Justru negara memiliki kewajiban memberikan Akses /fasilitas terhadap warganya untuk mendapatkan suatu pendidikan yang bermutu, pendidikan yang menjamin kualitas ilmu pengetahuan sebagai alat pemberdayaan untuk mengembangkan potensi manusia. Kehadiran negara dalam memberikan fasilitas dan membangun akses pendidikan akan menjadi penunjang untuk membermudah warga dapat merasakan ke-universalan pendidikan.
Maka penulis memiliki satu kesimpulan bahwa kewajiban negara dalam memfasilitasi hak warganya dalam pendidikan bukan hanya menciptakan ruang tetapi juga membangun akses setiap warganya agar dapat merasakan pendidikan dan menerima hak dasar nya sebagai manusia, baik akses mendapatkan ilmu pengetahuan di sekolah ataupun ilmu pengetahuan di luar sekolah, dengan begitu sifat universal ilmu pengetahuan dapat dirasakan oleh setiap manusia yang bernaung di bawah negara.
Monopoli Pendidikan adalah Dasar Persoalan
System pendidikan nasional sebagaimana tertera dalam bab III uu sisdiknas no. 20 tahun 2003 bab III pasal 4 poin (1) bahwa pendidikan harus berjalan demokratis dan berkeadilan tanpa diskriminatif dengan menjunjung tinggi Hak asasi Manusia, poin tersebut telah menggambarkan imajinasi pendidikan nasional yang mengangap sebuah prosesi pendidikan harus berlin khidmat atas dasar ham setiap orang harus dapat merasakannya.
Pada tahapan implentasinya lagi-lagi pendidikan nasional belum mampu mencapai suasana pendidikan yang demokratis, kehadiran sekolah yang memiliki otoritas yang kuat dalam mengklaim sebagai gamabran pendidikan nasional menjadi salah satu sebab gagalnya demokratisasi pendidikan. Ruang pendidikan menjadi sempit karna , sekolah berhasil memonopoli anggapan bawha pendidikan adalah sekolah dan sekolah adalah pendidikan. Persoalan tersebut tentunya yang harus segera diselesai negara, menghapuskan monopoli penddikan oleh kerajaan kecil bernama sekolah, dan mulai menciptakan konsep pendidikan di luar sekolah beserta akses untuk mendapatkan ilmu pengetahuanya. Ada dua hal setidaknya yang penulis cermati dari Monopoli pendidikan ;
Pertama, rentanya persoalan diskriminatif pendidikan, dengan keterbatasan sekolah, negara tidak mampu memfasilitasi hak warganya dalam pendidikan secara menyeluruh, dengan keterbatasan yang ada "proses seleksi" menjadi cara jitu agar disesuaikan dengan kemampuan sekolah, pada akhirnya warga yang gagal masuk seleksi harus berpasrah gagal mendapatkan fasilitas negara dalam pendidikan.
Kedua, keterbatasan sekolah bukan hanya pada infrastruktur, namun juga minimnya ruang apresiasi potensi, kurikulum sekolah yang dibuat bukan berdasarkan minat bakat serta potensi warga, namun kurang dari itu, dibuat melalui mekanisme yang birokratis tanpa mempedulikan kemampuan peserta didik, sedangkan jika kita sepakati bahwa setiap potensi manusia selalu berbeda, tidak bisa hanya di wadahi dengan 10-15 mata pelajarana saja, ada banyak potensi lainnya yang perlu di kembangkan melalui pendidikan, jika begitu persolan laiinya ialah konsepsi pendidikan negara memang tidak ramah terhadap potensi manusia untuk senantia berkembang melalui minat dan bakatnya.
Maka atas dasar persoalan tersebut, negara harus segara memotong monopoli pendidikan, dan membuka ruaang serta akses pendidikan di luar sekolah, penulis memandang pendidikan nasional harus mulai membuka ruang-ruang lain untuk melengkapi candu bernama sekolah.
Pada akhir tulisan, penulis mencoba merefleksikan bahwa negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam memfasilitasi hak asasi warganya untuk mendapatkan pendidikan, dalam konteks ini tanggung jawab negara bukan hanya membuka ruang pendidikan di sekolah sekolah saja, konsepsi dan rumusan pendidikan harus mulai di bangun juga di luar sekolah, agar setiap warrga dapat mengakses ilmu pengetahuan yang bermutu dengan mudah, sebab tanpa memfasilitasi dan memberikan akses pendidikan yang mudah, negara berarti telah lalai dalam memfasilitasi berjalanya ham dengan kata lain negara dapat disebut penjahat HAM.
Wallahu a'lam bish-shwabi.
*Penulis adalah Aktivs pendidikan Jawa Barat
Aktif di pengurus Besar PB PII
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H