Mohon tunggu...
Layla Dzurriyyatur Rohmah
Layla Dzurriyyatur Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang S1 Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Menurut Buku Hukum Perdata Islam di Indonesia Karya Ady Purwoto dan 12 Rekannya

12 Maret 2024   23:49 Diperbarui: 13 Maret 2024   01:06 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Layla Dzurriyyatur Rohmah 

Hukum Perdata Islam Di Indonesia adalah suatu hukum yang membahas suatu hukum baik secara individu atau kelompok dengan berlandasan Al-Qur’an dan Sunnah. Kali ini saya mengambil Buku Hukum Perdata Islam Di Indonesia karangan Ady Purwoto dan teman-temannya yang membahas tentang hukum perkawinan islam di Indonesia, peminangan yang sah, larangan perkawinan, perjanjian dalam perkawinan, perkawinan wanita hamil, poligami : alasan, syarat dan prosedur poligami, harta kekayaan dalam perkawinan, asal-usul anak, perceraian dan akibat-akibatnya, ruju’, perkawinan campuran: antar pemeluk agama dan warga negara, praktek hukum yang bertentangan dengan aturan-aturan perundang-undangan, sanksi pidana dalam hukum perkawinan. Buku ini ditulis bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hukum perkawinan di Indonesia, baik segi materi ataupun praktik.

Dari buku Hukum Perdata Islam Di Indonesia Karya Ady Purwoto dan 12 rekannya terdapat 13 topik pembahasan ;

1. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia

Pernikahan merupakan  sunnah yang diciptakan Allah atas ciptaan-Nya dan diharapkan dapat melahirkan generasi penerus di dunia serta terjalinnya keluarga Sakinah Mawaddah dan Warrohmah. Secara umum pernikahan merupakan suatu keharusan dan keinginan yang wajar, hal ini terjadi karena didasari oleh seluk-beluk hukum Islam, yaitu menaati perintah Allah dalam menjalankan ibadah. "Perkawinan" berasal dari kata "kawin" yang menurut bahasanya berarti membentuk  keluarga dengan sanak saudara yang berlainan jenis.

2. Peminangan Dan Perkawinan yang Sah

Sinonim dari lamaran adalah melamar, yang disebut kitba (permintaan) ikatan perkawinan dalam bahasa Arab dari tahun.

Syarat wanita yang dapat dilamar  adalah 1). Tidak berdasarkan saran orang lain ; 2).Jika menyangkut pernikahan, tidak ada tembok shala yang menghalangi pernikahan. 3). Edisi  Era Idda oleh Tarak Raj. Empat).

3. Larangan Perkawinan

Larangan perkawinan dalam Hukum Islam disebut dengan Mahram (orang yang haram dinikahi). Islam memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan perkawinan. Perkawinan dalam islam memiliki tujuan yang sangat mulia dan strategis dalam mengupayakan terbentuknya masyarakat yang utama sebagaimana terkandung dalam Q.S  ar-Ruum 21. Ada dua macam bentuk larangan pertama, al-Muharramat al-Mu'abbadah (Keharaman yg sikapnya abadi). Kedua, ada al-Muharramat al-Muaqqatah (Keharaman yg sementara).

4. Perjanjian dalam Perkawinan

Perjanjian berasal dari Bahasa Belanda yaitu “overeenskomst“. Overeenskomst diartikan sebagai perjanjian atau persetujuan. Adapun syarat sah perjanjian. Antara lain ; 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2. Memiliki kemampuan dalam membuat perjanjian 3. Sebab hal tertentu 4. Sesuatu yang halal. Unsur-unsur yaitu memenuhi prestasi yang mencerminkan sifat dari perjanjian walau tanpa diperjanjikan secara khusus sehingga menjadi unsur pelengkap yang mengatur hal-hal yang bersifat khusus yang ditentukan bersama-sama oleh para pihak. Dasar Hukum Perjanjian Perkawinan yaitu Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perjanjian Perkawinan.

5. Perkawinan Wanita Hamil

Akad nikah yang dilakukan dalam keadaan sang wanita sedang hamil dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Menurut mazhab syafi’i dan mazhab Hanafi perkawinan tersebut adalah sah dan dibolehkan melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki yang bukan menghamilinya. Lain halnya dengan dengan mazhab Malikiyah dan Hanabilah, wanita yang hamil di luar nikah tidak boleh dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya. Bolehnya berkumpul sebagai akibat akad nikah yang dilakukan dalam keadaan sang wanita sedang hamil. Menurut mazhab syafi’i dan mazhab Hanafi perkawinan tersebut adalah sah dan dibolehkan melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki yang bukan menghamilinya. Status anak yang dilahirkan dari perkawinan wanita hamil adalah anak sah apabila yang menikahi ibunya adalah laki laki yang menghamilinya. Hal tersebut dinyatakan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 99 , Pasal 42 Undang-UndangNomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah.

6. Poligami ; Alasan, Syarat, dan Prosesur Poligami

Poligami merupakan peristiwa dalam hidup yang ada di lingkungan sekitar kita, kata poligami kerap kali diucapkan tetapi sedikit masyarakat yang bisa menerima kondisi ini, yang artinya banyak serta gamie yang artinya pria, sehingga makna poligami yaitu pria yang memiliki istri lebih dari satu orang wanita dalam sebuah ikatan pernikahan. Adapun syarat poligami ; 1. Maksimal Empat Orang. 2. Adil terhadap semua istri. 3. Mampu memberi nafkah. 4. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri. Selanjutnya ada prosedur poligami meliputi apa saja : 1. Tidak memiliki kekuatan yuridis. 2. Tidak bisa menjadi landasan bagi sebuah kepentingan hukum secara resmi. 3. Tidak bisa menjadi landasan untuk seluruh tuntutan yuridis ke pengadilan atas persoalan yang muncul dari pernikahan tersebut di kemudian hari. 4. Tidak bisa menjadi landasan untuk melakukan tuntutan hak-hak suami istri termasuk anak-anak mereka secara legal.

7. Harta Kekayaan dalam Perkawinan

Pasal 35, 36, dan 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perkawinan, mengatur harta perkawinan. Harta yang dibawa setiap suami dan istri ke dalam ikatan perkawinan dapat berupa harta yang diperolehnya sendiri dengan susah payah, serta dapat berupa harta warisan yang diperoleh oleh setiap suami dan istri sebelum atau sesudah menikah, menurut Hilman Hadikusuma. 

a.Harta Perolehan diatur pada Pasal 35 ayat (2) Undang_undang Nomor 16 Tahun 2019.

b.Harta Bersama diatur pada Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

8. Asal Usul Anak

Asal usul anak merupakan hal yang berawal dari hubungan sederhana namu menjadi persoalan kompleks jika dibandingkan dengan proses kelahiran seorang anak yg dri berbagai interaksi laki-laki dan perempuan.

a)Dari perkawinan sah.

b)Anak lahir di luar nikah (perkawinan saudara kandung).

c)Anak yang lahir di luar nikah (anak hasil perselingkuhan).

d)Anak angkat.

9. Perceraian dan Akibatnya

Tanggung jawab orang tua yang  bercerai berdasarkan UU Perkawinan Nomor Tahun 1974 Nomor 1  yaitu nafkah anak,  harta bersama, nafkah/pengeluaran istri dan anak menurut UU Perceraian. Orang tua yang  bercerai bertanggung jawab membesarkan anak-anak di bawah umur .

10. Ruju'

Ruju’ merupakan suatu upaya bersatunya kembali hubungan suami istri setelah terjadi talaq dari suami kepada istri dengan ketentuan talaq satu dan talaq dua yang sedang berada rentang masa iddah, yaitu masa tunggu bagi seorang perempuan selama rentang waktu tiga kali haid ataupun 3 kali suci menurut pandangan para ulama.

11. Perkawinan Campuran antar Pemeluk Agama dan Warga Negara 

Meski ada ketentuan tegas mengenai larangan perkawinan antar agama dalam hukum agama dan keyakinan. Secara fakta perkawinan antar agama dan kepercayaan tetap ada dilaksanakan di masyarakat, baik secara diam-diam atau terang-terangan. Metode yang berbeda digunakan untuk deteksi status. Soal perkawinan antar agama dan kepercayaan sekarang ini. Sudah seharusnya dikembalikan kepada ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing.

12. Praktek Hukum yg Bertentangan dengan Aturan Perundang-undangan

Wasiat pengikatan adalah  wasiat yang diperuntukkan bagi ahli waris atau sanak saudaranya yang tidak mendapat bagian dari harta warisan  orang yang meninggal karena  halangan hukum syariat. Pembagian dalam wasiat yang mengikat adalah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta kekayaan yang diserahkan kepada anak angkatnya atau sebaliknya kepada anak angkat  orang tua angkatnya.

13. Sanksi Pidana dalam Hukum Perkawinan

a.Penjara.

b.Denda.

c.Rehabilitasi.

d.Pelarangan Bertemu Korban.

e.Pencabutan Hak-Hak Tertentu.

Uraian-uraian diatas adalah pernyataan penting atau hal unik yang dapat kita petik dari buku Hukum Perdata Islam Di Indonesia Karya Ady Purwoto dan 12 rekannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun