Lipson mengusulkan agar diciptakan suatu mekanisme politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang memungkinkan kelompok minoritas dapat melindungi diri atau bahkan melawan tirani itu dengan cara-cara yang tetap demokratis, disamping dengan terus merawat dan mengembangkan sistem oposisi yang kritis dan konstruktif.
Dilema berikutnya, bahwa demokrasi selalu memberi peluang yang terbuka bagi kemungkinan rekruitmen dan penempatan orang-orang bodoh, bebal, bahkan berpotensi despot menjadi penguasa. Ini didasarkan pada konsepsi bahwa pada dasarnya, secara alamiah hanya segelintir manusia yang memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk berkuasa dan memimpin orang banyak.
Masalahnya kemudian, dalam kerangka pikir ini, demokrasi bisa mendorong orang-orang seperti Hitler tampil berkuasa. Kesulitan dilematisnya jelas, bahwa tidak ada suatu cara atau mekanisme apapun yang bisa diberikan oleh demokrasi untuk bisa mendeteksi dan menseleksi "orang-orang terpilih" yang memiliki pengetahuan, kemampuan serta kepantasan dan kelayakan untuk menjadi penguasa.
"Hukum Besi" demokrasi adalah bahwa sekali orang terpilih menjadi penguasa dalam suatu pemilihan umum, ia sah sebagai penguasa, meski mungkin integritas dan kapabilitasnya jauh dari memadai. Atau moralitasnya jauh dari yang dikehendaki banyak orang.
Dilema yang terakhir, bahwa dalam praktiknya, negara dan sistem pemerintahan demokrasi juga sesungguhnya selalu menghadirkan fakta ironis, bahwa yang berkuasa sesungguhnya hanyalah sekelompok kecil orang (oligarkis) dari rezim yang dipilih oleh mayoritas rakyat itu. Rakyat banyak sesungguhnya tidak pernah benar-benar berkuasa.
Kepercayaan bahwa demokrasi artinya kekuasaan berada ditangan rakyat adalah ilusi dan utopia belaka. Dalam situasi oligarkis itu, maka menjadi jelas bahwa kepentingan rakyat sesungguhnya tidak pernah benar-benar menjadi prioritas pemerintah. Sebaliknya, yang menjadi prioritas adalah kepentingan kaum oligaris itu sendiri.
Namun demikian Lipson masih optimis bahwa dalam demokrasi, oligarki itu setidak-tidaknya masih dapat dipaksa oleh mekanisme dan tradisi demokrasi untuk memperhatikan aspirasi rakyat, terutama dalam sistem demokrasi multi partai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H