Mohon tunggu...
Garis Demokratis
Garis Demokratis Mohon Tunggu... Relawan - Aktivis Pendidikan

Simpang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merefleksikan Pendidikan dalam bingkai Hak Asasi Manusia (I)

11 Desember 2019   19:36 Diperbarui: 11 Desember 2019   19:48 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada 10 desember 1948 puluhan negara berkumpul pada rapat PBB, ada yang menarik dari hasil perkumpulan tersebut dimana PBB mendeklarasikan Hak Universal manusia (Hak asasi Manusia) atau yang disebut Deklarasi Universal Hak asasi manusia (DUHAM). Sekitar 48 menyepakati isi duham yang di deklarasikan.  Duham dianggap sebagai salah satu tanda kemajuan Peradaban Masyarakat Internasional terhadap hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia, sebab hal tersebut telah mengindikasikan kesadaran dan komitmen masyarakat dunia terhadap Hak setiap umat manusia yang sama di hadapan hukum, keamanan, politik, sosial dll. Maka tidak berlebihan rasanya jika kemudian setiap tanggal 10 Desember, di beberapa negaran dan penggiat Ham selalu diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Dunia.

Hari Hak asasi manusia Se-dunia (Human Rights day) tentunya bukan menjadi ajang romantisme peran PBB atas kepeduliannya terhadap HAM, justru kehadiran hari Ham harus di jadikan ruang reflektik yang mendalam terhadap Sejauh mana peran dan Komitmen negara serta PBB terhadap implementasi dari duham? Apakah negara benar benar telah hadir menjadi tameng kedaulatan Hak setiap umat manusia, atau justru sebaliknya Negara malah menjadi Subjek yang melakukan dan membiarkan  Kejahatan terhadap hak asasi manusia?

Hampir setengah abad lebih duham diterima dan dideklarasikan oleh PBB sebagai organisasi yang menaungi negara di dunia, dalam artian negara negara yang berada dalam naungan PBB baik disadari ataupun tidak telah mengikat dengan otomatis terhadap 30 pasal di dalam duham dengan segala konsekuensinya, negara manapun yang mengingkari kesepakatan internasional tentang duham berarti  negara tersebut telah melakukan atau membiarkan terhadap kejahatan Hak asasi manusia.

Semangat duham sejatinya harus menjadi sebuah pemantik kesadaran negara-negara dalam menjaga hak dasar setiap warganya, oleh karenanya konstitusi yang dihadirkan dalam bernegara tidak dibenarkan menentang asas kemanusiaan, negara harus ramah terhadap hak asasi manusia, bukan menndas dan membatasi apalagi hingga menghilangkan hak setiap warganya sebagai seorang manusia dalih aspek konstitusional.

Universalitas Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu komitmen yang ditegaskan dalam deklarasi Universal Hak asasi manusia di Paris. Pendidikan dianggap sebagai bagian dari  hak dasar umat manusia yang perlu di lindungi dan tidak bisa di cabut dari setiap manusia dimanapun dan kapanpun, artinya tidak dibenarkan alasan dengan dasar apapun seseorang tidak diberikan/dilarang dalam mengeyam sebuah proses pendidikan, sebab pendidikan adalah "fitrah" setiap manusia untuk mencapai kedaulatannya sebagai manusia merdeka.

Maka dari itu sudah sepatutnya pendidikan menjadi bagian dari bahan refleksi hak asasi manusia, sejauh mana pendidikan dapat dirasakan setiap manusia? Apakah sistem pendidikan yang di huat telah ramah terhadap Hak asasi manusia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya hatus menjadi pertanyaan paling mendasar dalam merefleksikan pendidikan dalam bingkai ham

Sebelum masuk pada pembahasan sebuah system pendidikan, kita perlu mengingat kembali bahwa Dalam konteks hak asasi manusia, Pendidikan haruslah di terjemahkan dengan terbuka dan luas, diksi pendidikan tidak bisa disimbolkan dengan satu lembaga formil dengan keruwetan sistem administrasi nya, namun juga perlu diingat kembali bahwa proses pendidikan terjadi di luar konteks tersebut.

Dalam pandangan yang luas pendidikan diartikan sebagai suatu proses Humanisme yaitu pemberdayaan manusia dari keterbelakangan melalui pengembangan potensi pribadinya, semangat  pendidikan adalah semangat pembebasan dari belenggu ketidakberdayaan umat manusia.
Negara Indonesia dalam uu sisdiknas telah tegas menerjemahkan sebuah cita cita pendidikan nasionalnya bahwa pendidikan di tujukan pada pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berahlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Namun, sayangnya pada pelaksanaan cita cita tersebut, implementasi pendidikan nasional "seolah" hanya ada di ruang yang sempit, diksi pendidikan hanya di laksanakan di sekolah-sekolah saja, alurnya hanya terjadi pada hubungan antara guru dan siswa, hal tersebut terpancar dari rancangan kebijakan-kebijakan negara mengenai pendidikan yang hanya berfokus ke dalam urusan sekolah dan perguruan tinggi. Padahal jika negara membuka cara pandang terhadap cita-cita pendidikan nasional maka kata kunci yang mungkin didapatkan dari diksi pendidikan adalah ilmu pengetahuan, bukan sekolah, guru ataupun siswa.

Tidak ada pengembangan diri tanpa ilmu pengetahuan, tidak ada pengembangan potensi, kreativitas, tanggung jawab dll, tanpa ada ilmu pengetahuan, karna ilmu pengetahuan adalah basis dari kemanusiaan (humanisme) dengan kata lain, hak asasi manusia yang subtansial dalam  pendidikan ialah ilmu pengetahuan. sempitnya pemaknaan negara terhadap pendidikan, disadari atau tidak sebenarnya telah merampas kemerdekaan warganya untuk menentukan dimana ia akan menggali ilmu pengetahuan. Bagaimana tidak, ketika negara menerjemahkan pendidikan hanya dalam lingkup sekolah, seluruh fasilitas pendidikan akan dilimpahkan sepenuhnya ke sekolah, mau tidak mau untuk mendapatkan dan merasakan fasilitas pendidikan warga negara harus berbondong bongdong masuk ke dalam sekolah.

Dalam pandangan yang lain, ilmu pengetahuan memang dapat disepakati sebagai sesuatu yang bersifat universal, prosesnya dapat didapatkan dimanapun, bukan hanya di sekolah ataupun lembaga pendidikan formal lain, namun bukan berarti negara telah terbebas dari kewajibannya memberikan ruang dan akses pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun