua adalah artis dan melakukan spesialisasi pada satu bidang keartisan adalah sebuah jebakan. July membuktikan bahwa ia bisa melakukannya. Dengan bakatnya yang luas, tak heran karya yang ia hasilkan sangat banyak.

Semasa kecil ia membaca buku bergambar "The North Star Man" (Watts, 1970) karya Kota Taniuchi yang kisahnya begitu melekat di hatinya.  Ketika dewasa, July membaca buku-buku yang mengandung letupan-letupan guna menyemangatinya. 

Misalnya ketika sedang menulis naskah film, ia memilih mencomot buku kategori seni atau art book. Pilihannya jatuh pada buku-buku Peter Fischli dan David Weiss -- duo seniman asal Swiss. Ia sadar bukan orang yang gampang mendapatkan ide, maka art book seperti karya Fischli dan Weiss rasanya sangat membebaskan.

Begitu pula ketika sedang menulis fiksi, ia sesekali membaca buku "The Collected Stories of Lydia Davis" (Farrar, Straus and Giroux, 2009). Lydia Davis adalah seorang penulis Amerika yang banyak menulis cerpen, novel dan esai. Bagi July, Davis mendorongnya untuk menulis lebih baik lagi. Tetapi ia tidak ingin menulis seperti Davis. Ia hanya menyukai karya-karya Davis. Tampilan buku Davis secara fisik juga bagus. July suka warna cover buku itu.

Buah kreativitas July sangat banyak baik film layar lebar, film pendek, cerpen, novel, video musik hingga album musik. Film "Me and You and Everyone We Know" (2005) misalnya, membuatnya sangat sibuk karena selain sebagai sutradara, ia juga menulis skenario film dan menjadi bintang utama. Tapi kerja kerasnya terbayar dengan penghargaan Camera d'Or untuk film ini di Cannes Film Festival tahun 2005 silam.

Film July lainnya, "The Future" (2011), mengharuskannya melakukan multitasking yang sama. Walau tidak sesukses film sebelumnya, July membawanya ke drama panggung di The Kitchen -- sebuah teater pertunjukan seni multi disiplin di kota New York serta ke sejumlah venue lainnya. Film terbarunya menurut rencana akan meluncur tahun 2019 nanti.

July pernah terlibat dalam belasan proyek film pendek, Selain menggarap sendiri, ia juga berkolaborasi dengan proyek lain. July juga sempat terlibat dalam produksi video musik dimana salah satunya ia sutradarai.

Dalam dunia kepenulisan, July sudah menulis dua buku. Buku pertamanya berjudul "No One Belongs Here More Than You" (Scribner, 2007) - kumpulan vignette pendek - diapresiasi positif. Tahun 2015 lalu, novel pertamanya yang berjudul "First Bad Man" (Scribner, 2015) juga resmi meluncur. Karya cerpen July tersebar di berbagai media seperti Harvard Review, Harper's Magazine, The New Yorker dan Tin House.

Sebagian buku-buku yang menghiasi rak buku July sebagai berikut:

1. Buku-buku Peter Fischli dan David Weiss
2. Buku-buku Sophie Calle
3. Diether and Dorothy - Dieter Roth, Dorothy Iannone
4. King Kong Theory - Virginie Despentes
5. The Collected Story of Lydia Davis - Lydia Davis
6. The North Star Man - Kota Taniuchi
7. Three Novels: "The Cloak", "The Black Pestilence", "The Comb" - Nina Berbenova
8. Ticknor - Sheila Heti
9. What We Talk About when We Talk About Love - Raymond Carver

Patti Smith, kerap menyematkan karya puisi di album musiknya 

Patti Smith (catatan: bukan penyanyi country Patty Smyth) lebih dikenal sebagai penyanyi dan penulis lagu. Tapi bakatnya tidak itu saja. Ia juga seorang visual artist dan penyair. Jumlah album musiknya sampai hari ini sudah 14 album, sementara buku puisi yang pernah diterbitkan sudah 22 buku. Hebat nian wanita satu ini.

Patti Smith membacakan bukunya
Patti Smith membacakan bukunya
Patti Smith punya gaya unik dalam menggarap albumnya. Ia fokus di genre rock terutama punk rock dan art rock. Dalam albumnya kerap dimasukkan pembacaan puisi karyanya sehingga album-album musiknya terasa berbeda.

Smith pertama kali mengenal buku ketika di masa kecil ia sering duduk di kedua kaki ibunya dan melihatnya minum kopi sambil merokok dan membaca buku yang diletakkan di pahanya. Smith kecil penasaran dengan apa yang dibaca oleh ibunya. Sampai-sampai ia pernah menyembunyikan salah satu buku milik ibunya yang berjudul "Book of Martyrs" karya John Foxe di bawah bantal dengan harapan bisa menyerap makna yang terkandung di dalam buku itu.

Ketika sang ibu menemukan buku tersebut, ibunya malah mendekatinya dan mulai mengajarkan Smith kecil membaca buku. Lambat laun Smith kecil bisa membaca buku tentang Mother Goose lalu buku-buku Dr. Seuss.

Hingga akhirnya Smith diijinkan duduk bersama ibunya di sofanya yang empuk untuk membaca buku. Smith ingat kala itu sang ibu membaca "The Shoes of the Fisherman" (Morrow, 1963) karya Morris West, sementara ia membaca buku dongeng "The Red Shoes..." karangan Hans Christian Andersen. Sejak itu Smith membaca buku apapun. Daftar buku favoritnya pun tersebar luas di berbagai website.

Seperti Mira Nair, berkat buku ia bertemu sang pujaan hati walau tidak sampai mengikat janji. Kisah pertemuannya dengan Robert Mapplethorpe, seorang fotografer, terjadi di tahun 1967. Waktu itu Smith bekerja di sebuah toko buku bersama Janet Hamill, seorang penyair yang juga kawannya.

Mapplethorpe adalah salah satu orang yang sangat berpengaruh pada hidupnya, termasuk pada sejumlah karyanya yang terhimpun dalam buku memoarnya, "Just Kids" (Ecco, 2010). Buku ini menerima anugerah National Book Awards untuk kategori Non Fiksi tahun 2010.

Smith pernah dua kali menjadi nominator Grammy Awards untuk kategori Best Female Rock Vocal Performance atas karya lagu "1959" (tahun 1998, album "Peace and Noise", 1997) dan "Glitter in Their Eyes" (tahun 2001, album "Gung Ho", 2000).

Sebagai pengakuan karya musiknya, majalah Rolling Stone mentasbihkannya sebagai musisi nomor 47 dalam daftar "100 Greatest Artist"  yang dirilis tahun 2010. Posisinya berada setingkat di bawah musisi legendaris Janis Joplin.

Sekadar mengintip koleksi bukunya, di bawah ini beberapa judul buku yang ia sukai:

1. A Season in Hell - Arthur Rimbaud
2. Ariel - Sylvia Plath
3. Collected Poems 1947-1980 - Allen Ginsberg
4. In Country Sleep - Dylan Thomas
5. My Life in the Bush of Ghosts - Amos Tutuola
6. Queer - William S. Burroughs
7. Rasa - Rene Daumal
8. The Man without Qualities - Robert Musil

Rosanne Cash, cinta buku berkat bimbingan sang ayah

Rosanne Cash adalah seorang artis, penulis lagu dan juga penulis buku. Ia anak pertama musisi country kenamaan Amerika Serikat, Johnny Cash. Berbeda dengan aliran musik yang dianut sang ayah, Rosanne Cash lebih luas mengeksplorasi bakat musiknya di lintas genre yaitu folk, pop, rock, blues dan Americana.

Rosanne Cash (sumber: https://www.rockhall.com/evening-rosanne-cash)
Rosanne Cash (sumber: https://www.rockhall.com/evening-rosanne-cash)
Ketika remaja, Rosanne Cash membaca buku "The Diary of Anne Frank" (Dramatists Play Service, Inc, 1986) yang membuatnya memahami bahwa perang menciptakan horor dalam kehidupan. Tidak hanya membaca bukunya, ia bahkan pernah mengunjungi rumah Anne Frank di Amsterdam bersama sang ayah guna merasakan situasi yang dialami Anne Frank kala itu.

Rosanne memang suka membaca buku. Ia ingat kala belia ia meminta ibunya untuk mengantarkannya mengunjungi perpustakaan setiap akhir pekan. Disanalah ia menghabiskan waktunya bersama buku-buku dan para pustakawan. Waktu itu perpustakaan menjadi semacam pelarian baginya dari masalah keluarga yang membuatnya merasa cemas dan tidak aman jika berada di rumah.

Kesenangannya membaca buku mungkin tertular dari sang ayah yang juga seorang sangat mencintai buku melebihi apapun. Bahkan Johnny Cash memiliki koleksi buku kuno dari awal abad ke-19 yang berisi tulisan-tulisan Josephus -- sejarawan terkemuka abad pertama Masehi.

Rosanne ingat kala sang ayah manggung di berbagai tempat, hal pertama yang dicari ayahnya adalah toko buku. Pengalaman ke berbagai toko buku bersama sang ayah membuat Rosanne perlahan juga mencintai buku.

Dalam bidang musik, Rosanne Cash pernah meraih Grammy Awards sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1985 untuk lagu "I Don't Know Why You Don't Want Me" dan tahun 2015 dimana ia meraih tiga penghargaan sekaligus dalam kategori Best Americana Album untuk album "The River & the Thread", Best American Roots Song bersama John Leventhal dan Best American Roots Perfomance untuk lagu "A Feather's Not A Bird".

Selain sukses di bidang musik, Rosanne Cash juga mengikuti jejak ayahnya menjadi penulis. Ia telah menulis sejumlah buku yaitu: "Bodies of Water" (Harper Perennial, 1997), "Penelope Jane: A Fairy's Tale" (HarperCollins, 2006) "Songs Without Rhyme: Prose By Celebrated Songwriters" (Hyperion, 2001; dan "Composed: A Memoir" (Viking Press/Penguin Group, 2010).

Daftar buku koleksi Rosanne Cash pasti sangat panjang untuk dibagikan. Namun berikut daftar sebagian koleksi buku-bukunya:

1. Le Morte d'Arthur - Sir Thomas Malory
2. Love in the Time of Cholera - Gabriel Garcia Marquez
3. The Elements of Style - William Strunk Jr. (catatan: edisi revisi tahun 1959 direvisi dan dikembangkan oleh E.B. White)
4. Poems and Plays - Tennyson (Alfred Tennyson)
5. Middlemarch - George Eliot
6. Letters to a Young Poet - Rainer Maria Rilke
7. The Diary of a Young Girl - Anne Frank
8. On Life after Death - Elisabeth Kubler-Ross
9. Stanislavsky Directs - Nikolai M. Gorchakov
10. How We Die: Reflections of Life's Final Chapter - Sherwin B. Nuland
11. The Essential Rumi - Coleman Barks
12. One Day in the Life of Ivan Denisovich - Aleksandr Solzhenitsyn
13. The Women's Encyclopedia of Myths and Secrets - Barbara G. Walker
14. Little House in the Big Woods - Laura Ingalls Wilder
15. Here Is New York - E.B. White
16. Memories, Dreams, Reflections - Carl Gustav Jung

Stephenie Meyer, dari pembaca novel klasik ke penulis novel terkenal

Siapa yang tidak kenal dengan film "Twilight", "New Moon", "Eclipse" dan "Breaking Dawn" yang populer di seantero dunia?  Film-film itu diangkat dari empat novel karya Stephenie Meyer yang meraup sukses besar.  Karya novelnya banyak terinspirasi dari buku-buku yang pernah ia baca sejak ia masih belia.

Stephenie Meyer dalam sebuah acara book signing (sumber: https://www.mhpbooks.com/get-em-while-theyre-young/)
Stephenie Meyer dalam sebuah acara book signing (sumber: https://www.mhpbooks.com/get-em-while-theyre-young/)
Kala kecil, sang ayah selalu membacakannya dongeng-dongeng nina bobo. Karena sudah paham dengan cerita anak, ia melewatkan buku-buku cerita anak. Di usia tujuh tahun, ia sudah membaca novel klasik "Little Women" karya Louisa May Alcott. Ia juga melahap novel "Jane Eyre" karya Charlotte Bronte, "Anne of Green Gables" karya Lucy Maud Montgomery.

Meyer mengatakan bahwa ia membaca buku di sepanjang hidupnya. Walau banyak membaca karya klasik, penulis favoritnya justru adalah Orson Scott Card lewat karya novelnya berjudul "Ender's Game" (Tor Books, 1985) and sekuelnya "Speaker for the Dead" (Tor Books, 1986).

Novel-novel yang ia baca memberi pengaruh pada gaya penulisannya, terlebih ia suka dengan pahlawan wanita. Misalnya novel pertamanya "Twilight" yag terinspirasi dari "Pride and Prejudice" karya Jane Austen. Novel "New Moon" dipengaruhi oleh "Romeo and Julie" karya Shakespeare.

Sementara "Eclipse" dipengaruhi oleh "Wuthering Heights" karya Emily Bronte, dan "Breaking Dawn" dipengaruhi oleh dua karya William Shakespeare berjudul "The Merchant of Venice" dan "A Midsummer Night's Dream".

Karya novel Meyer mayoritas adalah seri Twilight yaitu "Twilight" (2005), "New Moon" (2006), "Eclipse" (2007) dan "Breaking Dawn"  (2008). Selain itu ia juga menulis novel "The Host" (2008) dan "The Chemist" (Back Bay Books, 2016). Kecuali "The Chemist", novel-novelnya diterbitkan oleh Little, Brown and Company. Karya-karya novel Meyer terjual di atas 100 juta kopi dan telah diterjemahkan ke dalam 37 bahasa.

Bacaan Meyer sangat luas tetapi pada umumnya adalah sastra, berikut sebagian judul buku koleksinya:

1. Never Where - Neil Gaiman
2. Pride and Prejudice - Jane Austen
3. Rebecca - Daphne du Maurier
4. The Book of Thousand Days - Shanon Hale
5. Anne of Green Gables - L.M. Montgomery
6. Jane Eyre - Charlotte Bronte
7. The Princess Bride - William Goldman
8. Little Women - Louis May Alcott
9. The Book of Mormon: Another Testament of Jesus Christ
10. Dragonflight - Anne McCaffrey
11. East of Eden - Jason Steinbeck
12. Ararat - Louise Gluck
13. Speaker for the Dead - Orson Scott Card

Thurston Moore, musisi yang nyambi menjadi editor buku dan mendirikan usaha penerbitan buku

Pernah mendengar band rock asal AS bernama Sonic Youth. Nah, pentolan band tersebut, Thurston Moore (vokalis, penulis lagu dan gitaris), adalah penggemar buku. Sejak membaca buku "Sevent Heaven" (Telegraph Books, 1972) karya Patti Smith kala ia berusia 17 tahun, ia makin sering membaca buku terutama buku puisi.

Thurston Moore dalam sebuah even di tahun 2011 (sumber: http://according2g.com/2011/10/thurston-moore-and-henry-rollins-discuss-occupants/)
Thurston Moore dalam sebuah even di tahun 2011 (sumber: http://according2g.com/2011/10/thurston-moore-and-henry-rollins-discuss-occupants/)
Ia membeli banyak sekali buku-buku terbitan Telegraph Press, antara lain buku-buku puisi karya Gerard Malanga dan Ted Berrigan. Terkadang ia membeli sebuah buku karena cover-nya bagus. Misalnya buku "The Cosmogical Eye" (New Directions, 1961) karangan Henry Miller. Ia suka dengan bola mata hitam dan putih pada cover buku tersebut. Ia berjanji akan membacanya suatu saat ini.

Karena sering membeli buku, alhasil ia memiliki sebuah perpustakaan pribadi di kediamannya. Tetapi ia mengakui sebagian besar buku-buku di rumahnya belum ia baca. Maklum saja karena kesibukan adalah kehidupannya, waktu membaca buku tentu sangat sempit.

Di kehidupan pribadinya, Moore pernah menikah dengan seorang editor buku visual bernama Eva Prinz. Mereka mendirikan sebuah usaha penerbitan buku bernama Ecstatic Peace Library di tahun 2010. Penerbit tersebut khusus menerbitkan karya-karya puisi, juga buku-buku bertopik khusus misalnya tentang awal mula musik black metal Norwegia dan jazz eksperimental dari tahun 1970an.

Selain menjalankan usaha penerbitan buku, Moore juga pernah menjadi editor penerbit lain untuk sebuah buku berjudul "Mix Tape: The Art of Cassette Culture" (Universe Publishing, 2005). Buku ini merupakan kumpulan kisah, esai, seni dan lain-lain yang ditulis oleh beragam artis, musisi dan penulis antara lain John Sinclair dan Kate Spade.

Berikut beberapa judul buku yang termasuk dalam koleksi favoritnya:

1. Allen Ginsberg Bibliography - George Dowden
2. Chic Death / Poems - Gerard Malanga & Nathan Whiting
3. Satori in Paris - Jack Kerouac
4. Seventh Heaven - Patti Smith
5. The Aesthetics of Rocks - R. Meltzer
6. The Cosmological Eye - Henry Miller
7. Where I Hang My Hat - Dick Gallup
8. Wishes, Lies and Dreams - Kenneth Koch, Chelsea House

***

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun