Mohon tunggu...
Ghenan irgi fahridzi
Ghenan irgi fahridzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa D4 Bahasa Inggris Politeknik Negeri Padang

Lahir di Padang 30 Desember 2002 Mahasiswa D4 Bahasa Inggris Politeknik Negeri Padang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengungkap Misteri Angka Skizofrenia yang Meroket di Indonesia

9 Juli 2023   22:06 Diperbarui: 9 Juli 2023   22:16 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibalik keindahan alamnya yang mempesona, ternyata terdapat sebuah fakta kelam bahwa Indonesia adalah negara yang menyandang peringkat pertama pengidap Skizofrenia. Dari data yang dirilis oleh https://www.crossrivertherapy.com, Indonesia memiliki 829,735 Jiwa pengidap Skizofrenia. Kira-kira apa yang melatarbelakangi fenomena ini? Mengapa negeri yang indah ini mengandung sangat banyak penderita kelainan jiwa seperti Skizofrenia?

Untuk memahami faktor-faktor yang berperan terhadap fenomena yang mencengangkan ini. Pertama tama sangat penting bagi kita untuk menganalisis jaringan dinamika sosial, budaya, dan layanan kesehatan yang beragam. Dengan mempelajari berbagai aspek tersebut, kita dapat mulai menguak teka-teki dibalik melonjaknya angka penderita skizofrenia di Indonesia.

Negeri kita memiliki penduduk yang berkisar lebih dari 273 juta jiwa, dan dengan banyaknya jumlah penduduk di indonesia, juga akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan jiwa. Hal itu tentunya juga menyebabkan stres yang dapat membuat kondisi yang menyedihkan ini semakin memburuk. Besarnya jumlah penduduk ini lah yang menjadi salah satu faktor yang mempersulit kita dalam menangani skizofrenia.

Situasi itulah yang menarik perhatian dunia. Di tengah-tengah keberagaman budaya di Indonesia, terdapat interaksi yang unik antara kepercayaan, norma, dan struktur sosial yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan skizofrenia. Nilai-nilai moral dan budaya yang tertanam kuat di masyarakat. Tentunya ini secara tidak sengaja dapat mengakibatkan stigma terhadap masalah kesehatan jiwa. Stigma ini menjadi penghalang yang besar, yang menghalangi diagnosa yang tepat waktu dan pengobatan yang tepat. Akibatnya, individu yang terkena dampaknya akan mengalami penderitaan yang mendalam, yang sering kali menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.

ketidaktersediaan sumber layanan kesehatan mental yang memadai menambah rumit Penanganan Skizofrenia di Indonesia. Kurangnya tenaga kerja yang terampil, kurangnya dana, dan keterbatasan infrastruktur menjadi tantangan yang berat dalam penanganan masalah ini. Keterbatasan ini pun menghambat diagnosa dan pengobatan, serta perawatan jangka panjang bagi orang-orang yang membutuhkan. Akibatnya, sebagian besar pengidap skizofrenia tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

Dalam rangka menghadapi kenyataan pahit ini, diperlukan upaya yang terintegrasi. Kita harus memprioritaskan penanganan kesehatan jiwa, dan menganggapnya sebagai aspek fundamental dari pembangunan kesejateraan masyarakat, karena pada dasarnya psikologis sangat berpengaruh dalam produktivitas seseorang, Bersama-sama Indonesia harus meningkatkan pelayanan Kesehatan jiwa, serta merekrut tenaga ahli dalam penanganan masalah kejiwaan.

Kita juga seharusnya mengedukasi dan menyadarkan masyarakat untuk mencegah kesalahpahman tentang skizofrenia. Meningkatkan literasi masyarakat, serta memberikan pemahaman dasar kejiwaan, serta mendorong inisiatif sejak dini dan memfasilitasi sosialisasi terbuka, Indonesia bisa mengambil langkah besar untuk memastikan bahwa masyarakat yang terkena skizofrenia mendapatkan penanganan yang sesuai agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan dengan normal.

Perjuangan Indonesia sebagai negara penyandang angka skizofrenia tertinggi membutuhkan pendekatan dari berbagai sisi. Situasi yang rumit ini membutuhkan pengalokasian sumber daya yang menyeluruh, dengan fokus pada pelatihan dan perekrutan tenaga kesehatan jiwa, serta pendirian layanan kesehatan jiwa di masyarakat. Tidak kalah penting, masyarakat umum juga harus di edukasi guna mengurangi pemicu gangguan jiwa, karena pada dasarnya kejiwaan dan psikologi manusia berkaitan erat dengan kondisi sosial mereka. 

Dengan melakukan upaya-upaya ini, Indonesia dapat membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik, di mana orang-orang dapat memahami penderita skizofrenia dapat saling mendukung dan saling memahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun