--Sekedar tulisan untuk menyeimbangkan isu-isu agama yang digunakan dalam keberlangsungan demokrasi--
BAGI saya, Partai Keadilan Sejahtera pernah jadi gantungan harapan akan munculnya sosok pemimpin-pemimpin Islami di pelosok-pelosok negeri ini. Bagi saya pula bukan soal di beragama apa, namun ada sifat-sifat Islam dalam dirinya. Ada kesederhanaan, ada suri tauladan yang baik, bertutur lemah lembut, dan pelayan rakyat, serta sifat-sifat kebaikan lainnya.
Benarkah harapan itu bisa digantungkan ke PKS? Ternyata tidak.
Semakin terbukti lagi dari kecenderungannya memberikan dukungan ke calon terburuk yang pernah saya dengar. Mengapa buruk?
Sederhana saja saya menilainya. Baca berita ini: http://www.tempo.co/read/news/2012/06/13/228410183/Fauzi-Bowo-dan-Hartanya-Hati-hati yang mengisyaratkan adanya sifat tamak bin angkuh dalam menyikapi harta bendanya.
Memang bukan tolok ukur yang utama untuk sifat-sifat itu. Namun ada kecenderungan yang bisa membuat watak sombong dalam dirinya. Watak ini jelas bagi saya bukan Islami.
Kecenderungan ini semakin bertambah ketika merasa dirinya perlu menyinggung orang lain yang jadi pesaingnya untuk jadi pemimpin di Jakarta. Simak tulisan seorang Kompasiana berikut: http://politik.kompasiana.com/2012/06/13/dari-mana-harta-fauzi-bowo/ yang menjadikan dirinya semakin nampak sombong.
Saya ingin sedikit menyitir Al-Quran surat Al-Israa' ayat 37: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."
Saya perkuat dengan surat Luqman ayat 18: "dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Lalu bila tidak menampakkan sifat-sfat Islami, mengapa cenderung mengarahkan kader ataupun simpatisan PKS yang sebagian besar adalah umat Islam ke calon pemimpin yang demikian?
Saya tidak lantas senang jika PKS mengarahkan kecenderungannya untuk memilih lawan Fauzi Bowo. Namun setidaknya ada sifat-sifat Islami dalam diri Joko Widodo yang lebih menonjol jika dibandingkan lawannya. Terlepas dari wakilnya yang bukan beragama Islam, saya lebih melihat pemimpinnya ada pada diri Joko Widodo yang bergama Islam.
Silakan lihat bio twitter Joko Widdodo di @jowoki_do2. "Pengennya sederhana dalam kesederhanaan."
Sifat sederhana Joko Widodo semakin nampak dari yang saya dengar: dia jarang mendapat kawalan dalam rutinitasnya. Bandingkan dari kisah yang saya dapat dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/04/11/ljh2ty-hidup-sederhana di bawah ini.
Ibnu Amir pernah memberikan kesaksian perihal hebatnya kesederhanaan dan ketawadhuan Rasulullah, di tengah kedudukannya yang luhur di antara umat manusia. "Aku pernah melihat Rasul melempar jumrah dari atas unta tanpa kawalan pasukan, tanpa senjata, dan juga tanpa pengawal."
Bandingkan dengan lawan Joko Widodo, yang untuk menembus kemacetan daerah yang dipimpinnya menggunakan kawalan. Akan semakin membuat rakyatnya membenci.
Sifat-sifat ini sebenarnya saya dengar juga ada dalam diri sosok seorang kader PKS yang kalah dalam putaran pertama Pilkada Jakarta. Namun kontaminasi nafsu meraih (penghalusan dari mengejar) kekuasaan menyelimuti partainya, dia jadi enggan melihat kebaikan-kebaikan dari orang lain. Alasan mengingkari amanah pun akhirnya dilontarkan.
Baiklah, saya ingin mengutip sebuah riwayat hadits.
Abu Dzar berkata : "ya Rasulallah tidakkah kau memberi jabatan apa-apa kepadaku? Maka rasulullah memukul bahuku sambil berkata : hai Abu Dzar kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai amanat yang pada hari qiyamat hanya akan menjadi kemenyesalan dan kehinaan. Kecuali orang yang yang dapat menunaikan hak dan kewajibannya, dan memenuhi tanggung jawabnya."
Apakah Joko Widodo mengingkari amanah 5 tahunnya untuk jadi pemimpin di Solo? Silakan di-polling: apakah lebih banyak warga Solo yang menginginkan Joko Widodo selesaikan 3 tahunnya, atau merelakan untuk jadi pemimpin di Jakarta. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H