Mohon tunggu...
Garinda Garinda Almaduta
Garinda Garinda Almaduta Mohon Tunggu... -

Lelaki di awal kepala 3.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Singkat Wirasaba Hingga Karesidenan Banyumas (1/2)

9 Desember 2016   21:10 Diperbarui: 9 Desember 2016   21:13 2749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah Singkat Wirasaba sejak Era Demak, Pajang, Mataram Islam dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

Sebagian besar wilayah Banyumas dahulu merupakan daerah mancanegara dari kerajaan-kerajaan Jawa sejak Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Kartasura hingga Kasunanan Surakarta.1 Daerah ini dipimpin oleh Adipati suatu sebutan yang lazim digunakan pada masa kerajaan Demak.2 Setelah perang Jawa (Perang Diponegoro, tahun 1825-1830), Kadipaten Banyumas dilepaskan dari kekuasaan Kasunanan Surakarta dan menjadi wilayah kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tahun 1830.1 Sebelum Belanda masuk, wilayah Banyumasan disebut sebagai daerah Mancanegara Kulon dengan rentang wilayah meliputi antara Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo) sampai Majenang (sekarang masuk wilayah Cilacap).3

Sejarah Singkat Paguwan-Wirasaba

Pada zaman Majapahit di daerah Banyumas sudah terdapat suatu pemerintahan yang dipimpin oleh seorang adipati atas daerah yang disebut Paguwan. Adipati daerah Paguwan (yang kelak juga dikenal sebagai Wirasaba) dipimpin oleh Adipati Wirahudaya yang berkuasa antara tahun 1413-1433.4  Wirahudaya selanjutnya digantikan anak angkatnya Raden Katuhu bergelar Adipati Anom Wirahutama kelak dikenal sebagai Adipati Wirahutama I Wirasaba. Raden Katuhu adalah putra R. Baribin yang menikah dengan Ratna Pamekas. Adipati Wirahutama oleh Madjapahit dijinkan memperluas wilayah kadipaten sampai ujung timur hingga lereng barat Gunung Sindoro Sumbing di Wilayah Kedu. Daerah ini dikenal sebagai Kadipaten Wirasaba.5

 Kemudian pemerintahan Kadipaten ini diteruskan secara turun-temuran selama enam generasi adipati meliputi (1) Adipati Wira Utama (Raden Katuhu), (2) Adipati Urang, (3) Adipati Sutawinata (Surawin), (4) Adipati Sura Utama (Raden Tambangan),(5) Adipati WargaUtama I, dan (6) Adipati Warga Utama II (Adipati Mrapat) hingga pada zaman Kesultanan Pajang.4,6

Pada masa pemerintahan Sultan Pajang I, Hadiwijaya (1546 1582) ini, di Wirasaba sudah sampai pada masa pemerintahan Adipati Wirasaba VI, yaitu R. Bagus Suwarga dengan gelar R. Adipati Wargahutama I. Suatu ketika adipati wirasaba mendapat titah raja agar mempersembahkan salah seorang putrinya untuk di jadikan garwa ampean Sultan Pajang atau Pelara-lara. Rara Kartiyah dipersembahkan  oleh Adipati Wirasaba  Rara Kartiyah semasa kecilnya pernah di jodohkan dengan putra saudaranya yaitu Kyai Gede Toyareka namun   berpisah sebelum melakukan kewajiban sebagai seorang istri.7

Sultan Hadiwijaya sangat murka setelah menerima pengaduan kyai gede toyareka yang juga merupakan adik Wargahutama. Selanjutnya diutuslah  prajurit (gandek) untuk menyusul adipati wirasaba dan membunuhnya. Seteleh ki gede toyareka pergi dari pajang, sultan hadiwijoyo memanggil roro kartiyah meminta penjelasan, mendengar pernyataan roro kartiyah sultan hadiwijoyo sangat menyesal akan tindakanya tanpa penelitian, segera di perintahkan patihnya agar menyusul prajurit yang diutus membunuh adipati wirasaba agar membatalkannya.7

Tidak lama utusan sultan pajang yang di utus untuk membunuh adipati wirasaba bertemu dengan adipati wirasaba,ketika itu adipati wirasaba sedang makan , di kediaman kyai bener, duduk di serabi rumah dengan lauk nasi dan pindang angsa/banyak pada hari sabtu pahing.7 tidak lama kemudian utusan patih dari sulatn pajang tiba dan melambaikan tangan, isarat tersebut di salah artikan dan utusan pertama langsung menusukan tombak ke dada adipati wirasaba.7

Setelah kematian Adipati Warga Utama I, Sultan Pajang Adiwijaya segera memanggil putera Adipati Warga Utama I, namun tidak ada yang berani menghadap. Maka menantu Adipati yaitu Raden Joko Kaiman (suami R. Rara Kartimah) memberanikan diri untuk menghadap dengan menanggung apapun segala resikonya. Bukan amarah dan murka yang di dapat tetapi anugerah dijadikannya Adipati dengan gelar Adipati Warga Utama II.5 Selanjutnya atas kemurahan Sultan Pajang akhirnya Wirasaba dibagi menjadi empat yaitu :

1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Ngabei Wirayuda.

2. Wilayah Merden diberikan kepada Ngabei Wirakusuma.

3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Ngabei Wargawijaya.

4. Wilayah Kejawar kemudian dikuasai Adipati Warga Utama II.5

Wilayah Kejawar kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli kelak diberi nama Kadipaten Banyumas. Atas pembagian ini maka Adipati Warga Utama II juga bergelar sebagai Adipati Mrapat.8

Sejarah Singkat Kadipaten Kejawar- Banjumas

Setelah Adipati Mrapat wafat selanjutnya kekuasaan digantikan oleh puteranya secara turun temurun. Berturut-turut : Mertasura I, Mertasura II (  -1620),   Mertayuda I (1620 – 1650).8 Tumenggung Martayudha menurunkan Raden Tumenggung Mertanegara atau Mertayuda II yang menjadi Adipati Banyumas bergelar Adipati Yudanegara I (1650-1705).9  Kelak Adipati Yudanegara I dikenal sebagai Tumenggung Yudanegara Seda Masjid pasca dihukum penggal oleh Pakubuwono. Pengganti Yudanegara I adalah Tumenggung Suradipura (1705 -1707).8

Pada pemerintahan adipati Yudanegara II (1707 – 1743), dipindahkan dari Kejawar ke tempat yang disebut Geger Duren dan mendirikan Pendopo Si Panji pada tahun 1706. Pedukuhan yang bernama Geger Duren atau punggung durian karena tempat itu merupakan lembah yang diapit dua gunung yang berada sebelah timur Dusun Menganti (Banyumas sekarang ini).10 Banyumas lama kini menjadi Dusun Karangkamal.4 Kelak Adipati Yudanegara II dikenal sebagai Tumenggung Yudanegara Seda Pendapa.

 Yudanegara II digantikan oleh  Tumenggung Reksapraja (1742 -1749).8 Bagus Kunting selanjutnya menggantikan Reksapraja dan bergelar Adipati Yudanegara III. Yudanegara III turut serta dalam  Perang Mangkubumen di pihak Paku Buwono. Setelah perjanjian Giyanti 1755 Yudanegara III diangkat menjadi Patih mendampingi Hamengku Buwono I dan bergelar Danureja.11

Yudanegara IV menggantiikan posisi yang ditinggalkan Yudanegara III. Karena dicurigai akan memberontak Yudanegara IV dipecat dari jabatanya dan digantikan Tumenggung Toyakusuma dari Surakarta.11 Sumber lain menyebut  Tejakusuma atau Tumenggung Kemong yang memerintah tahun1780 -1788.8 Nasib yang sama juga dialami oleh Yudanegara V (1788 – 1816). Yudanegara V dipecat oleh PB IV atas tuntutan Raffles. 8,12,13

Pasca pemecatan Yudhanegara V terjadi  kekosongan kekuasaan di Kadipaten Banyumas, sehingga pada tahun 1816 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang kembali menguasai Nusantara setelah pemerintahan transisi Inggris. Pada tahun 1816 wilayah Banyumas dibagi menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman.13 Cakrawedana  ditunjuk memimpin Kasepuhan dan Mertadiredja I memimpin Kanoman.12

Sejarah Singkat Kadipaten Kasepuhan dan Kanoman

Untuk mempermudah pemahaman sejarah penulisan bagian ini diawali dari sejarah Kanoman Banyumas dilanjutkan sejarah kasepuhan Banyumas dan diakhiri penggabungan kedua wilayah tersebut. Dikutip dari Priyadi (2008), Banyumas sebagai daerah mancanegara kilen diambil alih oleh Pemerintah Belanda setelah Perang Mangkubumi  dan dibentuk Karesidenan Banyumas. Kasepuhan dan Kanoman yang dipimpin oleh dua pejabat wedana bupati.14 Kasepuhan Banyumas beribukota di Banyumas diserahkan kepada Tumenggung Cakrawedana (1816-1830) dari Surakarta sebagai Wedana Bupati. Kanoman Banyumas yang beribukota di Patikraja dengan Bratadiningrat sebagai Wedana Bupati yang kemudian bergelar Adipati Mertadireja I (1816-1830).13

Setelah Mertadireja I wafat, ditunjuklah Mertadireja II sebagai Wedana Bupati Banyumas Kanoman di Patikraja dari 1830-1831 dengan gelar K.P.A. Mertadireja II. Beliau kemudian memindahkan pusat pemerintahan Kanoman dari Patikraja ke Ajibarang (1831-1832).13  Ajibarang  pada akhir Perang Jawa dipimpin oleh Tumenggung Djayasinga  yang dikenal juga dengan nama Singadipa. Singadipa adalah orang Banyumas yang menjadi anak buah Pangeran Diponegoro. 14

Pemerintahan di Ajibarang hanya berlangsung dari tanggal 22 Agustus 1831 hingga 6 Oktober 1832.14 Karena adanya bencana angin topan selama 40 hari 40 malam ibu kota Kabupaten Ajibarang dipindahkan ke desa Paguwon distrik Purwokerto.14 Pemindahan yang kedua ini mengganti nama Kadipaten Kanoman Banyumas menjadi Kabupaten Purwokerto.13

Sepeninggal K.P.A. Mertadireja II, untuk sementara ditunjuk menantunya, Tumenggung Djayadiredja (1853-1860). Tahun 1860 beliau dipindah ke Padang. Sehingga jabatan Bupati Purwokerto dijabat oleh putera K.P.A. Mertadiredja II, yaitu K.P.A. Mertadiredja III (1860-1879)13 yang kelak setelah dipindahkan ke kabupaten Banyumas dikenal sebagai K.P.A. Aria Gandasubrata.13 Tumenggung Cokrosaputro adik Cokronegoro II mantan bupati Banyumas menggantikan untuk memimpin kabupaten Purwokerto pada tahun 1879 – 1882. Selanjutnya tahun 1882 jabatan bupati Purwokerto kosong hingga tahun 1885. Kekosongan jabatan Kabupaten Purwokerto sementara diisi oleh Patih Wiraatmadja.14

Raden Mas Tumenggung Cakrakusuma putra Cakranegara II mengisi jabatan pada tahun 1885 – 1905. Selanjutnya Tumenggung Cakranegara III yang merupakan adik Cakrasaputra mengisi jabatan pada tahun1905 – 1920.14  Kabupaten Purwokerto terakhir dipimpin R.A.A. Cakraadisurya (1924-1935).13 Cakraadisurya adalah putra Raden Cakranegara yang sebelumnya menjabat bupati Ponorogo,14

Kasepuhan Banyumas yang diawali dengan kepemimpinan  Cakrawedana sejak tahun 1816 dan berakhir di tahun 1830 setelah Perang Diponegoro.13 Cakrawedana selanjutnya digantikan oleh R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864).8 Cakranegara II memimpin Kabupaten Banyumas pada tahun 1864-1879. Cakranegara II digantikan oleh Martadiredja II yang sebelumnya menjabat Bupati Purwokerto. Martadiredja III menjabat di Kabupaten Banyumas pada tahun 1879-1913 dan selanjutnya bergelar K.P.A.A. Gandasubrata.11

Karena alasan memasuki masa pensiun Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengangkat putera Gandasubrata yaitu Sudjiman Mertasubrata Gandasubrata sebagai Bupati Banyumas. Sudjiman Mertasubrata Gandasubrata saat itu sedang menjabat sebagain Patih di Kabupaten Kendal. Pada tahun 1939, oleh pemerintah Belanda gelarnya ditambah menjadi ‘Adipati’ sehingga namanya menjadi, R. Adipati Sudjiman Mertasubrata Gandasubrata mendampingi  Residen Banyumas Mr. J. Ruys.13

Pada tanggal 1 Januari 1936 Kabupaten Purwokerto dihapus dan digabung ke dalam Kabupaten Banyumas. Selanjutnya bukota Kabupaten Banyumas ditetapkan di Purwokerto. Sedangkan Banyumas ditetapkan sebagai ibukota Karesidenan Banyumas untuk sementara karena di kota Purwokerto belum ada fasilitas untuk kantor karesidenan dan rumah dinas residen.13

DAFTAR BACAAN

1.         Wahyudi A. Perpindahan Pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas ke Kota Purwokerto tahun 1930-1937 [Diss.]. Yogyakarta: UNY; 2014.

2.         Ananda R. In: Sarasehan Sejarah dan Budaya Panjer Dalam Rangka Pemantapan Ketahanan Nasional di Kebumen. Kebumen Kodim 0709/Kebumen; 2012.

3.         Asal Mula Wong Banyumas. (Accessed athttp://ongrosyadi.wordpress.com/2010/03/19/asal-mula-wong-banyumas/.)

4.         Anonymous. In.

5.         Sejarah Wirasaba (Accessed at

6.         Priyadi S. Transformasi Teks Babat Banyumas DIKSI 2004;ll.

7.         Adipati wirasaba. (Accessed at

8.         Sejarah Banyumas. (Accessed at

9.         Fauziyah EN. Prosesi Upacara Kirab Panji Lambang Daerah Banjarnegara di Kabupaten Banjarnegara [Skripsi]. Yogyakarta: UNY; 2012.

10.       Kompleks Makam Yudanegara II Banyumas. (Accessed athttp://www.thearoengbinangproject.com/kompleks-makam-yudanegara-ii-banyumas/.)

11.       Priyadi S. Sejarah Trah Yudanegara Banyumas. Humaniora 2004;16:303-12.

12.       Priyadi S, Pradono RD, Abdulah IT. Tedhakan Serat Babad Banyumas: Suntingan Teks, Terjemahan dan Fungsi Geneologi dalam Kerangka Struktur naratif. BPPS-UGM 1995;8:483-94.

13.       Armando R. Dari Kadipaten ke Karesidenan (Sejarah Perkembangan Pemerintahan Banyumas dari tahun 1800-1950) [Tinjauan Pustaka]. Denpasar: Universitas Udayana; 2012.

14.       Priyadi S. Sejarah Kota Purwokerto. Jurnal Penelitian Humaniora 2008;9:106-18.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun