Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

China Terapkan Teknologi Monitor Otak, Bagaimana dengan Kita?

3 Mei 2018   21:32 Diperbarui: 3 Mei 2018   21:49 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini tersiar kabar dari negeri China bahwa sebuah teknologi  untuk memonitor otak telah diaplikasikan di negara China. 

Salah satu perusahaan di bidang kelistrikan bernama Hangzhou Zhongheng Electric di  propinsi Zhejian memakainya untuk memonitor otak para pekerjanya. Metode  tersebut diklaim oleh perusahaan tersebut dapat meningkatkan efisiensi  perusahaan yang berimbas pada melejitnya profit perusahaan hingga USD  315 juta.

Di  perusahaan tersebut, para karyawan diminta untuk mengenakan topi yang  berbentuk seperti helm yang berisi sensor nirkabel yang akan mentransmisikan sinyal dari otak para karyawan, yang disebut dengan  electroencephalography (EEG). Sinyal tersebut ditransmisikan ke sistem  yang dibekali dengan kecerdasan buatan atau AI.

Data yang  diperoleh dari topi tersebut akan diinterpretasikan oleh sistem untuk  mengenali kondisi masing-masing karyawan, apakah dalam suasana ceria,  cemas atau bahkan tertekan atau stress, atau mungkin sakit. Data  tersebut berguna bagi perusahaan untuk mengetahui apakah seorang karyawan mampu bekerja atau dalam kondisi tidak sehat sehingga perlu  beristirahat di rumah.

Perusahaan tersebut tidak sendiri. Ternyata  ada sejumlah perusahaan dan institusi lainnya yang telah  menggunakannya, termasuk lembaga militer di China. 

Mereka adalah  pengguna program brain surveillance yang diberi nama Neuro Cap  yang dikembangkan oleh Universitas Ningbo. Program ini didanai oleh  Pemerintah China. Perusahaan kereta api berkecepatan tinggi yang  melayani rute Beijing-Shanghai juga menggunakan teknologi tersebut untuk  memonitor kondisi masinis kereta api. Sistem dapat memicu alarm jika  menangkap sinyal tidak normal dari topi ketika masinis mengantuk.

Di  sisi lain, penerapan metode tersebut dinilai berpotensi melanggar  privasi. Seorang karyawan harus mengenakan topi tersebut selama ia  bekerja. Sinyal emosi apapun dari otak pekerja akan terbaca seketika.  Sinyal-sinyal itu mungkin perasaan suka cita, santai, kebosanan atau  kejenuhan. 

Mungkin juga menderita karena sedang memaksakan diri masuk  kerja walaupun harus menahan sakit, atau mungkin sinyal kecemasan atau kegelisahan karena ada salah satu anggota keluarga yang kritis di rumah  sakit. Sinyal kemarahan, kegundahan juga pastinya terbaca.

Walaupun  dinilai memiliki sejumlah dampak positif di China, penerapan teknologi  tersebut juga bukannya bebas dari kontra. Dari sejumlah sumber informasi  yang saya baca, menurut saya ada beberapa hal yang mesti menjadi  perhatian. Pertama, potensi pelanggaran privasi itu sudah pasti. 

Karyawan tentu akan merasa diawasi selama jam kerja dan justru hal itu  dapat berpotensi membuat karyawan menjadi kontraproduktif alih-alih membuatnya produktif. Jika ini yang terjadi, maka hal ini tidak mungkin  memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.

Kedua, isu dalam hal data security atau keamanan data dimana data personal dari rekaman kondisi otak  seseorang rentan untuk tersebar luas. Karena sistem harus berjalan  secara online -- berkaca pada kasus kebocoran data pengguna Facebook -- maka potensi data security issue harus ditekan menjadi nol.

Pada  dasarnya sistem tersebut tidak dapat membaca pikiran seseorang, namun  ia dapat menangkap kondisi psikologis seseorang pada waktu tertentu atau  rentang waktu tertentu dimana itu adalah bagian dari data personal.  Apalagi jika suatu perusahaan menggunakan cloud storage dari pihak ketiga tanpa Non Disclosure Agreement atau perjanjian menjaga  kerahasiaan data-data perusahaan yang sangat detail dan ketat, potensi adanya data security issue akan mungkin terjadi.

Ketiga,  dari segi kenyamanan. Jika harus mengenakan helm sepanjang jam kerja  tentu akan mengurangi kenyamanan bekerja. Sebagian perusahaan memang  mewajibkan karyawan untuk mengenakan safety helmet atau hard hat sebagai  pelindung, misalnya di industri manufaktur dan konstruksi. Sejumlah  perusahaan pengolahan makanan atau minuman, perusahaan produsen  obat-obatan, dan sejenisnya mewajibkan penggunaan penutup kepala karena  alasan higienis.

Jika topi tersebut punya bobot yang cukup berat,  tentu akan membuat karyawan merasa tidak nyaman dan lelah memakainya.  Para karyawan di China memang awalnya tidak merasa nyaman, namun  lama-lama mereka terbiasa mengenakannya. Saya tidak memiliki informasi  apakah para karyawan overall merasa puas dengan peraturan mengenakan topi helm tersebut?

Keempat,  belum diketahui langkah solutif jika seorang karyawan terdeteksi sedang  dalam kondisi yang  "kurang / kontra produktif". Pegawai yang terdeteksi sedang sakit mungkin bisa dirujuk ke klinik atau rumah sakit

Jika terdeteksi dalam kondisi mengantuk berat, solusinya mungkin menyediakan area untuk tidur di lingkungan perusahaan. Namun jika data  yang ditangkap adalah kondisi psikologis tertentu yang berpotensi kontra produktif, hal ini perlu digali lebih dalam hal apa saja yang menjadi  penyebabnya. Menyediakan psikolog internal atau eksternal mungkin bisa menjadi pertimbangan yang tentu memerlukan bujet khusus.

Kalau  teknologi ini tiba di tanah air, menurut saya tidak ada hal yang krusial  untuk menerapkannya apalagi di sektor industri. Apa yang diterapkan di China belum tentu sama dengan di Indonesia. Namun penerapan di sejumlah  bidang dirasa penting. Aplikasi di ranah lalu lintas bisa menjadi pertimbangan. Tak sedikit kecelakaan di jalan raya berawal dari  pengemudi yang mengantuk, atau dalam kondisi emosi tertentu. Para  pengemudi bus atau truk atau pun masinis mungkin memerlukan teknologi  ini dimana alarm akan berbunyi segera ketika tiba rasa kantuk.

Rasanya  teknlogi ini perlu juga diterapkan di bidang olahraga, terutama pada  para atlit yang sedang berlaga di turnamen atau pekan olahraga. Ini agar  pelatih atau ofisial dapat mengetahui kondisi atlit seraya merumuskan  solusi jitu bagi sang atlit yang mungkin sedang didera masalah yang berpotensi tidak mencapai prestasi terbaiknya. Tapi dengan mengenakan  helm yang berat, sepertinya akan mengurangi gerak lincah pemain bulutangkis atau tenis meja yang harus bergerak cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun