Mohon tunggu...
Galih Setio Utomo
Galih Setio Utomo Mohon Tunggu... Wirausaha -

Selamat menemukan ide (^_^)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Angkutan Umum

24 Agustus 2015   09:11 Diperbarui: 24 Agustus 2015   09:11 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyebalkan sekali, sore ini harus berdesak-desakan bersama banyak orang. Yah, tidak ada pilihan lain selain menaiki kereta ini. Kalau naik bus bisa tiga atau empat jam perjalanan untuk sampai di rumah. Meski bukan shinkansen, kereta api ini berjalan cukup cepat.

Aku bersama dengan pemikiranku yang berlarian, iya, hanya pemikiranku yang bisa berlari bebas di tengah-tengah terjepitnya aku. Dasar tidak tahu diri, seorang pemuda yang di kursi itu, pura-pura tidak melihat ada seorang ibu yang sudah tidak muda yang berdiri tidak jauh dari tempat dia duduk.

Kereta berhenti di salah satu stasiun. Beberapa penumpang turun dan aku masih tetap berdiri. Kini lebih lega, aku sudah tidak berdesakan. Pasang headset dan menyetel lagu favorit. Aku tidak peduli dengan yang lain, yang aku pedulikan hanyalah menuju stasiun yang aku tuju sambil mendengarkan lagu.

 

Lady, won’t you save me? My heart belongs to you. Lady, can you forgive me ......

 

Baru setengah lagu terputar, ada seorang bapak (mungkin usianya sekitar 35 tahun) yang tersenyum kepadaku. Dengan sifat kemanusiaanku yang masih tersisa, aku membalas senyumnya, dan melepas headset. Kemudian terjadi perbincangan antara aku dan bapak itu.

“Baru pulang kantor ya dek?”

“Iya pak, bapak juga ya?”

“Iya. Adek suka sepak bola ya, AS Roma?”

“Loh, kok bapak tahu?”

“Wong adek pakai jaket Romanisti.”

“Oh iya pak ya.”

Aku tidak sadar kalau hari ini aku mengenakan jaket Romanisti, ternyata bapak itu juga pecinta klub sepak bola asal Italia. Perbincangan ringan bersama bapak itu tidak terasa menghantarkan kereta yang aku tumpangi berhenti di stasiun yang aku tuju. Aku keluar dan bapak itu masih melanjutkan perjalanan.

Tidak sampai disitu perjalanan pulangku, aku harus menaiki angkot. Kadang aku kesal saat berkendara menggunakan sepeda motor dan melintasi jalan dekat stasiun sini. Kalau kereta baru tiba, angkot-angkot pada mengetem dan arus lalu lintas jadi macet. Aduh. Tapi sekarang aku tertawa, hahaha, aku yang menaiki angkot pembuat kemacetan.

Well, di dalam angkot ini tidak nyaman sekali. Tidak cuma panas, disini senyap. Aku duduk di bangku yang muat enam orang dan depanku ada empat orang yang duduk. Aku kira di angkot ini ada yang mengajakku berbincang, makanya telepon genggam dan headset aku taruh di saku celana. Jadi susah sekali di posisi dudukku seperti ini untuk mengambilnya. Aku ingin sumpal telingaku ini dengan lagunya Metalica atau Stell Heart.

Di angkot ini semua pada diam-diaman. Tidak bersuara, paling para penumpang bersuara ketika hendak turun, “kiri bang”. Aku turun dan berpindah ke angkot lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun