Mohon tunggu...
Gatin Duran
Gatin Duran Mohon Tunggu... Lainnya - Baca-Tulis

philos-sophos

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ramah-Tamah "Dadakan" Para Calon Wakil Rakyat: Fenomena Serigala Berbulu Domba

28 Januari 2024   18:12 Diperbarui: 30 Januari 2024   12:57 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inhttps://hulusungaitengah.bawaslu.go.id/download-maskot-bawaslu-si-wasra-dan-wasri-format-png/put sumber gambar

Akhir-akhir ini, kita sering menjumpai fenomena ramah-tamah "dadakan" dari calon-calon wakil rakyat. Sopan-santun terlihat begitu memikat sehingga sifat asli dari seorang calon wakil rakyat ganas seperti serigala tapi terlihat sebagai domba lugu yang siap berkorban demi kepentingan rakyat. Transformasi kesadaran diri yang busuk ini sebenarnya sedang mereduksi moral dari calon-calon wakil rakyat itu sendiri. Hal ini sangat  berbahaya bagi kepentingan masyarakat apabila seorang calon wakil rakyat menggunakan dualisme wajah politik untuk mendapat posisi yang diinginkan. Dalam kondisi ini, demos dapat disulap menjadi voters, massa pemilih, yang dikenai kalkulasi untung-rugi dan diperalat untuk merebut tampuk kekuasaan. Jadi, politik sebagai urusan umum seringkali tampil sebagai paradoks dan mengambang tanpa tujuan yang jelas.

Ramah-Tamah "Dadakan" Sebagai Transformasi Kesadaran yang Keliru

Melihat fenomena ini, kita patut bertanya "apakah calon wakil rakyat hasil polesan lebih menarik daripada kebenaran? Kita semua adalah pelaku peradaban dan calon wakil rakyat hasil polesan adalah bukti kematian homo sapiens dan menjadi tanda kebangkitan homo brutalis. Fenomena ramah-tamah yang bersifat tendensional itu merupakan representasi kematian homo sapiens dan menjadi tanda kebangkitan homo brutalis. 

Fenomena ini dilihat oleh Parmenides, seorang pemikir Yunani Kuno sebagai doxa, yakni sesuatu yang tampaknya saja begitu, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah realitas yang tidak pernah berubah. (Wattimena, 2010:10). Dalam konteks ini, penampakan sedang menutupi kebenaran karena penampakan memiliki sisi manipulatif. Sisi manipulatif ini dapat dilihat secara kritis sebagai sebagai fenomena serigala berbulu domba. Itulah soalnya, masyarakat harus berhati-hati terhadap ramah-tamah "dadakan" yang dipoles dengan senyuman manis yang bersifat humanis dari calon-calon wakil rakyat.

Transformasi kesadaran diri melalui fenomena ramah-tamah "dadakan" yang dilakukan oleh para calon wakil rakyat bukanlah sebuah metanoia atau pertobatan dari masa lalu yang penuh dengan dosa menuju masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dalam memilih wakil rakyat karena propaganda dalam bentuk ramah-tamah "dadakan" dapat mematikan akal sehat dan suara hati masyarakat sebagai pemilih para calon wakil rakyat.

 Akal Sehat Masyarakat Sebagai Upaya Memboikot Fenomena Serigala Berbulu Domba

Di fase ini, praktek politik seringkali dipahami sebagai pertengkaran emosi daripada konteks ide dan diskursus bermakna. (Tan, 2018:134). Lugasnya, masyarakat harus kritis menggunakan akal sehat untuk membaca fenomena serigala berbulu domba dari para calon wakil rakyat yang seolah-olah siap mempertaruhkan nyawa demi masyarakatnya. Menanggapi persoalan ini, masyarakat harus menyadari diri sebagai subjek politik di mana politik itu sendiri sebagai ranah bagi masyarakat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sepenuh-penuhnya .

Dalam konteks ini, Sokrates menyatakan bahwa setiap orang harus menggunakan akal budinya secara jernih untuk membuat keputusan dan menjauhkan diri dari emosi-emosi yang tidak teratur. Dan yang kedua Sokrates mengajak kita untuk tidak selalu mengacu pada apa yang menjadi pendapat umum, tetapi berusaha mencari sendiri apa yang benar. (Wattimena, 2010: 14). Belajar dari Sokrates, otentisistas masyarakat sebagai pemilih para calon wakil rakyat harus berdiri tegak tanpa direduksi oleh propaganda-propaganda yang bersifat manipulatif.  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun