Mohon tunggu...
Gariza A Robbani
Gariza A Robbani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Jadilah mata air yang jernih yang memberikan kehidupan kepada sekitarmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aplikasi Kisah Nabi Yunus Zaman Now

18 Juli 2021   17:10 Diperbarui: 18 Juli 2021   19:53 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Dikisahkan bahwa Allah SWT mengutus Nabi Yunus ke daerah Ninawa untuk mendakwahkan Tauhid kepada penduduknya. Tetapi mereka menolak sehingga Nabi Yunus meninggalkan mereka. Nabi Yunus menaiki kapal sampai pada kondisi bahwa penumpang kapal mesti dikurangi agar tidak tenggelam. Akhirnya diadakanlah undian mengenai siapa yang akan dilemparkan ke laut. Undian tersebut jatuh kepada Nabi Yunus, akhirnya dilemparkanlah beliau ke dalam lautan. Tertutup bagi beliau pintu harapan sehingga dengan memelas bermunajat

Laa ilaaha illaa Anta. Subhaanaka innii kuntu minazhzhaalimiin.

"Tiada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."

            Kalimat inilah yang menjadi wasilah keselamatan Nabi Yunus. Ketika potensi dan sebab materi sudah sempurna tertutup, maka sosok yang dapat menyelamatkan beliau hanyalah sang Pemilik dari ikan besar, lautan dan malam. Ketika semuanya bersepakat menyerang beliau, maka yang dapat menyelamatkan dan mengantarkan beliau kembali ke daratan hanyalah Dzat yang memegang kendali alam semesta. Meskipun dalam suasana mencekam tersebut seluruh entitas di alam semesta membantu beliau, itu tiada gunanya.

            Ya, secara logika semua itu tidak memberi pengaruh apapun. Nabi Yunus melihat tiada lagi tempat berlindung dan bernaung melainkan ke pangkuan Khaliq. Dengan tauhid yang murni, seluruh ancaman yang mufakat menyerang beliau malah menjadi teman bagi Nabi Yunus. Turunlah rahmat Allah Ta'ala saat beliau sampai di pantai dengan pohon yaktin.

            Melalui kekuatan kalimat ini, kita bisa melihat bahwa sebenarnya kita semua di zaman ini berada dalam kondisi yang jauh mengerikan dibanding Nabi Yunus. Kita bisa melihat bahwa:

  • Malam yang menaungi kita adalah masa depan, dan jika kita melihat dan mempersiapkannya dengan lalai maka ia 100x lebih gelap dari malamnya Nabi Yunus
  • Lautan yang kita lalui adalah bumi yang setiap ombaknya membawa ribuan jenazah. Berapa kali kita perhatikan baik langsung atau tidak langsung, bahwa ombak tersebut membawa satu persatu anggota keluarga dan sahabat kita.
  • Ikan yang menelan kita semua adalah nafsu ammarah. Ikan ini lebih ganas dan rakus karena kalau ikan Nabi Yunus mampu menelan mungkin 100 tahun kehidupan, tetapi ikan 'nafsu' ini mampu memusnahkan kebahagiaan kita selama ratusan juta tahun (infinity)

           Kita dapat meyakini masa depan dengan ahwal perbuatan kita pada hari ini. Namun, jika hari ini kita dipenuhi kezaliman dan kelalaian maka mereka akan berkonspirasi terhadap kita sehingga muncul pemandangan suram dan mencekam yang bahkan setan sendiri tak mau memasukinya.

           Pada asalnya kita tak tahu menahu mengenai masa depan. Siapakah yang dapat mengetahui masa depan? Apakah dukun, yang mampu memusnahkan amalan kita selama 40 hari? Apakah jin yang selalu mengintip di Lauh Mahfuzh, lalu Allah lempari dengan panah langit? Apakah ilmuwan dengan semua hipotesisnya yang bahkan dia sendiri ragu terhadapnya? Tidak; Tiada yang mampu kecuali desainer atau creator alam semesta itu sendiri yang turun tangan yaitu Allah Ta'ala.

           Bukankah kita takut terhadap segala sesuatu yang kita ketahui? Kita takut memasuki ruangan yang gelap karena kita tidak tahu apa yang terjadi didalamnya. Kita takut maju karena tidak tahu bagaimana esok hari menyambut.

           Seringkali ketika hendak melangkah maju, tetapi kita dihantam ombak kenyataan dan berbagai masalahnya. Sakit yang ahli medis pun sudah pasrah? Keterbatasan privilege karena bukan dari keluarga berada? Puncak kejenuhan yang perlahan menghancurkan mental?

           Sebuah kepantangan bagi seorang mukmin untuk berputus asa. Bukan sekedar karena itu perintah Ilahi. Tetapi, putus asa adalah puncak kesombongan ego saat manusia yang sudah lemah tetapi masih enggan meminta tolong kepada Sang Pencipta seluruh masalahnya bahkan melupakannya.

           Selama hakikat kita yang lemah dieksploitasi oleh kesuraman masa depan, saat kita dijatuhkan sejatuh-jatuhnya, tiada jalan yang sesuai kecuali bersimpuh menanggalkan semua ego, lalu menengadahkan tangan selebar-lebarnya pada-Nya dengan bermunajat

            Kita meminta uluran cahaya rahmat dalam menghadapi gelapnya masa depan dengan ungkapan:

Laa ilaaha illaa Anta.

            Kita meminta kasih sayang-Nya saat musibah menghantam kita terus menerus layaknya ombak di lautan dengan ungkapan

Subhaanaka

            Kita bersimpuh meminta perlindungan-Nya agar nafsu kita tidak menguasai jiwa yang suci dengan ungkapan

Innii kuntu minazhzhaalimiin.

            Kita berharap pertolongan-Nya turun setelah datangnya tamparan kasih sayang yang mengingatkan akan kelemahan kita mengarungi berbagai cobaan di masa depan. Karena itu, marilah kita memandang pemandangan ini dengan cahaya al Quran. Kita akan dapati pemandangan indah yang selalu diperbaharui. Dengan cahaya itu, bahtera kehidupan kita semakin kokoh, terlebih kita sudah bisa mengalahkan nafsu ammarah pada diri kita. Maka, kita telah mendapatkan kemenangan abadi.

            Sudahi galaumu dan gabutmu, mari kita bangkit bersama-sama!

Dirujuk dari Cahaya Pertama al-Lama'aat karya Badii'uzzamaan Said Nursi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun